Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Selasa, 29 Juli 2008

Ribuan TKI Jatim Dideportasi dari Malaysia

Warta Jatim, Surabaya - Sepanjang semester I tahun 2008 sebanyak 4.174 buruh migran atau tenaga kerja Indonesia asal Jawa Timur dideportasi dari Malaysia. Dari jumlah itu, tenaga kerja asal Kabupaten Sampang menduduki peringkat pertama yaitu 697 orang, kemudian Pamekasan 544 orang, Sumenep 475 orang, dan Jember 307 tenaga kerja.

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur M Kholili mengatakan, penyebab utama tingginya deportasi adalah pelaksana teknis pemerintah kabupaten tidak menyalurkan informasi seluk-beluk tenaga kerja berdasarkan UU 39/2004 dan Inpres 6/2006 tentang Tenaga Kerja Indonesia.

Sebagian besar TKI yang dideportasi tidak memiliki dokumen resmi standar tenaga kerja. Tidak sedikit juga yang disiksa majikan saat di perantauan. " Banyak juga mereka yang ditangkap dan ditahan kepolisian Malaysia karena dituduh melakukan tindakan kriminal," kata Kholili, Selasa (29/7).

Selama ini penanganan kasus deportasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur kurang maksimal. Seharusnya pemerintah kabupaten mengambil peran tersebut. "Salah satu fakta yang saya temui di Jember, dari BP2TKI hanya satu perusahan PJTKI yang memiliki keterangan resmi," ujarnya.

Karena adanya perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia yang tidak resmi, perekrutan tenaga kerja hanya dioper kepada PJTKI. Hal itu membuktikan lemahnya fungsi Dinas Tenaga Kerja atas perlindungan tenaga kerja Indonesia. (red)

UU 12/2008 Kuras Anggaran Daerah

Warta Jatim, Surabaya - Keputusan pemerintah merevisi UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah sangat disayangkan. Aturan baru dalam UU 12/2008 bahwa dalam pemilihan perolehan calon minimal 30% dari suara sah, dinilai boros anggaran.

Demikian pendapat analis politik Universitas Airlangga Surabaya Krisnugroho soal kemungkinan terjadinya dua putaran dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. Bila terjadi dua putaran, dipastikan terjadi pembengkakan anggaran. Dana untuk pemilihan gubernur dua putaran itu Jawa Timur membutuhkan Rp 00 miliar lebih.

"Dana sebesar itu kan bisa diperuntukkan kebutuhan masyarakat luas. Ingat, Jatim termasuk peringkat pertama kemiskinan di Pulau Jawa, meski pada kenyataannya Jatim kaya SDM," ujar Krisnugroho, Selasa (29/7).

Dia menilai Jawa Timur merupakan salah satu korban UU 12/2008, selain Kalimantan Timur. Karena itu, dia mendukung UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan syarat menang pasangan calon minimal 25% dari suara sah. "Dengan dukungan minimal 25%, potensi dua putaran akan lebih kecil dan otomatis akan menghemat anggaran," katanya.

Pendapat senada dilontarkan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Jawa Timur Arief Budiman. Menurut dia, karena aturan baru tersebut, KPUD tidak bisa berbuat apa-apa, karena perubahan itu disetujui pemerintah pusat.

KPUD Jawa Timur akan menaati aturan baru, meski harus menguras energi dan anggaran pemerintah daerah dan calon. KPUD Jatim akan meminta anggaran Rp 240 miliar untuk pemilihan gubernur putaran kedua. Angka itu setengah lebih anggaran putaran pertama Rp 425 miliar. "Anggaran putaran kedua satu paket dengan anggaran keamanandan panitia pengawas," kata Arief. (red)

Senin, 28 Juli 2008

Pemuda Asia Pasifik Sikapi Pemanasan Global

Warta Jatim, Surabaya - Sekitar 150 pemuda dari negara Asia Pasifik berkumpul di Surabaya menyikapi global warming dengan menggunakan pendekatan agama. Delegasi berusia 18-25 tahun itu berasal dari Australia, New Zealand, Fiji, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Timor Leste, Vietnam, dan Indonesia yang merupakan anggota Forum Dialog Lintas Agama Asia Pasifik.

Presiden Tunas Hijau Club Roni mengatakan, kerukunan umat beragama menjadi poin utama acara ini. Hal itu diimplementasikan dengan dua malam pertama tinggal bersama keluarga terpilih di Surabaya.

Roni menambahkan, karena menggunakan agama sebagai alat pendekatan utama, pihaknya melibatkan beberapa tokoh agama untuk memberikan wawasan bagi para delegasi. Yakni Prof Dr Syafiq A Mughni MA (Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur), Putu Artma (Hindu), Simon Filantropa (Kristen), Budi Wijaya (Khonghucu), Prof Philip K Wijaya (Buddha), dan Perwakilan dan Keuskupan Agung Surabaya.

Selain dikenalkan beberapa makanan tradisional Surabaya dan alat kesenian Indonesia, para delegasi akan diajak ke Kampung Nelayan Nambangan, LPA Benowo, serta mendaki gunung di Dusun Mligi, Pacet, Mojokerto, yang dibarengi aksi menanam pohon.

Observasi di tempat-tempat yang ditunjuk akan dijadikan bahan dialog untuk merumuskan rencana komitmen dan program. Rumusan itulah akan mereka laksanakan untuk menghambat pemanasan global dan perubahan iklim, dengan tetap menggunakan pendekatan agama.

"Hasil dialog akan disebarluaskan ke komunitas di negara asal masing-masing. Langkah ini dipilih karena mereka sebagian besar adalah aktivis kampus atau komunitas tertentu," ujar Roni, Senin (28/7).

Asia Pacific Inter Faith Youth Camp "We Care for The World" memang acara pertama yang melibatkan pemuda untuk lebih peduli pada lingkungan. Ide awalnya dari forum dialog lintas agama kawasan Asia Pasifik di Kamboja April lalu. Mereka mengusulkan pertamuan pemuda dari berbagai agama. Isu pemanasan global dianggap menjadi isu hangat di dunia yang layak dijadikan topik utama. Acara dipusatkan di Cyber Park (Taman Flora), Bratang, mulai 27 Juli hingga 31 Juli 2008. (red)

Krisis Listrik akibat Tidak Memihak Rakyat

Warta Jatim, Surabaya - Krisis listrik yang terjadi saat ini sebagai akibat pengelolaan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Ada tiga faktor yang mempengaruhi krisis listrik di PLN, yakni kesenjangan biaya produksi dan harga jual, inefisiensi yang sismetik dalam pengelolaan listrik, dan pola kebijakan energi yang tidak berpihak pada rakyat.

