Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Minggu, 16 Januari 2011

Jaringan Peduli BMI Gugat Polrestabes Surabaya

Warta Jatim, Surabaya - Jaringan Peduli Buruh Migran Jawa Timur mengecam Polrestabes Surabaya yang menghentikan penyidikan kasus trafficking 5 BMI ke Makau. Jaringan Peduli Buruh Migran mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Pengacara Jaringan Peduli Buruh Migran Jatim M Saiful Arif mengatakan, surat penghentian proses penyidikan (SP3) kasus ini menyalahi aturan. Polisi menutup kasus tanpa pernah memeriksa dokumen atau bukti.

Salah seorang korban, Umi Rofiatun Janah, mengaku ditekan personel Polda Jatim agar mencabut laporan. Umi dan 4 rekannya melaporkan PJTKI PT Surya Pasifik Jaya menipu calon pekerja yang dikirim ke Makau. ”Dari sinilah polisi akhirnya mengeluarkan SP3, dengan alasan pencabutan pelaporan,” kata Saiful Arif.

Kepala Bagian Humas Polrestabes Surabaya Kompol Wiwik Setyaningsih mengatakan akan mempelajari SP3 kasus ini. Menurut dia, SP3 dikeluarkan setelah penyidik menilai tidak cukup bukti untuk melanjutkan perkara.(red)

MUI dan Kepolisian, Aktor Pendukung Intoleransi Beragama

Warta Jatim, Surabaya - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kepolisian dianggap sebagai aktor terbanyak dalam mendukung terjadinya tindakan intoleransi kebebasan beragama di Jawa Timur.

Kepala Divisi Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (Cmars) Akhol Firdaus mengatakan, adanya sikap “dukungan” intoleransi beragama yang dilakukan MUI dan Kepolisian, membuktikan bahwa sebenarnya negara tidak memiliki komitmen untuk menegakkan kebebasan beragama di Jawa Timur.

Akhol menambahkan, secara khusus, Cmars membagi aktor pelaku intoleransi beragama menjadi dua kelompok. Yakni, aktor non-negara dan aktor negara. Untuk aktor non-negara, peringkat pertama ditempati MUI (9 pelanggaran), Forum Umat Islam (6), Nadhlatul Ulama (6) dan Front Pembela Islam (5).

Sedangkan dari aktor negara, peringkat pertama ditempati Kepolisian (14 pelanggaran), Pemkot/ Pemkab (5) dan Bakesbanglinmas (4).

“ Dalam berbagai peristiwa intoleransi beragama ini, membuktikan bahwa negara bisa bekerja sama dengan aktor non-negara,” ujar Akhol.

Cmars mencatat, terjadi 55 peristiwa tindakan intoleransi beragama di sepanjang tahun 2010. 23 peristiwa didominasi oleh aktor non-negara, 19 peristiwa oleh aktor negara dan sisanya 13 peristiwa dilakukan secara bersama. (red)

Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro Dicopot

Warta Jatim, Surabaya - Kejaksaan Agung mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Wahyudi. Pencopotan ini terkait kasus joki narapidana Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. 

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, M Farela mengatakan, pihaknya mendapat perintah mencopot Wahyudi melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Marwan Effendi.

Menurut Farela, saat ini surat keputusan pencopotan dan mutasi terhadap Kajari, Asisten Pidana Khusus, dan jaksa yang terlibat joki tahanan sudah disiapkan. Surat tersebut akan ditandatangani Jaksa Agung Basrif Arief dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan. 

“Kami pastikan Kajari Bojonegoro dicopot dan dimutasi. Surat keputusan segera menyusul,” kata M Farela. 

Selain mencopot Kajari Bojonegoro Wahyudi, Aspidsus Hendro Sasmito, dan Jaksa Tri Murwani, Kejagung juga memecat petugas LP Bojonegoro, Widodo Priyono. Widodo dinilai terlibat kasus joki narapidana Kasiem. (red)

Jumat, 07 Januari 2011

Kerja Keras “Penjual” Toilet

Kerja kerasnya selama bertahun-tahun membuahkan hasil. Toilet bikinan Sumadi, membuat lingkungan bersih, dan bertemu Presiden.

