Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Selasa, 21 Juni 2011

Migrant Institute Desak Cabut Izin PJTKI Nakal


Warta Jatim, Surabaya - Migrant Institute mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan jasa pengiriman TKI ilegal. PJTKI nakal kerap memalsukan dokumen buruh migran sehingga kesulitan mendapat perlindungan hukum.  

Menurut Manager Migrant Institute, Ali Yasin, pemerintah sudah lemah melindungi BMI sejak mengurus dokumen sebelum pemberangkatan. ”Banyaknya persoalan yang dialami buruh migran tidak lepas dari lemahnya pengawasan terhadap PJTKI,” kata Ali Yasin, Selasa (21/6).

Ali Yasin mengatakan, eksekusi mati Ruyati binti Satubi membuktikan lemahnya diplomasi pemerintah dalam melindungi buruh migran. ”Pemerintah terbukti tidak memberikan pembelaan dan perlindungan hukum kepada Ruyati,” ujar Ali Yasin.

Migrant Institute menuntut pemerintah membebaskan 23 buruh migran yang sedang menunggu eksekusi mati di Arab Saudi. (red)

Rabu, 08 Juni 2011

Walikota Surabaya Tolak Tutup Dolly


Warta Jatim, Surabaya – Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menyatakan tidak akan menutup lokalisasi Dolly. Sebelumnya, Dinas Sosial Surabaya dan Kecamatan Sawahan merencanakan menutup Dolly 2 tahun lagi.

Menurut Risma, pihaknya mempertimbangkan efek penutupan Dolly terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat mengantungkan hidup dari parkir dan membuka warung di lokalisasi Dolly. 

”Saya tegaskan, kami harus memikirkan efek sebelum melakukan penutupan,” kata Risma.. 

Risma memilih fokus pada pemberdayaan pekerja seks komersial dan masyarakat yang tinggal di lokalisasi. Diantaranya memberikan pelatihan keterampilan sehingga PSK dapat alih profesi. 

Pemerintah Kota Surabaya akan membatasi jam operasional lokalisasi Dolly dari pukul 09.00-01.00. Wisma juga dilarang menerima PSK baru. Pemkot menargetkan jumlah PSK turun dari 1.132 orang menjadi 750 pada akhir tahun 2012. (red)

3 Sekolah Digusur untuk Tanggul Lapindo


Warta Jatim, Sidoarjo– Tiga sekolah di Desa Pejarakan dan Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, tutup. Lahan sekolah terkena proyek perluasan tanggul penahan lumpur Lapindo.

Tiga sekolah tersebut adalah TK Dharma Wanita Persatuan di Desa Pejarakan dan Desa Besuki, serta madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah Jawairul Ulum yang berada dalam satu kompleks sekolah di Desa Besuki.

Kepala TK Dharma Wanita Persatuan, Siti Fatimah mengatakan, pihaknya diberi waktu mengosongkan sekolah hingga 18 Juni 2011. TK Dharma Wanita Persatuan saat ini memiliki 8 murid kelas B dan 6 murid kelas A.

Siti mengaku pernah mencoba meminta penundaan penggusuran hingga tahun depan, menunggu siswa kelas A naik ke kelas B. ”BPLS bersikukuh menutup sekolah dengan alasan akan dibuat tanggul,” kata Siti.

Pihak sekolah memberi keleluasaan pada guru non-pegawai negeri sipil untuk memilih tempat mengajar baru. Guru PNS menunggu perintah mutasi kerja dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo. 

Humas BPLS, Ahmad Khusaeri mengakui rencana menutup 3 sekolah di Pejarakan dan Besuki. Menurut dia rencana penutupan sekolah tidak mendadak dan sudah disosialisasikan dengan pengurus sekolah.

“Kami hanya sebagai pelaksana instruksi pemerintah. Kami harap masyarakat menyadari itu,” ujar Khusaeri. (red)

Plazmokefree Award untuk Kampung Bebas Rokok


Warta Jatim, Surabaya – Heru Subijanto, warga RT 7 RW 6, Kelurahan Bulaksari, Wonokromo, Surabaya, menerima Plazmokefree Award dari Surabaya Plaza Hotel. Heru dinilai berhasil mengembangkan konsep kampung bebas rokok.

Plazmokefree Award tahun 2011 diikuti 20 peserta dan terpilih 5 orang finalis. Heru Subijanto dengan konsep kampung bebas asap rokok. Susetijowati, guru yang giat mengkampanyekan gerakan antirokok kepada siswa melalui aksi teaterikal.

Teguh Ardisrianto, jurnalis yang aktif di Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL). Djoko Wismono dengan konsep sekolah bebas asap rokok, dan Dr Mohammad Arief Muljadi yang mengembangkan terapi antirokok melalui SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). 

General Manajer Surabaya Plaza Hotel, Yusak Anshori mengatakan, penghargaan ini diharapkan memotivasi masyarakat agar mendukung lingkungan bebas asap rokok. ”Kami berharap semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi. Tahun pertama penyelenggaraan, kami anggap berhasil,” kata Yusak Anshori, Senin (6/6). 

Kata Heru, mewujudkan kampung bebas asap rokok tidak mudah. Butuh kebersamaan warga. ”Meski belum sempurna, setidaknya sejak Desember 2010 kampung kami bebas asap rokok,” ujar Heru. 

Menurut Heru, warga kampungnya sekarang setuju untuk tidak berjualan rokok. Dia berharap, kampung bebas asap rokok dapat diterapkan di seluruh daerah di Kota Surabaya. 

Surabaya Plaza Hotel melibatkan tim Kesehatan dan Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Kardiovaskuler Indonesia, dan Sentra Advokasi Lingkungan Bebas Rokok sebagai tim juri Plazmokefree Award. (red)

Lumpur Mengeras di Porong


Lima tahun lumpur PT Lapindo Brantas ”mengeras” di Porong. Tak terhitung luas sawah dan banyaknya rumah yang berubah menjadi lautan lumpur.

Anak-anak Desa Besuki dan Pejarakan kehilangan kawan. Sekolah ditutup. Mereka dipaksa pindah oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), karena rumah dan sekolah akan dijadikan tanggul. (red)

Luka Lapindo di Keluarga Purwaningsih


Lumpur Lapindo tak hanya menenggelamkan Sidoarjo. Membakar harapan dan kehidupan.

Suara berderit mengiringi upaya Purwaningsih turun dari dipan. Dengan kedua kaki diperban, perempuan 52 tahun ini akhirnya berhasil turun dari dipan, sekadar untuk melepas penat.

Purwaningsih adalah korban ledakan gas metan lumpur Lapindo di Desa Siring, Porong, , Sidoarjo, 7 September 2010. Hingga hampir setahun penderitaan Purwaningsih belum berakhir. Luka bakarnya masih sekitar 70 persen. Devi Purbawiyata, 22 tahun, sang anak, yang mengalami luka bakar serius, saat ini tinggal menjalani fase pemulihan kulit.