Hal itu dikatakan oleh pengamat ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Surabaya Hisjam Hidayat. "Seharusnya PLN berani melakukan terobosan, dengan mencari sumber energi alternatif lain. Bila tetap berjalan seperti sekarang ini, saya pikir krisis masih akan berlanjut," ujar Hisjam, Senin (28/7).

Krisis listrik yang terjadi sekarang ini, kata Hisjam, telah membuat kepercayaan sektor industri semakin menurun. Karena itu, pemerintah harus mengubah paradigma dalam pengelolaan listrik, tidak hanya untuk kepentingan asing, tapi lebih mengedepankan kepentingan rakyat.

Langkah pemerintah melakukan perubahan jam kerja dan pemadaman bergilir, menurut dia, tidak akan efektif menyelesaikan krisis listrik PLN. " Menurut saya, langkah ini hanya bersifat sementara dan tidak akan menyelesaikan persoalan yang terjadi."

Hisjam menandaskan, perubahan mendasar harus dilakukan, jika tidak ingin berada dalam kondisi yang sama seperti sekarang ini. Salah satunya pemerintah harus melakukan diversifikasi energi. (red)

Kamis, 24 Juli 2008

Yovinus Guntur Wicaksono : Surono, Antara Pengorbanan dan Realitas

Cuaca panas yang menyengat di desa Wonoayu, kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo, tidak menyurutkan langkahku mengikuti kampanye Sutjipto - Ridwan (SR) yang digelar PDI Perjuangan. Tiba-tiba mataku tertuju pada sosok lelaki kurus berjaket merah, yang ternyata kuketahui bernama Surono. Meski bergelar Insinyur, pria yang dibesarkan dan tinggal di Lampung ini, tidak tampak seperti undangan lainnya. Seperti cagub PDI Perjuangan Ir. Sutjipto, CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan, dan Walikota Surabaya Bambang DH.
Ada sebuah kenyataan yang sangat menghentak otakku, saat mengetahui pria bernama Surono yang ada di depanku, adalah seorang penemu benih padi EMESPE, MSP I, MSP II dan Sertani. Sebuah pemandangan yang jauh dari dugaanku, karena seorang pemikir, pakar dan peneliti biasanya rapi dan parlente.Tapi tidak dengan Surono. Pria ini kurus, tinggi dan wajahnya terlihat tua di usianya yang mencapai 59 tahun.

Dalam sebuah kesempatan, Surono mengatakan, ia ingin mengabdikan hidupnya untuk kesejahteraan petani di Indonesia. Karena itu, pria yang juga anak didik Kwik Kian Gie ini, rela �menghilang� selama 22 tahun dari dalam perut bumi, untuk menciptakan benih padi. Dalam kurun waktu itulah, Surono mengaku melakukan penelitian dengan seadanya, tanpa ada fasilitas dan alat bantu apapun. Hebat bukan !!! Orang Indonesia mana lagi yang mau melakukan hal ini???

Aku semakin kagum dengan pria ini, saat ia menegaskan ingin menghabiskan sisa hidupnya bagi kesejahteraan petani dan bangsa Indonesia. Sebuah cita-cita luhur dari anak bangsa. Tidak hanya itu saja, ia juga mengaku tidak mau dibayar dalam bentuk apapun terkait hasil penemuannya itu. Nah sampai sini, aku jadi berpikir berapa banyak biaya yang Surono keluarkan untuk menciptakan ketahanan pangan, yang selama ini hanya jadi cita-cita kosong bagai bayang-bayang ilusi.

Perasaan trenyuh, dan marah bergelanyut di dalam hati, saat tahu, hasil karya berharga Surono, belum dipatenkan, karena keterbatasan biaya. Untungnya, seorang pahlawan yang bernama Dahlan Iskan, membuka pintu �rumah�nya bagi Surono, untuk mematenkan hasil karya �mahal�nya itu. Sebuah uluran tangan yang sangat mengharukan, karena masih ada yang peduli dengan hasil karya anak bangsa sendiri.

Pengorbanan Surono memang besar bagi kesejahteraan bangsa Indonesia, karena itu sudah selayaknya dihargai oleh siapapun. Baik oleh kader dan simpatisan PDI Perjuangan atau masyarakat umum lainnya. Aku merasa, sudah waktunya bangsa ini bisa berbuat sesuatu untuk anak-anak nya dengan menghargai jerih payah dan pikirannya. Tidak itu saja, kita juga harus meninggalkan budaya import yang telah meracuni kehidupan bangsa ini.

Aku merasa tanpa ada orang-orang seperti Surono, apa jadinya bangsa ini. Siapakah yang mau berkorban untuk kelangsungan hidup petani, sekaligus mensejahterakannya? Aku sendiri merasa tak mampu untuk melakukan itu. Bukan karena apa? Aku sadar, bila tak mampu menahan beban seperti Surono, lelaki perkasa seperti tokoh film Hercules ini.

Kini aku hanya bisa mencari siapa orang yang mau berbuat seperti itu? Presiden, Wakil Rakyat atau kalangan pejabat lainnya? Yang pasti jawabannya hanya satu, orang-orang yang memiliki nilai nasionalisme sejati semacam Surono inilah yang harus muncul di Indonesia. Atau setidaknya seperti Prof Lie, seorang peneliti asal Republik Rakyat Tiongkok. Di usia yang mencapai 79 tahun, masih memilih tinggal di tengah sawah.

Yang membedakan keduanya adalah sikap dan perlakukan dari pemerintah masing-masing negara. Bila di RRT, hasil penemuan Prof Lie, sangat dihargai oleh pemerintah setempat. Sedangkan di negara kita, hal ini belum ditemukan pada hasil penemuan Surono. Apalagi bila mengetahui kalau Surono kader PDI Perjuangan, maka jangan harap ada penghargaan yang pantas baginya.

Inilah yang membuat aku semakin miris dengan keadaan Indonesia saat ini. Situasi yang semakin rumit dengan kenaikan harga bahan pokok, BBM dan harga-harga lainnya. Dan itu belum lagi dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras dan jagung. Padahal, secara realita bangsa Indonesia adalah bangsa agraris dengan petani sebagai mata pencaharian utamanya. Gila bukan???

Lalu sampai kapan ini akan terjadi? Apa kita hanya tinggal diam menungu kehancuran bangsa ini? Dan menurutku kita harus bergerak melangkah ke depan, untuk bisa membawa perubahan di Indonesia. Atau setidaknya kita menemukan orang-orang baru semacam Surono. Semoga !!!

Ditulis di desa Wonoayu, kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo (160708).

Ditemukan Beragam Pelanggaran Pilkada Jatim

Warta Jatim, Surabaya - Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur menemukan sejumlah pelanggaran dalam pemilihan gubernur 23 Juli lalu. Bahkan, panitia pemilihan juga melakukan pelanggaran.