Jam dinding di rumah Sumadi, yang terletak di jl. Kartini XIV, desa Warujayeng, kecamatan Prambon, Nganjuk, sudah menunjukkan pukul 18.30 wib. Dari depan rumah, lelaki berkulit sawo matang dengan langkah tergesa memasuki ruang tamu. Ya, dia adalah Sumadi (39), sang pemilik rumah yang baru saja mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 8 Juni 2010, atas pengabdiannya terhadap lingkungan hidup di Jawa Timur.

Bapak dua anak ini mengaku sangat bangga bisa mendapatkan penghargaan Kalpataru bersama dengan 14 pengabdi lingkungan hidup lainnya. Baginya, meski Kalpataru bukan tujuan dari “perjuangannya” dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Namun, dengan adanya Kalpataru, Sumadi akan semakin terlecut untuk terus berkarya dan mengabdi pada alam.

“ Tidak ada dalam benak saya dalam melakukan pekerjaan, berharap adanya penghargaan. Semuanya saya lakukan dengan tulus, dan penuh kesadaran,” ujar pria yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk ini.

Lantas, apa yang membuat Sumadi bisa memperoleh Kalpataru? Lucu memang jika kita mendengarnya. Ya, Sumadi berhasil mendapatkan Kalpataru, setelah “berjualan” toilet dan septitanc. Ia melakukan hal tersebut, karena prihatin dengan kondisi masyarakat di Nganjuk dan Jatim, yang belum memiliki toilet pribadi. Kalaupun ada, sebagian besar diantaranya berupa jamban yang semestinya tidak layak digunakan.

Melalui toilet dan septitanc tersebut, Sumadi berhasil melakukan sistem sanitasi lingkungan di kawasan Nganjuk dan sekitarnya. Dengan “jualannya” itu, Sumadi berhasil melakukan pengolahan tinja, yang bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak begitu penting.

Bagi Sumadi, tinja memberikan banyak manfaat untuk manusia. Diantaranya bisa digunakan untuk pupuk dan biogas. Untuk pupuk dan biogas, menurut rencana akan dipanen pada tahun 2012 mendatang. Pupuk yang diberi nama Bogasi ini diyakini ramah lingkungan dan mampu membuat tanaman lebih subur.

Sumadi menjelaskan, sebagian pupuk olahan dari endapan tinja sudah diujicobakan untuk memupuk bawang merah di Nganjuk, dan hasilnya sangat menggembirakan. Untuk 1 kwintal bawang merah, setelah dikeringkan, hanya susut 3-4 kg. Padahal kalau tanpa pupuk, bawang merah akan susut ekitar 40 kg, kalau sudah kering. Sayangnya, bogasi hingga kini masih dalam taraf ujicoba dan belum dipasarkan secara terbuka.

8 Tahun
Perjuangan Sumadi dalam menyadarkan masyarakat, terkait kebersihan lingkungan tidaklah mudah. Setidaknya, ia membutuhkan waktu hingga 8 tahun untuk bisa mewujudkan keinginannya, menciptakan sanitasi lingkungan yang baik.

Sumadi mulai berjuang, mempromosikan pentingnya toilet dan septitanc sejak tahun 2001. Dalam kurun waktu tersebut, Sumadi harus berjibaku dan berhadapan dengan warga yang sebagian besar menolak dan mencibir apa yang dilakukannya. Tidak jarang juga, Sumadi mendapatkan umpatan, meski tidak sampai pada teror secara fisik.