Purwaningsih capek berada di dalam kamar setiap hari di rumahnya di Jalan WR Supratman 3, RT 7 RW 2, Desa Gedang, Kecamatan Porong. Namun, ia tidak berdaya. Luka bakarnya belum juga pulih. Jangankan untuk berjalan, untuk berdiri saja, bisa dipastikan darah akan mengucur dari luka bakar di kedua kakinya. 

Akibatnya, selama delapan bulan ini dia tidak pernah mandi. Segala aktivitas dasar dilakukan di atas ranjang, dari makan, minum, hingga buang air besar.

Satu-satunya yang menguatkan adalah perhatian dan kesetiaan Devi dan Hardi Wiyoto, suaminya. Keduanya tidak lelah merawat Purwaningsih. "Saya bersyukur memiliki suami dan anak yang setia merawat. Ini berkat yang luar biasa dari Tuhan," ujar Purwaningsih.

Janji Pemerintah
Pengobatan yang harus dijalani Purwaningsih tidak mudah. Ia harus rutin mengontrol kondisi luka bakar di kedua kakinya. Di antaranya dua minggu sekali rawat jalan di Rumah Sakit Vincentius A Paulo, Surabaya.

Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Sekali rawat jalan, harus mengeluarkan Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu. Angka yang terbilang sangat besar bagi keluarga Purwaningsih, karena suaminya tidak bekerja lagi setelah usaha toko sembako mereka pailit pada tahun 2007.

Ongkos rawat jalan itu memang masih terbilang lebih murah, dibandingkan saat harus menjalani operasi di Rumah Sakit Vincentius A Paulo. Purwaningsih harus menjalani operasi tiga kali dengan biaya sekitar Rp 60 Juta.

Untuk memenuhi biaya operasi, keluarga Purwaningsih menggadaikan sertifikat rumah sebesar Rp 50 juta. Itu pun masih kurang. Namun, Purwaningsih bersyukur, karena kekurangan biaya operasi dan pengobatan dibantu jemaat gereja dan masyarakat yang peduli.

Purwaningsih mengaku geram terhadap Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Pemeintah Provinsi Jawa  Timur, dan Badan Pelaksana Lumpur Sidoarjo. Sebab, ketiga instansi tersebut ingkar janji. Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, misalnya, berjanji menanggung seluruh biaya pengobatan hingga sembuh. Namun, kenyataannya Purwaningsih dipaksa pulang oleh Rumah Sakit Daerah Sidoarjo sebelum sembuh.

Purwaningsih menjalani perawatan di rumah sakit milik pemerintah itu selama 35 hari. Namun, dengan pelayanan buruk. Bahkan, dia disuruh pulang dengan alasan luka bakar mulai membaik. Padahal, menurut Purwaningsih, sebenarnya pihak rumah sakit mengaku tidak bisa terus merawat karena biaya pengobatan sudah dihentikan oleh pemerintah dan BPLS. 

"Dengan menahan luka bakar yang masih sakit, saya dipaksa meninggalkan rumah sakit. Marah sekali rasanya saat itu," tuturnya.

Melihat kondisi kesehatan dan keluarganya, Purwaningsih masih berharap pemerintah menepati janji membiayai pengobatan dirinya. Dia meminta suami dan anaknya menemui Bupati Sidoarjo Saiful Illah dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf.

Purwaningsih masih berharap pemerintah mau mendengar jeritannya. Apalagi saat ini seluruh kehidupan keluarganya menjadi tanggungan tetangga, jemaat gereja, serta masyarakat yang peduli. Terlebih sejak sang suami mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa. Sang anak pun drop out dari Universitas Surabaya akibat kondisi ekonomi keluarga yang terus memburuk.

Malam Petaka
Purwaningsih masih mengingat dengan jelas petaka 7 September 2010. Malam itu dia bersama suami dan anaknya sedang menonton televisi sembari menunggu pembeli di warung makannya.

Tiba-tiba api menyambar dan membakar rumah, setelah muncul bau gas metan yang menyengat. Api menyambar tubuh Purwaningsih yang berada di warung. Devi pun tak luput dari jilatan api. Hardi sedikit beruntung, karena bisa menyelamatkan diri dengan masuk ke bak mandi.

Purwaningsih terkapar dengan tubuh dan pakaian ludes terbakar. Dengan sisa tenaga dia berteriak minta tolong. Jeritannya didengar Suparno, tetangga, yang kemudian menolong membawa Purwaningsih ke rumah sakit di Sidoarjo.

Selain rumah Purwaningsih, api juga membakar dua rumah tetangga, Okki Andrianto dan Suncono. Bubble atau pusat semburan air lumpur bercampur gas metan pun membara. Petugas pemadam kebakaran dan ahli gas yang didatangkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo kewalahan memadamkan bubble yang terbakar.

Lokasi rumah yang terbakar dengan pusat semburan lumpur Lapindo Brantas berjarak sekitar 1 kilometer. Desa Siring Barat berada di barat tanggul atau Jalan Raya Porong. Meski tidak terdampak langsung lumpur Lapindo, warga setiap hari dihantui ketakutan akan ledakan gas lumpur Lapindo. Apalagi perkampungan penduduk Siring Barat sudah dikepung bubble gas metan.

Kini Purwaningsih hanya bisa berharap luka bakarnya segera sembuh dan dia bisa kembali bekerja. Setidaknya bisa memulai usaha warung makan yang dulu  menjadi penopang kehidupan keluarganya.

Perempuan Ojek Lapindo


Perempuan bersayap besi. Tegar berdiri.

Herawati bertudung topi lebar. Berjaket tebal dengan kacu bendera Amerika Serikat melingkari leher. Siang itu panas menikam ubun-ubun di Porong, Sidoarjo.

Herawati tidak canggung berada di antara puluhan lelaki pengojek yang mangkal di tanggul lumpur Lapindo. Jauh di tengah danau lumpur, rumahnya dulu di Desa Siring tak tampak lagi.

”Ojek pilihan terakhir saya. Meski harus berjuang melawan sengatan matahari, tetap akan saya lakukan untuk menghidupi keluarga,” kata Herawati.

Herawati mengojek sejak tahun 2007. Saban hari dari pukul 7 pagi hingga malam, dia mengitari tanggul dari Siring, Kedung Bendo, Renokenongo, Mindi, hingga Jatirejo, mengantar turis wisata lumpur.

Sebelum suaminya Muhtah meninggal, dan Desa Siring belum tenggelam, Herawati punya warung. Keuntungannya jualan lumayan untuk menghidupi keluarga.

Sekarang kebutuhannya semakin banyak. Anak pertamanya yang berusia 12 tahun, Ria Maharani, duduk di kelas VI SD Candipari, Porong. Tahun depan masuk SMP. Anak keduanya, Katrina Maharani, 4,5 tahun.

Pendapatannya setiap hari tidak tentu. Jika banyak pengunjung, Herawati dapat mengantongi uang Rp 50 ribu. Tapi dia juga pernah tidak mendapat penumpang sama sekali.

“Untuk besaran tarif, kami menentukan batasan tarif minimal. Atau tergantung nego dengan penumpang,” ujar Herawati.