Ketua Panwas Pilkada Jawa Timur Sri Sugeng Sijiatmiko menyatakan pelanggaran terjadi di Kabupaten Lamongan, Sampang, Ponorogo, dan Kota Surabaya. Jenis pelanggaran beragam, dari mengarahkan pemilih mencoblos pasangan tertentu hingga politik uang.

Sugeng menyebutkan, panitia pemilihan di Sampang melakukan pelanggaran memajukan waktu penghitungan suara yang seharusnya pukul 13.00 menjadi pukul 11.00. Perubahan ini berdasarkan kesepakatan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di salah satu desa.

Meski tidak akan ada sanksi atas pelanggaran itu, Panwas akan menyelidiki apakah semua pemilih di desa itu sudah menggunakan hak pilih. "Kami belum mengetahui apa alasan perubahan jadwal itu. Namun, kami berjanji menyelidikinya," kata Sugeng, Kamis (24/7).

Panwas Pilkada Jawa Timur belum menerima laporan adanya pemilihan suara ulang. Berdasarkan aturan, pemungutan suara ulang akan dilakukan jika ditemukan bukti seorang pemilih memilih dua kali atau petugas KPPS menyuruh pemilih menandai surat suaranya. Penghitungan hasil suara akan diulang jika para saksi tidak dapat menyaksikan dengan jelas penghitungan suara. (red)

38,51% Pemilih di Jawa Timur Golput

Warta Jatim, Surabaya - Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak suara atau memilih golput dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008 cukup tinggi. Lembaga Survei Indonesia melansir jumlah pemilih yang datang ke tempat pemilihan suara (TPS) se-Jawa Timur 61,49%.

Kota Surabaya termasuk yang paling rendah jumlah partisipasi pemilihnya dibandingkan kabupaten dan kota lain di Jawa Timur. Hasil survei LSI menyebutkan tingkat partisipasi pemilih di Surabaya hanya 51,55%.

Anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Jawa Timur Didik Prasetiyono menyatakan hasil survei jumlah pemilih itu belum dapat menyimpulkan banyak warga yang memilih golput. Banyak faktor yang mempengaruhi pemilih untuk tidak datang ke TPS.

Menurut dia, pemilih tidak datang ke TPS salah satunya karena sedang tidak di Jawa Timur. Misalnya buruh migran atau pekerja di luar kota. "Saya pikir faktor ini yang paling banyak di kota Surabaya. Angka yang benar-benar golput sebenarnya kecil sekali," kata Didik, Kamis (24/7).

Didik yang juga Ketua Kelompok Kerja Logistik KPU mengatakan akan meyakinkan pemilih untuk menggunakan hak pilih pada pemilihan putaran kedua. Dia mengaku khawatir melihat sedikit pemilih yang menggunakan hak suara dalam pemilihan gubernur. "Jika memang benar yang dikatakan LSI, KPUD akan bekerja lebih keras melakukan sosialisasi," katanya. (red)

Selasa, 22 Juli 2008

Tinggi, Kekerasan terhadap Anak di Gresik

Warta Jatim, Gresik - Angka kekerasan terhadap anak di wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur, cukup tinggi dan sebagian besar merupakan kekerasan seksual. Pelaku biasanya orang dekat yang dikenal baik oleh korban.

Hal itu dikatakan Ketua Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Gresik Nur Khosiah. Selama Juni 2008 saja lembaga yang dipimpinnya menerima 17 pengaduan kasus kekerasan terhadap anak. Dari angka itu, 70% di antaranya merupakan kekerasan seksual.

Anak-anak juga menjadi korban penelantaran oleh orang tua atau dipekerjakan. "Rata-rata pelaku kekerasan seksual tersebut berusia dewasa dan akrab dengan korban. Selain itu, pelaku biasanya saudara atau tetangga dekat korban. Ini sangat ironis," kata Nur Khosiah, Selasa (22/7).

Selain menjadi korban kekerasan, anak-anak juga menjadi korban konsumerisme. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Gresik AKP Fadli Widiyanto mengatakan, kasus pencurian yang melibatkan anak-anak di bawah umur pada tahun 2008 meningkat. Salah satu penyebabnya adalah kemiskinan.

Berdasarkan catatan Polres Gresik, anak-anak biasanya mencuri karena ingin bermain Play Station, uang jajan kurang, atau tidak mempunyai uang untuk menonton pertunjukan. "Intinya, mereka ingin memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh orang tua," kata AKP Fadli Widiyanto.

Untuk mengurangi tindak kriminal yang melibatkan anak-anak, Polres Gresik mengajak seluruh masyarakat membina dan membimbing anak, terutama yang tergolong miskin. "Kami sudah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini. Sekarang tinggal bagaimana penerapannya di lapangan," kata AKP Fadli Widiyanto. (red)

Senin, 21 Juli 2008

Kejati Jatim Akan Eksekusi Mati 2 Terpidana Lagi

Warta Jatim, Surabaya - Setelah mengeksekusi terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng, kini Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyiapkan eksekusi 5 terpidana mati lain. Dua terpidana di antaranya akan dieksekusi sebelum Pemilihan Umum April 2009.

Kepala Sub-Bagian Humas dan Laporan Kanwil Departemen Hukum dan HAM Jawa Timur Noor Prapto mengatakan, 2 terpidana mati yang akan dieksekusi terlebih dahulu adalah Sugiarto alias Sugik dan Raheem Abeje.

Sugiarto adalah terpidana pembunuhan berencana keluarga Sukardjo di Jojoran, Surabaya, tahun 1997. Sedangkan Raheem Abeje warga negara Cordoba, yang dijatuhi hukuman mati setelah terbukti menyelundupkan 5,4 kilogram heroin di Bandar Udara Juanda tahun 1999.

Departemen Hukum dan HAM Jawa Timur menyatakan siap menfasilitasi pelaksanaan hukuman mati yang akan dilakukan Kejaksaan. " Pak Hendarman Supandji selaku Jaksa Agung sudah mengeluarkan perintah. Sekarang tinggal Kejati melaksanakannya," kata Noor Prapto, Senin (21/7).

Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Abdul Azis mengakui hal tersebut. Menurut dia, sinyal pelaksanaan eksekusi terhadap 2 terpidana semakin kuat karena sudah ada pemberitahuan dari Kejagung. "Saat ini kami tinggal menunggu surat resmi dari Kejaksaan Agung untuk menjalankan eksekusi mati terhadap terpidana," katanya. (red)

Sabtu, 19 Juli 2008

Hari-hari Terakhir Sugeng


DI halaman tengah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo, terdapat taman indah dengan bermacam jenis bunga dan pepohonan. Salah seorang narapidana tekun menyirami bungan dan pohon itu satu per satu. Sambil mengisap rokok kretek, pria yang rambutnya memutih ini memilah kotoran yang hinggap di pohon-pohon tersebut.