Tak ingin sia-sia, Sumadi terus melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat, untuk mengetahui masalah yang sebenarnya. Ia pun akhirnya menemukan jawabannya. Yang pertama, masyarakat enggan membuat toilet dan septitanc, karena harganya yang mahal, yakni Rp. 1,3 juta. Dan yang kedua, masyarakat memilih untuk buang air besar di sungai atau jamban.

Setelah mengetahui akar permasalahan. Sumadi akhirnya mengambil terobosan, dengan memasang tarif murah untuk setiap pembuatan dan pemasangan septitanc, yakni sebesar Rp. 800 ribu. Ia pun memberikan keringanan berupa angsuran kepada masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani.

Dari hasil kerja kerasnya, toilet dan septitanc buatan Sumadi, telah menyebar di seluruh wilayah Nganjuk. Hanya, kecamatan Loceret saja yang belum berhasil dijamahnya. Ia menargetkan di tahun ini, kawasan Loceret akan segera mendapatkan servis ala Sumadi. Perlu diketahui, setiap septictanc Sumadi, berbentuk lingkaran berdiameter 1 meter, dan bisa menampung 1,2 meter kubik tinja. Septictanc itu terdiri atas tiga bagian, yakni penampungan, peresapan, dan biogas.

Total dari 20 kecamatan yang ada di Nganjuk, minus Loceret, sekitar 2.800 unit toilet dan septitanc Sumadi sudah digunakan masyarakat. Beberapa wilayah lain, seperti Lumajang, Sidoarjo, Jombang, Kediri, Madiun dan Jember juga sudah menggunakan toilet ala Sumadi.

Untuk bisa mengerjakan itu, Sumadi tidak sendiri. Ia mengajak semua pihak, yang memiliki komitmen dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Lika-Liku Kalpataru
Menurut Sumadi, dirinya tidak menyangka bakal mendapatkan kehormatan bertemu dengan orang nomor satu di negeri ini. Pikiran itu, jauh melayang tinggi diangannya, karena memang tidak ada niatan apapun, dalam melakukan pekerjaan dan pengabdiannya ke lingkungan.

Sumadi mengaku mendapatkan kabar dari Pemprov Jatim, agar datang ke Jakarta pada tanggal 8 – 10 Juni. Namun, ia tidak diberi tahu, kalau mendapatkan kalpataru. Undangan ke Jakarta dibuat dalam kondisi buram, agar tidak bisa dibaca dengan jelas oleh Sumadi.

Ia menuturkan, sebelum mendapatkan Kalpataru, beberapa kawasan yang menjadi tempat binaan, mendapatkan kunjungan dan penilai dari tim kementrian lingkungan hidup. Penilaian itu dilakukan, dalam kurun waktu hamper dua bulan, yakni April dan Mei. Dari penilaian itulah, akhirnya Sumadi mendapatkan penghargaan Kalpataru sebagai pengabdi lingkungan hidup. Penghargaan itu, adalah reward khusus bagi para PNS yang dianggap berjasa dalam menyelamatkan lingkungan yang terus berubah mengikuti dampak pemanasan global.

Sebelum meraih Kalpataru, padatahun 2007, Sumadi berhasil meraih juara III bidang pelestari lingkungan hidup se-Jatim. Setelah itu, mulai tahun 2008, ia mengembangkan toilet dan septitanc, di daerah lainnya.

Sumadi juga mendapatkan pengalaman yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Ia didapuk menjadi wakil Indonesia dalam konferensi sanitasi lingkungan di Stocklom, Swedia. Ia menjadi salah satu narasumber pada acara itu. Di bulan Februari lalu, ia juga diundang untuk menjadi pembicara di Filipina. Sayangnya pada acara tersebut, Sumadi tidak dapat hadir. Ia hanya mengirimkan makalah dan materi kepada panitia. Dan, bulan Juli mendatang undangan dari World Bank, untuk menjadi narasumber dengan materi pengolahan tinja dan biogas.