Selain mengojek, Herawati juga menjual VCD berisi rekaman meluapnya lumpur Lapindo 5 tahun lalu. VCD tersebut dijual dengan kisaran harga Rp 10 ribu hingga Rp 25 ribu. Pendapatan dari menjual VCD digunakan untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Di tanggul Lapindo ada 3 perempuan pengojek. Selain Herawati ada Muamalah dan Muslikah. Mereka bergabung dalam Paguyuban Ojek Tanggul Lumpur Lapindo.

Ketika pertama berdiri, Paguyuban Ojek memiliki 300 orang anggota. Kebanyakan mereka, mantan buruh yang pabriknya ditenggelamkan lumpur PT Lapindo Brantas. Pengojek mangkal tersebar di 8 titik tanggul.

Sekarang hanya 100 pengojek yang tersisa. Kebanyakan berhenti setelah mendapat ganti rugi dan mampu membeli rumah. ”Teman-teman banyak yang keluar jadi tukang ojek.”

Apalagi jumlah pengunjung sekarang jauh berkurang. Jumlah pengunjung meningkat hanya pada masa liburan sekolah. Itupun belum pasti mereka menggunakan jasa ojek untuk berkeliling melihat hamparan lumpur.

Paguyuban Ojek Tanggul Lumpur Lapindo mengutip iuran seribu rupiah dari setiap anggota tiap hari. Uang itu disimpan dan akan digunakan untuk menyumbang jika ada anggota yang sakit atau meninggal.

Menurut Herawati anaknya mengaku kerap malu pada teman dan tetangga karena memiliki ibu berprofesi pengojek. Butuh waktu memberi pengertian soal pilihan profesi yang terpaksa diambilnya.

Namun tantangan paling berat ketika harus menghadapi penumpang laki-laki yang usil. Herawati sering dirayu penumpang yang mengajaknya kencan. Biasanya, sikap menolak dengan cara halus namun tegas, efektif untuk mengatasi penumpang jahil.

Meski Herawati sudah mendapat rumah baru di Desa Candipari, kondisinya tidak senyaman kampung halamannya di Siring. Herawati sudah akrab dengan warga Siring. Mencari uang di Siring juga lebih gampang.

“Setiap malam, sesempit apapun saya selalu berusaha untuk bercengkerama dengan anak-anak. Karena itu saya memilih tidak menghadiri kegiatan kampung,” ujar Herawati.

Herawati berharap, PT Minarak Lapindo Jaya segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi. Dia baru menerima ganti rugi Rp 80 juta dari Rp 150 juta yang seharusnya diterima. Pembayaran cicilan ganti rugi juga macet selama 3 bulan terakhir.

Herawati berniat berhenti mengojek setelah ganti rugi lunas. Dia ingin kembali merintis usaha kecil-kecilan. “Anak saya harus menjadi orang sukses. Sebisa mungkin mereka terus sekolah.”

Senin, 11 April 2011

Ulat Bulu Ancam Pusat Penghasil Mangga Jatim


Warta Jatim, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur mewaspadai penyebaran hama ulat bulu terutama di daerah sentra penghasil mangga. Pusat perkebunan mangga di Pasuruan, Situbondo, Bondowoso, dan Gresik terancam serangan hama ulat bulu. 

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, penyebaran ulat bulu di Kabupaten Probolinggo bisa menjadi pelajaran. Puluhan ribu batang pohon mangga di Probolinggo gagal panen akibat serangan hama ulat.

Petani diperkirakan rugi ratusan juta rupiah. ”Untuk satu pohon mangga, petani bisa mendapatkan hasil 400 ribu rupiah sampai 500 ribu rupiah. Tinggal dikalikan saja berapa kerugian petani,” kata Soekarwo. 

Soekarwo memprediksi penyebaran hama ulat bulu akan berlangsung hingga 4 bulan. Wilayah penyebaran hama diperkirakan meluas ke daerah lain di Jawa Timur.

Menurut Soekarwo, serangan hama ulat bulu disebabkan perubahan iklim dan perusakan habitat oleh manusia. ”Kami harap bupati dan wali kota memiliki mekanisme memberantas ulat bulu.”

Kepala Dinas Pertanian Jatim, Wibowo Eko Putra mengatakan, pihaknya mencegah penyebaran hama ulat bulu dengan membakar dan menyemprotkan obat pembasmi hama. Dia berharap hujan segera turun sehingga mempercepat pemulihan pohon mangga. (red)

Ulama Madura Ancam Jamaah Syiah Sampang


Warta Jatim, Surabaya- Jamaah Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur mengaku diteror Badan Silaturahmi Ulama Madura. Mereka terancam diusir dari Sampang jika tidak mengakui ajaran Ahl al-Sunnah wal Jamaah.

Ketua Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi) Sampang, Ustad Tajul Muluk mengatakan, teror Badan Silaturahmi Ulama Madura semakin menjadi. Dia kecewa Majelis Ulama Indonesia dan Kepolisian Sampang tidak menghentikan teror tersebut. 

Menurut Tajul Muluk, Musyawarah Pimpinan Daerah Sampang juga ikut memaksa Jamaah Syiah mengikuti ajaran Ahl al-Sunnah wal Jamaah. ”Intinya kami dihadapkan pada pilihan yang sulit. Mereka memaksa kami ikut aliran mereka atau kami keluar dan mati,” ujar Tajul Muluk. 

Tajul Muluk kecewa atas sikap petinggi Nahdlatul Ulama (NU) Sampang yang ikut mendesak Jamaah Syiah menentukan pilihan ajaran agama. ”Saya sampai saat ini dianjurkan untuk menumpang di Mapolresta Sampang, demi keselamatan,” katanya. 

Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Mutawakil Allalah mengecam teror terhadap Jamaah Syiah di Sampang. Dia mengutuk tindakan warga NU yang terlibat dalam teror tersebut. 

Menurut Mutawakil, Syiah masih masuk golongan Islam. ”Di aliran Syiah mereka mengkultuskan Sayidina Ali. Sikap ini yang membedakan dengan umat Islam lainnya. Namun seharusnya tidak perlu diperdebatkan,” kata Mutawakil. (red)

Masjid Cheng Ho Wujud Toleransi Agama


Warta Jatim, Surabaya - Islam menghargai keberagaman dan toleransi budaya? Jawaban tersebut dapat ditemukan dalam arsitektur Masjid Muhammad Cheng Ho, di Jalan Gading, Surabaya.

Jika bangunan masjid pada umumnya menggunakan arsitektur Jawa atau Arab, arsitektur Masjid Cheng Ho mirip Klenteng tempat ibadah umat Khonghucu.

Pengurus Masjid Muhammad Cheng Ho, Hasan Basri mengatakan, arsitektur masjid menyerupai masjid Niu Jie di Beijing yang berusia seribu tahun. Hampir seluruh sisi Masjid Cheng Ho mengandung pesan keberagaman dan toleransi.

”Islam tidak mengajarkan kekerasan. Masjid Cheng Ho dibuat untuk menyampaikan pesan ini,” kata Hasan.