"Kok cuma bengong, Mas! Ke sini saja kalau ingin melihat hasil kerja saya selama di LP ini," ujar Sugeng, terpidana mati kasus pembunuhan keluarga marinir di Surabaya pada tahun 1988.

Di salah satu sudut taman LP itu kami bercerita pengalaman masing-masing. Hingga akhirnya aku mendengarkan pengakuan pria kalem ini. Pria ini mengungkapkan kegalauan hatinya menjelang pelaksanaan eksekusi mati yang diperkirakan tak lama lagi dilaksanakan.

Sugeng mengaku mendapatkan banyak manfaat selama mendekam di penjara. Salah satunya adalah rasa "kebahagiaan" bersama dengan tahanan lain. Dan yang terpenting, ia juga merasa menemukan jati dirinya kembali, setelah hilang akibat peristiwa pembunuhan itu.

Untuk mengisi kejenuhan dan kepenatan selama di penjara, Sugeng menghabiskan waktu dengan kegiatan mempercantik taman. Dia ingin berbagi ilmu dengan sesama tahanan, terutama cara membudidayakan tanaman yang akhir-akhir ini mendadak mahal: adenium, gelombang cinta, bonsai, dan beberapa jenis bunga lain. "Hitung-hitung bila saya tidak lagi ada di tempat ini, tanaman bisa menjadi kenang-kenangan bagi teman-teman dan semua yang ada di sini," katanya.

Selain bercocok tanam, Sugeng mengaku lebih banyak berdoa setelah mendengar kabar bahwa ia dan ibunya, Sumiarsih, akan segera dieksekusi oleh regu tembak Brimob Polda Jawa Timur. Bahkan dalam beberapa hari terakhir pria kelahiran Jombang ini sering tidur larut malam untuk berdoa dan memohon ampun atas segala perbuatannya. Sugeng pun siap menerima nasib dan pasrah kepada Tuhan bila harus mati di hadapan regu tembak.

Sebelum dieksekusi mati, Sugeng meminta LP Porong untuk tidak membatasi siapa pun yang akan membezuknya. Termasuk mantan istri yang direlakannya untuk menikah lagi. Namun, beberapa hari terakhir Sugeng dimasukkan ruang isolasi. Tak satu pun orang yang boleh menemuinya.

Sugeng juga berpesan kepada sesama tahanan untuk ikhlas dan sabar menerima hukuman. Menurut dia, dengan merenung, berdoa, menerima, dan ikhlas, semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana Tuhan.

Salah satu bentuk keikhlasan diwujudkan Sugeng dengan memberikan kebebasan kepada sang istri untuk menikah lagi begitu dirinya dijatuhi pidana mati. Dia memilih jalan itu karena kehidupannya tidak bisa diharapkan lagi, sedangkan sang istri masih memiliki masa depan yang panjang.

Sugeng juga berharap pemerintah lebih tegas dalam menentukan batas maksimal waktu bagi narapidana yang akan dieksekusi agar nasibnya tidak terkatung-katung. Idealnya, menurut dia, paling tidak mulai proses banding sampai grasi 5 sampai 7 tahun sudah final dan bisa eksekusi.

Dia juga ingin mengetuk rasa kemanusiaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menerima permohonannya untuk menjalani hukuman seumur hidup. Sebab, bagi dia, 20 tahun di penjara menunggu eksekusi adalah penyiksaan batin yang berat.

Jika memang harus tetap menjalani eksekusi, Sugeng akan meminta agar dipertemukan dengan Sumiarsih, ibunya yang kini mendekam di LP Kelas II Sukun, Malang. Bila bertemu ibunya, dia ingin memeluk dan berlutut memohon pengampunan sebagai seorang anak. "Bagaimanapun sebagai seorang anak, saya merasa berdosa sekali atas perbuatan yang pernah saya lakukan. Mohon permintaan saya ini dikabulkan," katanya sambil membasuh air mata yang menetes di pipinya.

Sugeng juga meminta dimakamkan di tanah kelahirannya, Jombang. Karena, kehidupan awalnya dimulai di Jombang, dia ingin akhir hidupnya juga di kota itu.

Sebelum mengakhiri pembicaraan, Sugeng berpesan kepada saya untuk sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup. Sebuah pesan yang amat berkesan karena yang berkata seseorang yang sebentar lagi harus mengakhiri hidup di hadapan regu tembak. (red)

* Tulisan ini berdasarkan penuturan terpidana mati Sugeng, saat di LP Porong.

Sumiarsih dan Sugeng Ditembak Berdampingan

Warta Jatim, Surabaya - Terpidana mati pembunuh keluarga perwira Marinir, Sumiarsih dan Sugeng ditembak berdampingan oleh 2 regu tembak. Pengacara terpidana mendesak hukuman mati dihapuskan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hal itu diungkapkan Sutedja Djaja Sasmita salah seorang pengacara Sumiarsih dan Sugeng yang menyaksikan eksekusi terhadap kedua terpidana. Menurut Djaja Sasmita, setibanya di lokasi, regu tembak melakukan eksekusi dengan jarak sekitar 5 meter.

Menurut Djaja Sasmita, Sumiarsih dan Sugeng yang mengenakan pakaian serba putih didudukkan berdampingan dengan mata ditutupi kain hitam. Meski 12 anggota regu tembak secara bersamaan melepaskan tembakan, namun hanya 1 senapan berisi peluru yang menewaskan terpidana.

" Posisi saya saat itu, tepat 50 meter dari tempat eksekusi berlangsung. Saat ditembak, tidak terdengar suara apapun dari mulut kedua terpidana," ujar Djaja Sasmita, Sabtu (19/7).

Djaja Sasmita mengatakan dijemput petugas Kejaksaan untuk menyaksikan eksekusi tersebut. Dia mengaku tidak mengetahui lokasi eksekusi, karena sejak berangkat jendela mobil yang menjemputnya ditutup rapat.

Djaja Sasmita kecewa dengan keputusan pelaksanaan eksekusi mati terhadap kliennya. Sebab, selama 20 tahun dalam penjara kedua kliennya bersikap baik. Dia berharap hukuman mati dihapuskan dari KUHP, karena hukuman ini tidak berprikemanusiaan.

Sumiarsih dan Sugeng dieksekusi di hadapan regu tembak Polda Jatim, Sabtu dinihari sekitar pukul 00. 31 WIB. Dua terpidana mati kasus pembunuhan keluarga Marinir Letkol Purwanto ini dibawa keluar dari Rutan Medaeng, Sidoarjo sekitar pukul 23.58 WIB dengan menggunakan 6 mobil Kijang bernomor polisi sama, yakni W 567 MM.

Keenam mobil itu kemudian dibagi dalam 3 kelompok. Ada yang bergerak ke arah Pasuruan dan Mojokerto, serta 1 mobil berputar menuju Surabaya. Semuanya melaju cepat tanpa pengawalan, sehingga menyebabkan wartawan kesulitan membuntuti dan mengetahui mobil mana yang membawa kedua terpidana.