Ke depan, Sumadi berharap masyarakat tidak lagi takut akan penyakit karena kebersihan lingkungan terjaga. Dan, yang terpenting, masyarakat tidak lagi membuang air besar sembarangan.(red)



Mangrove, tak Sekedar Kayu


Mangrove berguna bagi kesehatan manusia. Namun, keberadaannya terancam, seiring 80 % lahannya dikuasai pengembang.

Matahari bersinar terang, saat Mohson, koordinator petani mangrove Wonorejo Surabaya, menyusuri jalan setapak yang ada di kawasan itu. Dengan bekal, sebuah gunting, keranjang dan capit (jepitan) yang terbuat dari bambu, ia siap memanen Acanthus Ilicifolius Linn (Daruju), Brugulera Gymnorhiza dan Sonneratia Caseolaris (bogem). Ketiganya adalah jenis mangrove yang ada di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), khususnya Wonorejo.

Pria kelahiran Bojonegoro, 49 tahun silam ini, tidak sendiri. Ia ditemani oleh keempat “pasukannya”, yang juga siap untuk memanen beberapa jenis Mangrove di daerah tersebut.

Bagi sebagian orang, mungkin Mangrove tidak memiliki manfaat apapun, kecuali kayunya. Namun, bagi Mohson atau yang lebih akrab dipanggil Sony ini, Mangrove adalah merupakan sebuah anugrah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Karena itulah, ia pun mencanangkan gerakan ayo memetik Mangrove dan bukan malah menebangnya.


Manfaat Mangrove
Menurut Muhson, Mangrove sebenarnya bisa digunakan untuk berbagai macam manfaat. Salah satunya adalah untuk obat herbal, teh, sirup hingga dijadikan beras, yang bisa digunakan untuk makan sehari-hari.

Muhson mencontohkan, Acanthus Ilicifolius Linn (Daruju). Tanaman ini jika diolah dengan baik, memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit kanker, hepatitis akut dan kronis, serta pembesaran limpa, TBC kelenjar, parotitis, asma dan nyeri lambung, sakit dan luka terkena racun anak panah. Sedangkan bagi anak kecil, Daruju bisa digunakan sebagai obat cacing.

Sedangkan, tanaman Brugulera Gymnorhiz, yang mengandung tanin, dapat menyembuhkan sakit perut. Namun, untuk penggunaannya harus ekstra waspada, karena jika dipakai dalam jumlah banyak justru akan menjadi racun.

Tanaman jenis ini, oleh Muhson, digunakan bahan alternatif tepung dan beras. Tidak itu saja, Brugulera Gymnorshiz juga bisa digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan kerupuk dan cireng. Muhson juga memanfaatkan Sonneratia Caseolaris (bogem), sebagai sirup mangrove dan jenang ( makanan ringan khas Jawa).

Untuk menjadikan beberapa jenis tumbuhan yang hidup di kawasan Mangrove Wonorejo, bukan persoalan mudah. Muhson, harus belajar bertahun-tahun, sebelum akhirnya mampu menguasai, segala jenis tumbuhan Mangrove dan manfaatnya.

Sebelum dibuat menjadi berbagai macam makanan, minuman dan obat, Muhson bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), untuk meneliti kandungan zat yang ada di masing-masing tanaman Mangrove.

Proses pembuatan Mangrove menjadi makanan, minuman dan obat, secara umum tidak sulit. Karena tinggal dipilah, dirajang (diiris), dan dijemur hingga kering, sebelum akhirnya diproses lebih lanjut. Soal bahan-bahan tambahan, biasanya Muhson akan memberinya sesuai dengan selera dan permintaan.

“ Bahan yang pasti diperlukan adalah gula, tepung atau vanili. Sedangkan yang lainnya, sesuai dengan kebutuhan,” ujar Muhson.

Hasil olahan yang dibuat dari berbagai macam tumbuhan Mangrove, tidak berbeda jauh dari makanan atau minuman lain. Hanya saja, Muhson berani menjamin, olahan Mangrove miliknya, bebas dari pestisida dan zat-zat kimia lainnya.