Ruang tempat imam atau khatib ketika salat dibuat menyerupai pintu gereja. Hal ini memberi pesan bahwa Islam mengakui dan menghormati keberadaan Nabi Isa, serta mencintai perdamaian dan toleransi antar umat beragama.

Masjid Cheng Hoo banyak didatangi umat Budha, Tao maupun agama lainnya. Diantara pengunjung ada yang memberikan penghormatan kepada Laksamana Cheng Hoo.

Laksamana Cheng Hoo adalah utusan Kaisar China pada masa Dinasti Ming yang mendapat tugas mengunjungi kerajaan lainnya di kawasan Asia. Laksamana Cheng Hoo dikenal sebagai muslim yang taat dan rendah hati.

Masjid Muhammad Cheng Hoo mulai dibangun 15 Oktober 2001 dan selesai 28 Mei 2003. Kompleks masjid berada di atas tanah seluas 21 x 11 meter dengan luas bangunan 11 x 9 meter. (red)

Warga Porong Dipaksa Serahkan Tanah


Warta Jatim, Surabaya  - Pemerintah menetapkan sistem konsinyasi untuk membebaskan lahan di Desa Wunut dan Pamotan, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Langkah ini dipilih agar pembangunan jalan arteri Porong yang melewati wilayah Desa Pamotan, Wunut, Kesambi, dan Kebonagung, segera rampung. 

Dengan sistem konsinyasi ini Pemprov Jawa Timur memberikan kewenangan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Sidoarjo menentukan harga tanah 48 warga Desa Pamotan dan Wunut. P2T akan menitipkan uang ganti rugi pada Pengadilan Negeri Sidoarjo. Selanjutnya warga pemilik tanah bisa mengambil uang ganti rugi tersebut.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, penerapan konsinyasi dilakukan agar target penyelesaian jalan arteri Porong pada Agustus 2011 terpenuhi. Apalagi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo gagal melobi 48 warga di dua desa itu. "Konsinyansi harus dilakukan dan tidak ada alasan bagi warga untuk menolak.
Mereka harus mengikuti aturan yang kita tentukan," kata Soekarwo. 

Gubernur menegaskan, proses konsinyansi sudah berjalan 94%. Dijadwalkan 6% sisanya selesai pada akhir April ini. Selanjutnya Pemprov akan meminta BPLS melanjutkan pembangunan 7 kilometer jalan arteri dari 14 kilometer jalan arteri yang ditentukan. 

Selain Pemprov Jatim dan BPLS, proses konsinyansi akan melibatkan Kepolisian dan Kejaksaan. Gubernur Soekarwo berharap sistem konsinyasi berjalan lancar dan diterima warga Wunut dan Pamotan. 

Meski pemerintah sudah menetapkan konsinyasi, sebagian warga menyatakan menolak cara tersebut. Kastawi, misalnya, menyatakan tetap menolak konsinyansi, karena pemerintah tidak pernah transparan soal harga tanah dan bangunan. 

"Selama belum ada keterbukaan soal harga tanah dan bangunan. Kami akan terus menolak konsinyasi," kata Kastawi, warga Desa Kesambi, yang menolak melepaskan tanahnya untuk pembangunan jalan arteri Porong. Menurut Kastawi, warga yang menolak konsinyasi diintimidasi sejumlah aparat pemerintah agar mau melepaskan tanahnya. (red)

Kamis, 07 April 2011

Pangdam V Janji Tak Intervensi Kongres PSSI


Warta Jatim, Surabaya – TNI tidak akan mengintervensi Kongres PSSI di Surabaya, 2 Mei mendatang. Pasukan TNI hanya bersiaga di markas dan baru bergerak ke lokasi kongres jika diperlukan. 

Hal itu dikatakan Panglima Komando Daerah Militer V Brawijaya Mayjen TNI Gatot Nurmantyo di Surabaya, Kamis (7/4). Pangdam V menyatakan TNI berkomitmen mengamankan Kongres PSSI dan yakin masyarakat Jawa Timur siap menjadi tuan rumah yang baik. "TNI tidak ada niatan intervensi. Nantinya TNI hanya bertugas mengamankan kongres dan akan mengeluarkan pasukan jika memang diperlukan," katanya.

Secara terpisah, Kepala Bidang Internal LBH Surabaya Rizal Alifi menilai seharusnya TNI tidak turut campur dalam masalah PSSI. Apalagi UU TNI menegaskan TNI bertugas melindungi kedaulatan negara dan menangkal serangan dari luar. "Kongres PSSI tidak membahayakan NKRI, apalagi kepala negara. Seharusnya cukup Kepolisian yang menangani masalah keamanan saat kongres," ujarnya. 

Rizal menilai pernyataan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Gatot Nurmantyo yang siap mengamankan kongres tidak tepat. Ia justru mencurigai ada kepentingan tersembunyi TNI untuk “bermain” di Kongres PSSI. Apalagi nama Kepala Staf TNI AD Jendral George Toisutta masih mencuat sebagai salah satu calon ketua umum PSSI. (red)

Jatim Siap Amankan Kongres PSSI


Warta Jatim, Surabaya - Kongres PSSI secara resmi digelar di Surabaya, 2 Mei mendatang. Penegasan itu disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo seusai menerima KPPN, PSSI Surabaya, PSSI Jatim, dan Deputi Bidang Pembinaan dan Prestasi Kemenpora Djoko Pekik Irianto, di Surabaya. 

Soekarwo menyatakan akan segera mengintensifkan koordinasi dengan berbagai pihak, agar kongres PSSI aman dari segala gangguan. "Kami siap memfasilitasi dan mengamankan jalannya kongres. Kami sudah koordinasi dengan Kepolisian maupun TNI," kata Soekarwo. 

Anggota Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional Saleh Ismail Mukadar mengatakan, setelah Gubernur menyatakan kesiapan memfasilitasi kongres PSSI, pihaknya dan Komite Normalisasi akan menyusun draf acara yang berpedoman pada statuta FIFA dan tidak memihak salah satu kubu. 

KPPN akan berusaha semaksimal mungkin mempersiapkan kongres PSSI, meski batas waktu yang diberikan FIFA sangat sempit. "Karena semua pihak sudah siap, kami akan usahakan kongres berjalan dengan baik, dibandingkan di Pekanbaru lalu," kata Saleh.(red)

Warga Kalimas Baru Tolak Penggusuran


Warta Jatim, Surabaya - Warga Kalimas Baru, Kelurahan Perak Utara, Kecamatan Pabean Cantian, berunjuk rasa di depan gedung DPRD Surabaya. Mereka menolak rencana penggusuran oleh PT Kereta Api Daops VIII.

Koordinator aksi Agus Tri Marsono mengatakan, PT KA arogan karena tidak pernah mengajak warga ber dialog. Mereka melakukan sosialisasi yang disertai tekanan. Klaim PT KA atas tanah di Kalimas Baru juga tidak benar. Pada dengar pendapat 1 April lalu dengan Komisi A DPRD Surabaya dinyatakan tanah yang ditempati warga merupakan hak pengelolaan lahan (HPL) PT Pelindo III. 

"Pelindo III menegaskan tanah yang kami tempati milik mereka. Jadi, PT KA tidak berhak melakukan pengosongan atau penggusuran," kata Agus.