Setelah diotopsi di RSUD Dr Soetomo,Surabaya, kedua jenasah dimakamkan berdampingan di tempat pemakaman umum Lowokwaru, Malang. (red)

Pemda Jember Beri Pengobatan Gratis BMI

Warta Jatim, Surabaya - Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur memuji Pemerintah Kabupaten Jember yang peduli terhadap buruh migran. Baru-baru ini Pemda Jember mengesahkan Instruksi Bupati mengenai pelayanan kesehatan gratis bagi buruh migran yang dipulangkan dalam kondisi sakit.

Ketua SBMI Jawa Timur Moch Kholili mengatakan langkah Pemkab Jember itu harus ditiru pemerintah daerah lain dalam melindungi buruh migran. Sebab, rata-rata buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri dipulangkan dalam kondisi sakit.

Sebagian besar buruh migran sakit karena mengalami tindak kekerasan di negara tempat bekerja. "Rata-rata dari mereka mengalami sakit liver dan depresi berat karena penyiksaan yang dilakukan aparat," ujar Kholili.

SBMI Jawa Timur meminta pemerintah memberikan fasilitas pelayanan kesehatan gratis bagi buruh migran yang dipulangkan. Mereka juga mengusulkan pusat perlindungan terpadu di Surabaya yang mudah diakses masyarakat. (red)

Selasa, 15 Juli 2008

Petugas Kejari Sidoarjo Aniaya Tahanan

Warta Jatim, Sidoarjo - Delapan petugas Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, menganiaya tersangka kasus pemalsuan obat gosok yang sedang dirawat di rumah sakit. Akibatnya, tersangka Tonny tidak sadarkan diri.

Hal itu dikatakan Agus Sis Winarno, kuasa hukum Tonny, Senin (15/7). Menurut Agus, penganiayaan itu terjadi pada Kamis (3/7) saat 8 petugas Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang dipimpin Kepala Seksi Pidana Umum mendatangi kamar perawatan Tonny. Mereka memaksa membawa Tonny kembali ke rumah tahanan.

Tonny dipaksa keluar kamar perawatan dengan jarum infus masih menancap di lengan. Selain dipaksa keluar kamar, Tonny diinjak-injak oleh petugas Kejari. "Meski waktu itu Tonny kejang-kejang, mereka tetap memaksa mengeluarkan Tonny. Ini keterlaluan," kata Agus.

Lisya Jane Ingkiriwang, istri Tonny, mengatakan sudah melaporkan perlakuan petugas Kejari itu ke Komnas HAM Jakarta, Direktur Reserse dan Kriminal Polda Jatim, dan Komisi Kejaksaan.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Sidoarjo Agung Putranto membantah bawahannya menganiaya tersangka. Menurut dia, Tonny dikeluarkan dari RSUD Sidoarjo atas rekomendasi dokter. "Kami tidak pernah mencabut infus di tangan Tonny, karena yang melakukan adalah perawat RSUD."

Tonny dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo karena komplikasi beberapa penyakit. Tonny ditahan sejak 29 Mei lalu atas laporan Sally Paduli, kakak kandungnya. Selama di rumah tahanan kesehatan Tonny menurun drastis. (red)

Pilihan Golput Tidak Langgar Hukum

Surabaya - Pilihan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum 2009 atau golongan putih (golput) tidak melanggar hukum dan undang-undang.

Hal itu ditegaskan Priyatmoko, pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya. Pilihan golput baru melanggar hukum jika disertai upaya menghalang-halangi orang lain untuk mengunakan hak pilih. "Karena masyarakat memilih golput dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan," kata Priyatmoko.

Meski demikian, Priyatmoko mengingatkan, konsekuensi politik bagi warga negara yang memilih golput adalah menerima apa pun hasil pemilihan umum.

Istilah golput (golongan putih) dipopulerkan pada Pemilu 1973 oleh sejumlah tokoh, di antaranya Arief Budiman, Julius Usman, dan Adnan Buyung Nasution. Mereka mengkritik pemilu yang tidak demokratis dengan menciptakan gambar partai segi lima kosong sebagai tandingan peserta pemilu yang dinilai membelokkan cita-cita membangun demokratisasi. (red)

Sugeng Minta Perlindungan Komnas HAM

Warta, Jatim, Surabaya - Sugeng, terpidana mati pembunuhan keluarga perwira marinir di Surabaya, akan meminta perlindungan Komnas HAM. Dia merasa diperlakukan tidak adil karena sudah menjalani hukuman penjara hampir 20 tahun selama menungu eksekusi.

Sugeng merasa dirinya menjalani hukuman ganda jika dieksekusi bulan ini. Jika eksekusi dilaksanakan, dia dan ibunya (Sumiarsih) adalah terpidana mati pertama yang dieksekusi setelah 20 tahun dipenjara.

''Saya berharap Komnas HAM merespons pengaduan saya. Ketidakadilan terjadi bila saya menjalani eksekusi. Hak saya sebagai warga negara telah dirampas. Masak sudah menjalani hukuman 20 tahun, sekarang harus menerima hukuman mati," kata Sugeng saat ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Porong, Sidoarjo.

Sugeng mengatakan, narapidana yang menghuni LP cukup lama berhak mendapat penilaian perubahan perilaku dan mendapat keringanan hukuman. ''Bukan saya takut mati, tapi setidaknya perubahan perilaku selama pembinaan harus mendapat penilaian. Setidaknya bisa meringankan hukuman."

Pria kelahiran Jombang, 15 September 1964, ini mengaku mengajukan grasi sejak pemerintahan Presiden Soeharto dan Megawati. Surat jawaban penolakan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tertanggal 27 Mei 2008 baru diterima LP Porong 10 Juni lalu.

Setelah menerima pemberitahuan, Sugeng kembali mengajukan grasi. Dia mengacu pada UU 22/2002 tentang Grasi yang menyebutkan terpidana berhak mengajukan grasi 2 kali. ''Saya masih punya satu kesempatan lagi, karena UU tidak berlaku surut,'' kata pria yang gemar merawat tanaman selama dipenjara ini. (red)

Jumat, 11 Juli 2008

Kepala SD di Surabaya Aniaya 4 Siswa

Warta Jatim, Surabaya - Sunarto, Kepala Sekolah SDN Ketabang Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka penganiaya 4 siswa kelas I sekolah dasar. Polwiltabes Surabaya telah menyelidiki kasus penganiayaan ini selama 1,5 bulan.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polwiltabes Surabaya AKP Eusebia Torimtubun mengatakan, Sunarto dijerat Pasal 352 KUHP atas dugaan penganiyaan ringan terhadap 4 muridnya. Penetapan tersangka sesuai dengan hasil pemeriksaan saksi dan korban.