Kelompok Tani Mangrove
Untuk bisa menjadi seperti saat ini, Muhson mengaku butuh perjuangan keras. Ia mulai bergerak untuk menyelamatkan Mangrove di Pamurbaya, sejak tahun 1998. Perjuangan terberatnya adalah bagaimana menyadarkan masyarakat, akan pentingnya Mangrove bagi ekosistem dan kehidupan.

Berbagai macam cobaan terus dijalani dan dihadapi Muhson, sampai akhirnya ia berhasil membentuk Kelompok Tani Mangrove Wonorejo. Saat ini anggota kelompok tani tersebut, sudah mencapai kurang lebih seratus orang. Namun untuk anggota aktif, hanya berkisar antara 20 hingga 30 orang.

Dari kelompok tani itu, berkat keteguhan dan kekuatan Mohson, mereka pun berhasil membentuk koperasi, yang diberi nama Koperasi Mina Mangrove Sejahtera. Koperasi ini, didirikan untuk kesejahteraan para nelayan maupun petani mangrove di Wonorejo.

Muhson mengatakan, hasil karya Kelompok Tani Mangrove baru mendapat pengakuan dan sertifikasi dari Departemen Kesehatan di tahun 2007. Padahal, Muhson dan kelompok taninya, sudah mulai memproduksi sirup dan teh Mangrove sejak tahun 2004.

Semenjak mendapat pengakuan dari Departemen Kesehatan, hasil karya Muhson pelan namun pasti mulai dikenal di pelosok negeri. Bahkan, ia juga selalu diberi kesempatan untuk memamerkan hasil karyanya di beberapa kegiatan, seperti pameran home industri.

Badai Menghantam
Pepatah kata yang berbunyi semakin tinggi pohon, akan semakin kencang angin yang meniupnya, tampaknya berlaku pula pada Muhson. Ia mendapatkan banyak cobaan dan ujian dari beberapa kelompok masyarakat yang tidak suka dengan sepak terjangnya. Mulai dari lurah, camat hingga beberapa pejabat lainnya.

Selain mendapat fitnahan dari beberapa kelompok masyarakat, hingga sabotase dari lurah dan camat. Muhson juga mendapat ujian dari Institut Sepuluh November Surabaya (ITS) yang mengklaim sirup mangrove sebagai karya milik mereka.  

Peristiwa itu diketahui oleh Muhson, setelah dirinya mendapatkan kabar dari Dinas Kesehatan soal adanya mahasiswa ITS yang mendaftarkan sirup mangrove sebagai hasil karya mereka.

Kejadian yang berlangsung di tahun 2008 itu, membuat Muhson mengambil langkah untuk mensomasi kampus perjuangan itu. Tujuan dari somasi tersebut adalah meminta kepada ITS untuk mencabut pernyataannya, soal sirup mangrove.

“ Somasi itu bukan bertujuan apa-apa. Kami hanya meminta supaya ITS mencabut pernyataannya,” terang Muhson.

Pasca melewati dua cobaan itu. Muhson mengaku masih ada satu pekerjaan rumah lagi yang harus diselesaikan. Yakni, terus memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap para nelayan dan petani mangrove.

Hal ini dinilai Muhson sangat penting, karena sekitar 80 % dari luas 2400 hektare Mangrove, lahannya sudah dikuasai oleh pengembang. Sedangkan sisanya, 15 % dimiliki oleh perseorangan yang bukan penduduk asli Wonorejo. Dan hanya 5 % saja, yang masih menjadi milik warga pribumi.