Secara terpisah, Asisten Manajer Eksternal PT KA Daops VIII Surabaya Herry Winarno mempermasalahkan HPL yang dimiliki PT Pelindo III. Menurut dia, PT Pelindo III dan PT KA sudah menandatangani MoU soal angkutan kereta api.

Setelah pertemuan dengan Komisi A, PT Pelindo III, dan warga, PT KA memutuskan tidak mengosongkan ataupun menggusur rumah warga Kalimas Baru sampai ada keputusan tetap dari pemerintah. "PT KA dan PT Pelindo, dengan mediasi Komisi A DPRD Surabaya, akan menemui Menteri Perhubungan dan Menteri Negara BUMN untuk mengetahui kepastian status pengelolaan tanah di Kalimas Baru," kata Herry.

Menurut Herry, rencana pengosongan tanah untuk mengoptimalkan dan mengembalikan fungsi aset PT KA. Antara lain untuk kelancaran angkutan di Perak Utara. Untuk itu dibutuhkan setidaknya lahan seluas 326.165 meter di Kalimas Baru untuk operasional dan emplasmen. Saat ini lahan di Kalimas Baru yang ditempati warga seluas 93.616 meter. PT KA akan menggusur 44 rumah di RT 9 RW 13 dan 17 rumah di RT 6 RW 1.(red)

Daging Impor Ancam Ketahanan Pangan


Warta Jatim, Surabaya - Gubernur Jawa Timur akan mengeluarkan larangan daging impor masuk ke wilayahnya. Dikhawatirkan daging impor mengganggu swasembada dan ketahanan pangan di Jawa Timur. 
Stok daging lokal di Jatim saat ini berlimpah. Bahkan, menyuplai untuk Jateng, Banten, Jabar, dan DKI Jakarta. "Saat ini stok daging di Jatim mencapai 136 ribu ton. Sedangkan kebutuhan di Jatim hanya 55 ribu ton. Jadi, kami tegaskan, Jatim tidak butuh daging impor," kata Gubernur Soekarwo. 
Soekarwo menegaskan, pemerintah akan semaksimal mungkin berpihak pada peternak dan pedagang daging. Apalagi, sejak masuk daging impor ke Indonesia, harga sapi lokal terus menurun. Akibatnya, hampir 80% sapi betina disembelih dan dagingnya dioplos dengan daging sapi jantan untuk dijual. 
Jawa Timur akan mendesak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan atau aturan yang mewajibkan pasar modern mengisi 50% stok daging dengan produk lokal. Hal ini sangat diperlukan untuk melindungi produksi daging lokal yang kian terancam daging impor.
Menteri Pertanian Suswono menyatakan tidak mempermasalahkan penolakan daging impor di Jatim. Sebab, impor daging hanya diberlakukan untuk mengatasi kekurangan stok daging lokal. Pemerintah akan terus menurunkan impor daging. Ditargetkan tahun 2013 hanya ada 25% daging impor.
Menteri Suswono menyatakan akan segera mengeluarkan regulasi yang mengatur pasar modern agar memberikan porsi lebih pada daging lokal. "Kalau bisa dipenuhi oleh dalam negeri, mengapa harus impor?" kata Suswono di Surabaya. (red)

Minggu, 27 Maret 2011

Warga Kalidawir Tuntut Program City Gas


Warta Jatim, Sidoarjo – Warga Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, menolak pengeboran sumur PT Lapindo Brantas karena tidak pernah mendapatkan gas dari pengeboran di desa mereka. Permintaan dimasukkan Program City Gas belum juga dipenuhi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sudah beberapa kali warga Kalidawir minta wilayahnya masuk Program City Gas. "Warga meminta Lapindo Brantas dan Kementerian Energi dan SDM mengalokasikan 900 sambungan gas ke rumah warga. Namun ditolak, sehingga warga tidak mengizinkan pengeboran ini," kata Kepala Desa Kalidawir Mochammad Anas.

Atas desakan warga, akhirnya Dirjen Migas Kementerian ESDM berjanji memasang saluran pipa gas di rumah warga Kalidawir pada Juni - Juli 2011. Mochammad Anas mengatakan, jika janji itu tidak direalisasikan, warga akan menolak rencana pengeboran sumur di desa mereka.

PT Lapindo Brantas menyatakan penolakan warga Kalidawir akan menghambat Program City Gas yang dicanangkan pemerintah pusat. "Ada kesalahan persepsi masyarakat. Kami tidak melakukan pengeboran, tapi hanya memperdalam sumur di Desa Kalidawir," kata Humas PT Lapindo Brantas Diaz Raichan, Jumat (25/3). 

Menurut Diaz, Program City Gas di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah menginvestasikan dana Rp 100 miliar untuk program ini. Hasil pengeboran sumur Kalidawir telah disalurkan ke 2.900 rumah di Kelurahan Kalirungkut dan Rungkut Kidul.

Saat ini sumur Lapindo di Kalidawir menghasilkan 5 juta Btu (British thermal unit). Pendalaman sumur, kata Diaz Raichan, diharapkan meningkatkan hasil pengeboran menjadi 10 juta Btu.(red)

Lumpur Lapindo Terus Gerus Sekolah


Warta Jatim, Sidoarjo – Menjelang lima tahun tragedi lumpur Lapindo di Sidoarjo, gedung sekolah yang rusak akibat lumpur terus bertambah. Setidaknya 36 bangunan TK hingga SMA rusak, belum termasuk gedung sekolah di tepi tanggul lumpur yang harus tutup atau pindah. 

Sekolah yang terkena lumpur Lapindo tersebar di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin. Sekolah swasta yang memiliki biaya biasanya pindah ke lokasi lain. Sedangkan sekolah negeri hanya dianggarkan dana APBD untuk perbaikan atau relokasi.

"Sekolah yang direlokasi biasanya digabungkan dengan sekolah terdekat. Sedangkan gurunya ditugaskan ke sekolah lain yang membutuhkan," kata Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo Agoes Budi Tjahjono.

Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo menyatakan tidak memiliki anggaran sosial untuk relokasi ataupun perbaikan gedung sekolah. Hanya ada anggaran untuk dampak lumpur Lapindo. "BPLS hanya melakukan pendataan. Perbaikan dan relokasi sekolah menjadi urusan mereka (Lapindo dan pemerintah)," kata humas BPLS Ahmad Khusaeri.

Menurut Khusaeri, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, biaya perbaikan dan relokasi sekolah yang masuk peta terdampak menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya. Namun, Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 dan Nomor 40 Tahun 2009 menyebutkan semua biaya perbaikan dan relokasi sekolah menjadi tanggungan pemerintah. 

Kepala SDN Pejarakan 1 Mudzakir Fakir mengatakan sudah tiga kali sekolahnya diterjang luberan lumpur Lapindo. Dia sudah sering mengajukan proposal perbaikan sekolah kepada pemerintah, namun tak ada tanggapan. Belum juga ada kepastian relokasi gedung sekolah yang akan dijadikan tanggul lumpur ini.(red)

Kamis, 24 Maret 2011

Berat Beban Kali Surabaya


Warta Jatim, Surabaya - Kali Surabaya sungguh mengenaskan. Limbah pabrik dan rumah tangga mencemari air yang merupakan sumber air minum warga. Kandungan merkuri 90 kali lipat dari kelayakan bahan baku air minum. Bakteri E-coli telah melebihi ambang batas.