Polwiltabes akan tetap memproses kasus penganiayaan itu, meski salah seorang korban mencabut laporan ke kepolisian. Polisi akan segera memanggil Sunarto untuk menjalani pemeriksaan. "Meski 1 di antara 4 orang tua siswa mencabut laporan, ini tidak mengubah penetapan Sunarto sebagai tersangka, karena masih ada 3 laporan lagi," kata Eusebia Torimtubun.

Penganiyaan terhadap FT, HK, EL, dan DM terjadi 27 Mei lalu. Empat siswa kelas I SD Ketabang itu mengalami luka lecet dan memar akibat dijewer Sunarto karena tidak mengenakan seragam pramuka. Orang tua korban kemudian melaporkan kasus penganiayaan ini ke polisi.

Kepala Bidang Pendidikan TK dan SD Dinas Pendidikan Surabaya Sigit Priyo Sembodo mengatakan, menyerahkan penyelesaian kasus ini pada kepolisian. Dia mengaku tidak dapat melakukan tindakan apa pun karena kasus tersebut sudah diproses polisi. (red)

Sebelum Eksekusi Sugeng Minta Bertemu Ibu

Warta Jatim, Surabaya - Menjelang eksekusi Sugeng, terpidana mati pembunuh keluarga marinir di Surabaya, meminta bertemu ibunya, Sumiarsih. Permintaan terakhir itu akan dipenuhi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur 3 hari sebelum eksekusi dilakukan.

Asisten Pidana Umum Kejati Jatim Made Suratmaja mengatakan, permintaan Sugeng akan dikabulkan tim eksekutor Kejaksaan. "Menjelang eksekusi, kami akan memberikan kesempatan tersebut," ujar Made Suratmaja.

Sebelumnya Sugeng yang dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Porong, Sidoarjo, mengatakan ingin bertemu ibunya sebelum berhadapan dengan regu tembak. "Sebelum mati saya ingin bertemu dengan ibu saya untuk terakhir kali," ujarnya.

Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia Jawa Timur Sjamsul Bachri mengaku siap memfasilitasi permintaan terakhir Sugeng, namun masih harus menunggu persetujuan tim eksekutor Kejaksaan.

Sumiarsih dan Sugeng akan dieksekusi pada bulan Juli ini setelah peninjauan kembali yang diajukan ditolak Mahkamah Agung. Ibu dan anak itu dijatuhi hukuman mati karena kasus pembunuhan berencana keluarga Letkol (Mar) Purwanto pada 13 Agustus 1988. (red)

Rabu, 09 Juli 2008

Menghitung Hari, Menunggu Regu Tembak

Warta Jatim, Malang - Siang itu cuaca cerah bergelanyut di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kebonsari, Sukun, Malang. Namun, ada satu wanita yang terlihat lelah duduk bersandar di pinggir terali besi. Dia adalah Sumiarsih, 59 tahun. Perempuan asal Surabaya ini sedang menanti hari-hari terakhir kehidupannya di hadapan regu tembak, usai penolakan Peninjauan Kembali (PK) perkaranya dari Mahkamah Agung.

Sumiarsih bersama dengan Djais Prayitno, suaminya dan anaknya, Sugeng, Nano HP, Daim serta Serda Polisi Adi Saputro, didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Letkol Marinir Purwanto, istri, dua anak, dan satu keponakan pada 13 Agustus 1988. Pembunuhan dilakukan dengan cara menghantam kepala korban dengan kayu, kemudian mayatnya dimasukkan ke mobil korban, dan dibuang di jurang Songgoriti, Batu, Malang.

Adi Saputro telah divonis mati melalui pengadilan koneksitas Mahmil III-12 Surabaya pada 9 November 1988 dan telah dieksekusi pada 30 November 1992. Sedangkan Sugeng dan Adi Prayitno juga dihukum mati. Sugeng kini masih mendiami LP Porong. Adi Prayitno yang ditahan di Lapas Porong Sidoarjo meninggal di RSUD Sidoarjo karena penyakit jantung.

Dalam penuturannya, Sumiarsih mengaku bisa menerima jika harus mengakhiri hidupnya di hadapan regu tembak. Ia juga mengaku yakin dengan pertolongan Tuhan saat ini. Bahkan dalam doa-doanya bersama dengan tiga rekan sesama tahanan, Sumiarsih ingin menerima kematian secara wajar. "Saya bukannya takut menghadapi kematian, Mas," kata Sumiarsih. "Tapi saya tidak tega melihat bagaimana perasaan anak saya saat mengetahui diri saya harus meninggal dengan cara seperti ini," tambahnya.

Meski terkesan berat, Sumiarsih berharap permintaannya bisa didengar oleh aparat penegak hukum. Sebagai warga negara, kata Sumiarsih, dirinya sangat mengharapkan hak-haknya. Baginya, di usianya yang hampir 60 tahun ini, tidak akan lama lagi meninggalkan dunia fana ini, seperti apa yang dialami suaminya, Djais Prayitno.

Sumiarsih mengatakan, walaupun hari-hari sisa dihupnya bisa dihitung, namun ingin memberikan sesuatu hal yang sangat berkesan bagi para penghuni Lapas lainnya. Salah satunya dengan membagikan jilbab warna merah muda buatan sendiri, yang diberikan sebagai kado kenang-kenangan untuk kepala Lapas tempatnya kini mendekam.

Kado kenang-kenangan tersebut diberikan Sumiarsih saat kalapas mengunjunginya bersama kepala divisi pemasyarakatan Kanwil Depkum dan HAM Jatim, T. Darmono di ruang tempat Sumiarsih menenangkan diri.

Tidak itu saja. Sumiarsih juga membuat boneka dari benang dan memberikan pelatihan atau pendampingan kepada narapidana lain untuk membuat karya kerajinan lain. Semuanya dilakukan Sumiarsih, agar bisa melupakan proses eksekusi mati yang diperkirakan berlangsung selama kurang lebih 1 minggu ke depan.

Dalam kesempatan tersebut, Sumiarsih menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban atas peristiwa yang berlangsung pada bulan Agustus 1988 silam. "Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan permohonan maaf atas semua yang pernah kami lakukan kepada keluarga korban," ujarnya dengan ekspresi menyesali pembunuhan tersebut.

Sedangkan bagi pihak keluarga yang ditinggalkan, Sumiarsih berpesan agar tabah dan menerima cobaan yang diberikan Tuhan. Sumiarsih berharap, kematiannya tidak membebani seluruh keluarganya. Baginya, biarlah semua yang terjadi ini menjadi tanggungannya.

Memang, pasca penolakan PK dari Mahkamah Agung, Sumiarsih hanya bisa pasrah dan berdoa di tengah keyakinannya akan masuk surga setelah mati di hadapan regu tembak. Sementara di lain pihak, seluruh aparat mulai dari jajaran Polda Jatim, Kejati, hingga Lapas Wanita Kelas II Kebonsari, Sukun, Malang siap melaksanakan eksekusi Sumiarsih. Meski belum ditentukan kapan dan dimana eksekusi akan dilakukan, namun diperkirakan Sumiarsih harus meregang nyawa di hadapan regu tembak di bulan ini. (red)

Korban Trafficking Perlu Penanganan Khusus

Warta Jatim, Surabaya - Penanganan hukum kasus perdagangan manusia harus bersinergi dengan rehabilitasi psikologis bagi para korban. Terapi psikologi selain memulihkan kondisi kejiwaan, juga dapat mencegah korban terjebak dalam kasus yang sama.

Staf Divisi Pendampingan Korban Koalisi Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Surabaya Nur Laili mengatakan, kasus perdagangan manusia terutama terjadi karena kondisi ekonomi. Sehingga penanganan psikologi juga harus mendapat perhatian lebih. "Karena para korban sebagian besar didorong faktor ekonomi, maka sangat rentan sekali menjadi korban kembali," ujar Nur Laili, Selasa (8/7).

Nur Laili mendesak kepolisian dapat membongkar jaringan kejahatan perdagangan manusia sampai ke akarnya. Dia mendesak pemerintah dan kepolisian dapat bekerja sama memberantas kejahatan perdagangan manusia.

"Kelemahan para penegak hukum di Indonesia selama ini adalah tidak tegas terhadap para pelaku trafficking. Tidak jarang, aparat penegak hukum menerima suap dari mereka. Salah satu contoh adalah kasus pelepasan tersangka trafficking di Polres Surabaya, setelah tersangka membayar Rp 6 juta," kata Nur Laili.

Menurut Nur Laili para pelaku perdagangan manusia biasanya adalah orang dekat korban, termasuk keluarga. Ironisnya mereka tidak sadar telah menjadi bagian dari jaringan perdagangan manusia. "Saya berharap kepada aparat keamanan untuk memberikan rasa aman kepada korban. Bagaimanapun, para korban trafficking pasti mengalami trauma berat, sehingga perlu penanganan khusus." (red)

Selasa, 08 Juli 2008

Kejati Jawa Timur Siapkan Regu Tembak

Warta Jatim, Surabaya - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Purwosudiro mengaku sudah menerima petunjuk teknis eksekusi terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng dari Kejaksaan Agung. Eksekusi ibu dan anak terpidana mati pembunuhan keluarga marinir di Surabaya itu dipastikan akan dilakukan bulan ini.

Kejaksaan Tinggi Jatim akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Surabaya dan Polda Jatim untuk menyiapkan regu tembak dari Satuan Brigade Mobil. Namun hingga kini belum menentukan tempat dan waktu tepat eksekusi akan dilaksanakan. "Yang jelas kami akan melakukan rapat internal kembali untuk menentukan tempat dan waktu pelaksanaan eksekusi tersebut. Nanti akan ada konfirmasi lebih lanjut," ujar Purwosudiro di kantornya, Selasa (8/7).

Secara terpisah Kepala Seksi Intel Kejaksaan Tinggi Jatim AF Darmawan mengatakan terpidana mati biasanya akan diberi tahu soal eksekusi 3 hari sebelum pelaksanaan. "Dalam waktu 3 hari itu terpidana mati akan diberi surat penolakan grasi. Sebelumnya terpidana mati akan dibina mentalnya dan ditanya soal permintaan terakhir," kata AF Darmawan yang pernah menjadi jaksa eksekutor Astini, terpidana mati kasus mutilasi asal Kampung Malang, Surabaya. (red)

Warga Segel Rusunawa Tanah Merah Surabaya

Warta Jatim, Surabaya - Pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di kawasan Tanah Merah, Surabaya, terus diprotes warga. Pembangunan rumah sederhana bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah itu terhenti karena warga menyegel pintu masuk menuju area proyek.

Anwar, warga Tanah Merah, mengatakan warga akan tetap menyegel pintu masuk menuju proyek jika tuntutan tidak dipenuhi Pemerintah Kota Surabaya. Menurut dia, Pemkot Surabaya pernah berjanji membangun jalan dan saluran air untuk warga sekitar proyek Rusunawa Tanah Merah, namun hingga kini tidak direalisasikan.

"Kalau memang Pemerintah Kota Surabaya tidak segera melaksanakan janji tersebut, jangan salahkan warga bila melakukan perlawanan dengan menutup semua akses pembangunan," ujar Anwar, Selasa (8/7).

Anwar menuturkan, Pemkot Surabaya menanggapi protes warga dengan berjanji membangun fasilitas umum bagi warga sekitar rumah susun itu pada September nant. iNamun, warga tidak percaya begitu saja, karena Pemkot sudah berkali-kali ingkar janji.

Saat ini aktivitas pembangunan rumah susun sederhana sewa di Tanah Merah terhenti. Warga menyegel jalan masuk menuju lokasi proyek dan menempelkan sejumlah poster menolak pembangunan rumah susun di daerah tersebut. (red)

Jumat, 04 Juli 2008

Polisi Surabaya Lepaskan Tersangka Trafficking

Warta Jatim, Surabaya - Anggota Polres Surabaya Selatan melepaskan tersangka pelaku perdagangan anak. Reserse ini diduga menerima uang suap Rp 6 juta untuk melepaskan tersangka.


Kasus perdagangan anak itu terungkap dari laporan warga yang mengetahui seorang anak di bawah umur dipekerjakan di sebuah wisma di Jalan Jarak Gang II A No 8, Surabaya. Polisi kemudian menangkap Lestari, pemilik wisma sekaligus mucikari. Setelah diperiksa, tersangka dilepaskan karena membayar Rp 6 juta.


Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Surabaya Selatan AKP Yimmy Kurniawan mengaku tidak mengetahui kasus tersebut. Dia mengatakan akan mengecek kasus tersebut. Kepala Bagian Binamitra Polres Surabaya Selatan Kompol Dulmajid mengaku tidak pernah menerima laporan dari penyidik atau Kasatreskrim soal penangkapan tersangka perdagangan anak. "Coba cek ke Kasatreskim, barangkali mendapatkan jawaban yang pas," ujarnya.


Koordinator LSM Anak Ceria Agus Zaery menyatakan kecewa atas sikap Polres Surabaya Selatan yang melepaskan tersangka perdagangan anak. Melepaskan tersangka trafficking merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum. "Seharusnya polisi membangun citra diri yang baik. Kalau budaya suap seperti ini terus berlangsung, apa jadinya Indonesia?" kata Agus Zaery.


Agus mengingatkan, tersangka perdagangan manusia seharusnya dijatuhi hukuman setimpal. Selain melanggar hukum, perdagangan anak juga menghancurkan masa depan anak. "Saya tuntut kepolisian mengungkap kasus ini. Beri kepercayaan kepada masyaraka," ujarnya.