Sungai yang melintasi kota Surabaya dari Warugunung di selatan hingga Jagir di timur, dan bermuara di Tanjung Perak dan Selat Madura, ini seperti tak terurus. Sepanjang bantaran bermunculan bangunan. Penambangan pasir liar pun terjadi hampir di sepanjang Kali Surabaya. (red)

Kamis, 17 Maret 2011

Warga Kalidawir Tolak Rencana Pengeboran Lapindo


Warta Jatim, Surabaya - Warga Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, menolak rencana pengeboran sumur minyak dan gas PT Lapindo Brantas di wilayah mereka. Sebelumnya Bupati dan DPRD Sidoarjo juga menolak eksplorasi sumur di Kalidawir.

Ahmad Saiku, tokoh masyarakat Kalidawir, mengatakan selama ini PT Lapindo Brantas hanya bisa mengeksplorasi minyak, namun tidak menyelesaikan persoalan sosial yang menimpa masyarakat di wilayah pengeboran dan korban lumpur di Porong.

Saiku meminta Bupati dan jajarannya berpikir ulang mengizinkan PT Lapindo Brantas melakukan pengeboran. "Lima tahun penderitaan korban lumpur harus dijadikan pedoman. Apalagi, kabarnya kompensasi yang diterima pemerintah Sidoarjo sangat jauh dibandingkan keuntungan Lapindo," kata Saiku. 

Di tempat terpisah, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Bupati Sidoarjo Saiful Illah mengapresiasi penolakan warga. Penolakan warga harus menjadi pertimbangan Bupati untuk mengeluarkan keputusan. "Bupati harus mengecek segala sesuatunya. Jika memang merugikan, saya menyarankan tidak ada lagi pengeboran. Karena akan meresahkan masyarakat," ujarnya. 

Gubernur mengaku hanya bisa memberikan imbauan kepada Bupati Sidoarjo. Soal menerima atau menolak rencana pengeboran PT Lapindo Brantas merupakan otoritas Bupati Sidoarjo. 

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan, pernyataan Bupati Sidoarjo menyerahkan keputusan pengeboran kepada warga merupakan bukti sikap tidak tegas. Sebagai pemimpin, seharusnya Bupati Saiful Illah dapat membuat keputusan menolak pengeboran. 

Catur mendesak pembatalan rencana pengeboran di Desa Kalidawir. Selain tidak menguntungkan masyarakat, PT Lapindo Brantas harus menyelesaikan persoalan sosial korban lumpur di wilayah Porong dan sekitarnya.(red)

Walhi: Segera Relokasi Warga Porong


Warta Jatim, Sidoarjo - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur mendesak pemerintah segera merelokasi warga kawasan Porong, Sidoarjo, yang berdekatan dengan kawasan pengeboran PT Lapindo Brantas. Temuan Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan kondisi Porong dan sekitarnya tidak layak huni. 

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Bambang Catur Nusantara mengatakan, jumlah wilayah yang tidak layak huni terus bertambah. Pada tahun 2009 Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan ada 9 RT yang tidak layak dan saat ini telah mencapai 49 RT. 

Selain permukiman, jumlah warga yang menderita gangguan saluran pernafasan atas (ISPA) juga terus meningkat. Pada tahun 2006 terdapat 26 ribu penderita dan saat ini sudah mencapai hampir 60 ribu penderita. "Seharusnya pemerintah tegas mengatakan kawasan Porong tidak layak dan warga harus segera relokasi," kata Bambang Catur, Kamis (17/3). 

Menurut Bambang Catur, jika kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan kondisi dalam jangka panjang akan semakin membahayakan warga. Apalagi pemerintah tidak pernah terbuka soal kondisi lingkungan di sekitar semburan lumpur. (red)

Walhi: Segera Relokasi Warga Porong


Warta Jatim, Sidoarjo - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur mendesak pemerintah segera merelokasi warga kawasan Porong, Sidoarjo, yang berdekatan dengan kawasan pengeboran PT Lapindo Brantas. Temuan Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan kondisi Porong dan sekitarnya tidak layak huni. 

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Bambang Catur Nusantara mengatakan, jumlah wilayah yang tidak layak huni terus bertambah. Pada tahun 2009 Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan ada 9 RT yang tidak layak dan saat ini telah mencapai 49 RT. 

Selain permukiman, jumlah warga yang menderita gangguan saluran pernafasan atas (ISPA) juga terus meningkat. Pada tahun 2006 terdapat 26 ribu penderita dan saat ini sudah mencapai hampir 60 ribu penderita. "Seharusnya pemerintah tegas mengatakan kawasan Porong tidak layak dan warga harus segera relokasi," kata Bambang Catur, Kamis (17/3). 

Menurut Bambang Catur, jika kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan kondisi dalam jangka panjang akan semakin membahayakan warga. Apalagi pemerintah tidak pernah terbuka soal kondisi lingkungan di sekitar semburan lumpur. (red)

Sabtu, 12 Maret 2011

Din Syamsudin: Data Wikileaks Tak Salah


Warta Jatim, Surabaya - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk segera melakukan tuntutan hukum atas pemberitaan dua media Australia, Sydney Morning Herald dan The Age yang bersumber dari Wikileaks. Jika tidak, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi bangsa Indonesia. 

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, jika memang Presiden merasa tidak pernah melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan, maka tuntutan hukum terhadap media yang memberitakan wajib dilakukan. Din juga menyarankan agar SBY menjelaskan fakta sesungguhnya atas tudingan korupsi sebagaimana dimuat dalam dokumen yang dibocorkan Wikileaks

"Jangan hanya lewat Jubir saja, namun harus ada statment resmi dari Presiden," kata Din Syamsudin di Surabaya, Sabtu (12/3)

Menurut Din Syamsudin, apa yang ditulis dua media Australia tersebut tidak sepenuhnya harus disalahkan. Apalagi, kalau melihat fenomena di dalam negeri, Presiden seringkali melakukan intimidasi terhadap lawan politik maupun pengkritik kebijakan pemerintah, seperti tokoh lintas agama. Hal itu dilakukan SBY melalui pembantu terdekatnya.

Tidak itu saja, kesan melindungi koruptor juga tampak dari sikap SBY yang seakan tidak segera menyelesaikan persoalan skandal Bank Century. Bahkan, kabarnya proses hukum skandal tersebut akan dihentikan. 

Din Syamsudin menegaskan agar semua pihak tidak menyalahkan pemberitaan di dua media Australia tersebut. Ia menyerankan agar semua pihak  membandingkan apa yang dibocorkan Wikileaks dengan fakta. "Jika memang kasus-kasus yang dibeberkan Wikileaks benar, maka itu adalah sebuah malapetaka bagi bangsa Indonesia," katanya.(red)

SK Gubernur Melahirkan Intimidasi terhadap Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya - Paska keluarnya SK Gubernur Jatim tentang pelarangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Timur, membuat anggota Jemaah Ahmadiyah mengalami tekanan psikologis. Diantaranya, pelarangan ibadah di masjid Ahmadiyah dan  sikap diskriminasi terhadap anak-anak JAI. 