Pendapatan Nelayan Lamongan Anjlok


Warta Jatim, Lamongan - Kenaikan harga bahan bakar minyak mengurangi pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Melambungnya harga BBM memaksa nelayan mengurangi wilayah melaut.


Slamet, nelayan Desa Temenggung, Lamongan, mengatakan pendapatannya dari melaut menurun drastis akibat kenaikan harga BBM. Sebelum harga solar naik, ikan tangkapan nelayan di desanya mencapai 100 ton per hari. Namun, setelah harga BBM naik, ikan tangkapan berkurang menjadi 40 ton per hari. "Dengan keadaan ini, kami sebagai nelayan sangat tertekan," ujar Slamet.


Hal senada diungkapkan Nasipan, pedagang ikan di pasar ikan Desa Temenggung. Pengeluarannya bertambah 2 kali lipat setelah harga BBM naik. Sebelum harga solar naik, harga 1 peti ikan Rp 370.000 dan kini Rp 440.000 per peti. "Bisa dibayangkan berapa biaya yang harus saya keluarkan setiap hari untuk mengirim ratusan peti ikan ke Jakarta. Itu belum termasuk ongkos sopir dan tukang angkut," katanya.


Menurut Nasipan, melambungnya biaya pengiriman ikan tidak hanya terjadi pada ongkos kirim. Es batu untuk mengawetkan ikan juga naik dari Rp 5.000 per balok menjadi Rp 7.000. Setiap hari Nasipan memerlukan minimal 50 balok es. (red)

Ibu & Anak Terpidana Mati Segera Dieksekusi

Warta Jatim, Surabaya - Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur belum tahu waktu eksekusi terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng. Padahal, Selasa (2/7) lalu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum AH Ritonga menyatakan eksekusi akan dilaksanakan bulan Juli ini.


Sumiarsih dan Sugeng akan dieksekusi setelah peninjauan kembali yang diajukan kepada Mahkamah Agung ditolak. Ibu dan anak itu dijatuhi hukuman mati karena kasus pembunuhan berencana keluarga Letkol (Mar) Purwanto pada 13 Agustus 1988.


Kepala Sub-Bagian Humas dan Laporan Depkum HAM Jatim Noor Prapto menyatakan yang berwenang menentukan waktu eksekusi Kejaksaan Agung, lalu didelegasikan ke kejaksaan tinggi setempat. Setelah itu kejaksaan tinggi mendelegasikan keputusan kepada kantor wilayah dan kepala lembaga pemasyarakatan.


Noor Prapto mengaku hingga kini LP Wanita Kelas II A Kebonsari, Malang, belum mendapat pemberitahuan waktu eksekusi. "Kami dan Kalapas belum mengetahui kapan dan di mana pelaksanaan eksekusi akan dilakukan," kata Noor Prapto.

Sumiarsih dan Sugeng dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 19 Januari 1989. Kedua terpidana divonis bersalah membunuh Purwanto, istri, 2 anak, dan 1 keponakannya. Sumiarsih dan Sugeng membunuh keluarga itu karena terlilit utang Rp 37 juta. (red)

Mensos: PT Minarak Jangan Paksakan Relokasi

Warta Jatim, Sidoarjo - Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah meminta PT Minarak Lapindo Jaya tidak memaksa warga yang tidak ingin direlokasi. Anak perusahaan PT Lapindo Brantas itu itu harus memberikan kebebasan krpada warga untuk memilih format ganti rugi yang diinginkan.


Menurut Menteri Sosial, pembangunan rumah di Perumahan Kahuripan Nirwana Village di Desa Jati, Sidoarjo, hanya salah satu pilihan format ganti rugi. "Saya telah tekankan kepada PT Minarak Lapindo Jaya, pembangunan perumahan untuk warga korban adalah salah satu di antara opsi yang ditawarkan," kata Bachtiar di Sidoarjo, Kamis (3/7).


Menurut Bachtiar, terdapat sekitar 600 kepala keluarga warga korban lumpur Lapindo yang menolak format ganti rugi sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Dia meminta warga menerima format ganti rugi sesuai perpres itu. "Bagi mereka yang menolak format ganti rugi ini, saya harapkan bisa memenuhi dan menaati peraturan yang ada," ujarnya.


Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam mengharapkan ada batas waktu penyerahan sertifikat jual beli rumah sebagai syarat pembayaran ganti rugi 20% bagi korban lumpur. Batas waktu tersebut diperlukan agar PT Minarak dapat memproses pembayaran sisa ganti rugi 80%.


Menurut Andi, 12 ribu keluarga telah menerima pembayaran ganti rugi 20% dengan nominal total Rp 657 miliar. Sedangkan pembayaran ganti rugi 80% telah diberikan kepada 337 keluarga. (red).

Kecewa Terpidana Dibebaskan, Keluarga Korban Pembunuhan Sandera Hakim

Warta Jatim, Sidoarjo - Marah dan kecewa atas putusan hakim yang membebaskan mantan terdakwa pembunuh anaknya, Sudrajat menyandera hakim. Sudrajat bersama sejumlah massa memblokir pintu keluar ruang hakim sehingga hakim tunggal I Nyoman Dedi tidak dapat keluar.


Sudrajat mengaku tidak dapat menerima putusan bebas yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kamis (3/7), terhadap Salim dan Huda Rihwanto. Menurut dia, kedua mantan terdakwa itu jelas membunuh Aditya Surya Nugraha pada Februari lalu.


"Saya jelas tidak terima. Mengapa hakim membebaskan pembunuh anak saya? Padahal mereka sudah terbukti melakukan pembunuhan. Ini sangat tidak adil," kata Sudrajat.


Hakim tunggal I Nyoman Dedi yang memimpin sidang mengatakan kedua mantan terdakwa awalnya dijerat 2 pasal, yakni UU Perlindungan Anak Pasal 80 dan KUHP Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. "Dalam visum tidak ditemukan sebab-sebab kematian dan kedua terdakwa membantah ikut membunuh."


Menurut I Nyoman Dedi, bukti lain yang menguatkan putusannya membebaskan mantan terdakwa adalah keterangan sejumlah saksi, yaitu penjual minuman dan Anshori, pembantu korban yang tidak mengetahui terjadinya pembunuhan. "Bagaimana saya menghukum kedua terdakwa melakukan pembunuhan, bila tanpa bukti yang kuat?"


Sampai petang hakim I Nyoman Dedi tidak keluar dari ruangan hakim. Akhirnya Sudrajat bersama para pendukungnya membubarkan diri. Mereka mengaku akan berkoordinasi dengan Polres Sidoarjo untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. "Saya harap, sebagai korban kami bisa mendapatkan keadilan atas kematian anak saya," katanya. (red)