Humas JAI Jatim Jerry C Gunadi mengatakan pihaknya sempat bersitegang dengan aparat kepolisian karena dilarang sholat Jumat di masjid An-Nur, Surabaya, milik JAI. Jerrty menilai sikap polisi semakin membuktikan kalau adanya salah tafsir soal SK Gubernur. Tidak itu saja, negara juga dianggap lemah dalam melindungi hak warga negara. 

" SK tersebut telah menimbulkan banyak multi tafsir. Untuk itulah perlindungan terhadap JAI mutlak diperlukan," ujar Jerry. 

Jerry menambahkan, hingga kini JAI terus mematangkan langkah untuk melakukan tuntutan hukum terhadap SK Gubernur yang dinilai ilegal itu. 

Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo membantah adanya tindakan intimidasi terhadap JAI di Jatim. Apalagi, dalam pertemuannya dengan JAI beberapa waktu lalu, ia sudah berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi seluruh JAI. 

" Tidak benar ada intimidasi terhadap JAI. Soal peristiwa di Malang, itu adalah ulah Aremania, yang akan berangkat ke Papua. Dan bukan perusakan atau intimidasi terhadap JAI, karena Polda dan jajarannya, sudah mengecek ke Malang," ujar Soekarwo, Sabtu (12/3). 

Soekarwo juga mempertanyakan sikap JAI yang akan mempermasalahkan SK yang diterbitkannya. Menurutnya, JAI sudah sepakat untuk tidak akan mempermasalahkannya SK tersebut. Apalagi, perwakilan JAI juga terlibat dalam perumusan SK tersebut. (red)

Kamis, 10 Maret 2011

GUIB Samakan Ahmadiyah dengan Komunis


Warta Jatim, Surabaya - Massa Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur berdemonstrasi di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (10/3). Mereka mendesak pemerintah membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan memperingatkan bahaya kebangkitan komunisme.

Koordinator aksi GUIB Arukad Jaswadi mengatakan, jika terus dibiarkan JAI akan membahayakan persatuan bangsa. “Dalam melawan komunis, pilihan kita hanya dua. Membunuh atau dibunuh. Begitu juga dengan keberadaan JAI,” kata Arukad, Kamis (10/3).

Menurut Arukad, gerakan komunis saat ini bergerak secara sistematis dalam lembaga negara. Mereka cenderung bergerak di bawah tanah, namun membangun struktur dengan rapi.

Selain menuntut pembubaran JAI, GUIB juga mendesak pemerintah menghentikan pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Mereka menilai RUU tersebut menyuburkan kader komunis di masyarakat. Polri juga diminta membentuk lembaga antikomunisme.

Di tempat terpisah, Kepala Departemen Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (Cmars) Akhol Firdaus mengatakan, pernyataan GUIB cenderung ngawur. Pernyataan itu bisa dikategorikan sebagai tindakan intoleransi, yang sengaja membakar masyarakat untuk melakukan persekusi (penghakiman massa).

Akhol menegaskan, pernyataan itu bisa berakibat buruk dalam penegakan HAM di Jawa Timur dan Indonesia. Apalagi selama ini polisi selaku aparatur negara tidak memiliki kekuatan dan tunduk pada persekusi atau penghakiman massa. “Polisi memiliki catatan buruk dalam penegakan HAM. Dan mereka selalu tidak berdaya. Untuk itulah, harus diwaspadai betul pernyataan sikap (GUIB) ini.”

Pada Minggu (6/2) sekitar pukul 10 pagi massa sekitar 1.500 orang menyerang Jemaat Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Terjadi perlawanan warga Ahmadiyah. Tiga warga Ahmadiyah tewas, yaitu Roni Ahmad, Adi Mulyadi, dan Tarno. Korban luka berat Ferdiaz, Deden Sujana, Baby, Masihudin, dan Apip.(red)

Lemah, Pengawasan Penempatan TKI


Warta Jatim, Surabaya - Permasalahan yang sering menimpa BMI Jawa Timur akibat lemahnya sistem pengawasan pemerintah terhadap kinerja perusahaan penempatan tenaga kerja. Dari 85 perusahaan penempatan TKI di Jatim, hanya 14 perusahaan yang dinyatakan baik.  

Minimnya perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PTKIS) yang layak menjadi penyumbang terbesar permasalahan buruh migran Indonesia, mulai penempatan hingga pencairan asuransi. “Jika ingin ada perbaikan, pemerintah wajib mencabut izin usaha PPTKIS yang bermasalah,” kata Hari Putri Lestari, koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Buruh Migran Indonesia (Jampibumi) Jatim.

Putri mendesak pemerintah segera mengumumkan PPTKIS bermasalah. Jika tidak dipenuhi, pihaknya akan mengumumkan kepada masyarakat.

Putri juga menyoroti proses kontrak kerja yang dilakukan BMI dengan PPTKIS. Sering dijumpai tanda tangan kontrak di kertas kosong. Akibatnya, buruh migran sering kehilangan hak, seperti asuransi, jika terjadi masalah.

Untuk perbaikan, Putri meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota agar berkoordinasi dengan kepala desa. Hal ini penting agar tidak terjadi penyelewengan dalam perekturan calon tenaga kerja.

Secara terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur Hary Sugiri mengakui sangat kesulitan mengawasi PPTKIS karena minimnya tim pengawas. Dia berjanji akan memperbaiki kinerja, terutama dalam pengawasan PPTKIS.

Mengenai desakan agar mengumumkan PPTKIS bermasalah, Hary mengatakan akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gubernur.

Jawa Timur merupakan daerah ketiga besar pengiriman buruh migran. Berdasarkan data tahun 2010, buruh migran asal Jatim mencapai 53.815 orang. (red)

MUI Minta Daerah Larang Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya – Majelis Ulama Indonesia justru mendesak seluruh daerah mengeluarkan larangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Alasannya, JAI tidak memahami ajaran Islam secara benar, sehingga layak dilarang ataupun dihentikan ajarannya.

Ketua MUI Pusat Umar Shihab menyatakan sikap MUI sangat jelas. Yakni menginginkan pembubaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kalaupun tidak dibubarkan, JAI harus keluar dari Islam dan mendirikan sekte atau agama sendiri.

Umar mengaku tidak mempermasalahkan tuntutan hukum terhadap putusan kepala daerah yang melarang aktivitas JAI. “Masing-masing orang memang berhak memiliki pendapat yang berbeda. Namun, jika JAI dibiarkan, kami khawatir ada kelompok fanatisme agama yang keliru akan melakukan tindakan kekerasan,” kata Umar Shibab di Surabaya.

Ketua MUI Jawa Timur Abdushomad Buchori mengatakan MUI Jatim dan Gabungan Umat Islam Bersatu akan berunjuk rasa di Gedung Grahadi, Kamis (10/3). Mereka akan menuntut Gubernur Jawa Timur mendesak pemerintah pusat segera membubarkan JAI. “Teman-teman memang akan melakukan aksi. Namun, kami mengharapkan mereka bisa melakukan hal yang positif,” katanya.

Abdushomad meminta semua pihak tidak melakukan kekerasan terhadap JAI. Meski dianggap menyimpang dari ajaran Islam, bagaimanapun pengikut JAI tetap berhak dilindungi sebagai warga negara.

Secara terpisah, Gubernur Soekarwo menyatakan tidak bisa mengeluarkan surat keputusan pembubaran JAI. Soal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Kami sudah berkoordinasi dengan semua pihak untuk menjamin keselamatan JAI. Jika ada pihak yang melakukan tindakan kekerasan, kami akan tindak tegas,” katanya.

Di Jakarta kemarin Gerakan Tokoh Lintas Agama mendesak pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, segera berdialog dengan Jemaat Ahmadiyah. Dialog bersama melibatkan pihak-pihak terkait akan memeberikan peluang bagi Ahmadiyah untuk lebih menjelaskan dirinya. (red) 

Minggu, 06 Maret 2011

Diskriminasi Masih Marak


Warta Jatim, Surabaya - Kelompok pembela hak kaum gay dan lesbian di Surabaya, Gaya Nusantara, menggelar pameran foto bertema Fundamentalisme dan Diskriminasi. Pameran digelar mulai Selasa (1//3) hingga Minggu (6/3) untuk memperingati Hari Solidaritas Gay dan Lesbian Nasional.

Kepala Seksi Media dan Rubrikasi Gaya Nusantara Widianto mengatakan, pameran ini digelar secara khusus, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka sebagai masyarakat sipil.

Menurut Widianto, pameran foto ini mengambarkan, perlakuan diskriminasi bisa dialami oleh siapa saja. Tidak peduli seniman, korban pelanggaran HAM, penderita HIV/AIDS atau siapapun.

“Pameran ini memberikan pesan, kalau semua orang bisa mendapatkan perlakuan diskriminasi,” ujar Widianto.

Widianto menegaskan, banyak faktor yang mempengaruhi mengapa masyarakat maupun pemerintah menjadi korban atau pelaku tindakan diskriminatif. Untuk itu dia berharap, melalui pameran ini, masyarakat bisa menyadari pentingnya menghargai sesama, tanpa melakukan tindakan diskriminasi.

Nurdiyana, salah satu pengunjung, mengaku terkesan dengan pesan yang disampaikan dalam pameran foto tersebut. Secara pribadi, dia mengatakan pesan itu, bisa mengubah dirinya untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi kepada siapapun.

“Meski pameran ini sederhana, namun pesan yang disampaikan telah membuka pikiran saya tentang cara menghargai tanpa melakukan diskriminasi,” ujar Nurdiyana. 

Pameran foto ini hanya terdiri dari 24 karya. Rencananya, pameran ini digelar sejak Januari lalu. Namun, karena ada beberapa penolakan, pameran baru bisa terselenggara bulan Maret ini, di sekretariat Gaya Nusantara.

Selain menggelar pameran foto, Gaya Nusantara juga menggelar diskusi dan pemutaran film terkait dengan HAM, dan kaum homoseksual.(red) 

BPLS Dilaporkan Peras Korban Lapindo


Warta Jatim, Sidoarjo – Tim Verifikasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo diduga memeras korban lumpur Lapindo di tiga desa di Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Dugaan pemerasaan itu dilaporkan beberapa korban Lapindo ke Polres Sidoarjo.

Kapolres Sidoarjo AKBP M Iqbal mengatakan, dalam pemeriksaan saksi, selain meminta keterangan staf BPLS, juga meminta keterangan Badan Pertanahan Nasional. "Yang jelas dugaan penyelewengan sudah ada. Kami akan terus menyelidiki nilai uang yang diselewengkan," kata M Iqbal.

Menurut Iqbal, modus pemerasan meminta uang kepada warga korban Lapindo berkaitan dengan ganti rugi tanah. Warga yang tidak mau memberikan uang, proses ganti rugi dipersulit dan oknum Tim Verifikasi BPLS mengubah status tanah kering menjadi tanah sawah yang nilai ganti ruginya jauh lebih rendah. 

Mudiarto, warga Desa Besuki, mengatakan dimintai uang Rp 300 Juta. Namun, dia tidak menghiraukan permintaan oknum Tim Verifikasi BPLS tersebut. Karena menolak, tanah kering miliknya diubah menjadi tanah sawah. "Selain saya, warga yang lain juga dikenai fee. Karena itulah kami melapor ke Polres agar menyelesaikan kasus ini."

Humas BPLS Ahmad Khusaeri menyatakan pihaknya berkomitmen tidak melakukan pungli atau menarik biaya dalam proses ganti rugi. Dia mempersilakan polisi mengusut kasus ini. Jika laporan pemerasan terbukti, pihaknya menyerahkan penyelesaian sesuai hukum. (red)

Rabu, 02 Maret 2011

Gubernur Jatim Akan Hadapi Tuntutan Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya - Gubernur Jawa Timur menyatakan siap menghadapi gugatan hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia, baik di tingkat daerah maupun pusat, terkait penerbitan SK Gubernur Nomor 188/94 KPTS/13/2011. Surat keputusan itu melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Jawa Timur. 

Gubernur Soekarwo mengaku sebelum menerbitkan surat keputusan itu telah menjelaskan kepada Jemaat Ahmadiyah. "Saat dijelaskan SK ini bukan pembubaran, JAI menerima. Tapi, kalau ada yang mengajukan gugatan, silakan saja," kata Soekarwo. 

Menurut Soekarwo, penerbitan SK sudah sesuai prosedur dan tidak menyalahi aturan. Karena itu, dia meminta semua pihak tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat. Dia juga mengimbau Jemaat Ahmadiyah dalam menjalankan ibadah tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan kecemburan sosial. Misalnya, azan tidak menggunakan pengeras suara dan mencopot papan nama JAI. 

Secara terpisah Kepala Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (CMars) Akhol Firdaus mengatakan, penerbitan SK Gubernur yang melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah mencerminkan kondisi negara lemah dan tidak bisa melindungi kelompok minoritas. 

Akhol menilai SK tersebut tidak masuk akal. Apalagi selama ini tidak pernah terjadi gesekan antara masyarakat Jawa Timur dan Jemaat Ahmadiyah. "Keluarnya SK itu bukti pemerintah tidak memiliki komitmen dalam menjamin kebebasan beragama sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila," ujarnya.

Cmars akan mendukung langkah Jemaat Ahmadiyah Jawa Timur yang akan mengajukan tuntutan hukum atas terbitnya SK Gubernur tersebut. Tuntutan hukum sedang dimatangkan tim Jaringan Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan untuk diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung. Target tuntutan meminta Gubernur Jatim mencabut SK yang dinilai sangat diskriminatif dan melanggar HAM itu.(red)