Muhson tidak mengetahui secara pasti sampai kapan Mangrove bisa bertahan. Karena itulah, sebelum semuanya berubah fungsi. Muhson ingin meninggalkan ilmu bagi masyarakat. Sama seperti yang ia canangkan selama ini, yakni Mari Memetik Mangrove, dan Jangan Menebangnya.(red)

  

Kamis, 06 Januari 2011

Ikan di Kali Surabaya Terancam Punah

Warta Jatim, Surabaya - Tingginya pencemaran di kali Surabaya, menyebabkan jumlah ikan menyusut. Bahkan, beberapa diantaranya terancam punah. Demikian hasl penelitian yang dilakukan Lembaga Kajian Ekologi dan Lahan Basah (Ecoton), pada tanggal 1 September – 5 Oktober lalu.

Peneliti Ecoton Daru Setyo Rini mengatakan, ketiga jenis ikan yang terancam punah, adalah Ikan Keting (Arius Caelatus), Ikan Papar (Notopterus Chilata) dan Ikan Jendil (Family Ariidae). Menurut dia, ketiga jenis ikan ini hanya dapat dijumpai pada Kali Surabaya, di sektor hulu, atau di kawasan Mlirip-Sumengko.

“ Sebelum era tahun 1990 an, ikan jenis ini banyak dijumpai di sepanjang Kali Surabaya. Namun, dalam penelitian yang kami lakukan, ikan tersebut hanya kami temui di kawasan Mlirip – Sumengko saja,” ujar Rini.
Rini menjelaskan, dalam penelitian tersebut, juga diketahui, semakin kearah hilir kualitas air Kali Surabaya semakin memburuk dan berdampak pada berkurangnya keanekaragaman jenis dan menurunnya populasi ikan.  Sedangkan untuk bagian hulu Kali Surabaya, masih bisa menunjang kehidupan beragam jenis ikan. Kualitas air, juga masih diatas baku mutu kelas1 PP 82/2001 tentang  pengelolaan sumber air dan kualitas air.

Rini menegaskan, pemerintah sangat lamban dalam menangani pencemaran air di Kali Surabaya. Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki program yang jelas dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup. Bahkan, program yang ada, terkesan mengabaikan ekologi dan tidak ramah lingkungan.

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menambahkan, ada beberapa langkah yang harus dilakukan Pemprov Jatim. Salah satunya  dengan melakukan perlindungan kawasan bantaran sungai dari alih fungsinya sebagai daerah resapan dan daerah perlindungan bagi badan air. Langkah ini berfungsi sebagai perlindungan bagi anak-anak ikan.

Langkah kedua, adalah merubah pola pembangunan tanggul/bendungan  sungai. Prigi menilai, pola konstruksi seperti sekarang ini, akan menghilangkan fungsi ekologis bantaran yang sebelumnya menjadi tempat berlindungnya ikan. Bendungan yang ada sekarang tidak ekologis karena memotong jalur transportasi ikan. (red)

Limbah Domestik Cemari Kali Surabaya

Warta Jatim, Surabaya - Lembaga Kajian Ekologi dan Lahan Basah (Ecoton) serta Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) simpul Malang, melakukan penyusuran Kali Surabaya. Susur kali ini dilakukan untuk mengetahui tentang kondisi air kali Surabaya, akibat limbak domestik (rumah tangga) serta limbah industri.

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, dari susur kali yang sudah dilakukan sebanyak 2 kali, limbah domestik mendominasi pencemaran air kali Surabaya. Mulai dari limbah deterjen hingga tinja (kotoran manusia). Kondisi ini jelas memperparah kualitas air kali Surabaya, yang digunakan sebagai bahan baku utama air minum.

“ Sekitar 60 % pencemaran air di Kali Surabaya, didominasi oleh limbah domestik. Karena itulah, harus ada langkah untuk menimimalkannya, “ ujar Prigi, Kamis (6/1).

Prigi menambahkan, setelah melakukan susur kali ini, Ecoton akan memberikan rekomendasi kepada Pemprov Jatim, untuk melakukan penataan dan pembenahan kali Surabaya. Jika tidak dilakukan penataan, kondisi air kali Surabaya akan semakin parah, dan tidak bisa dikonsumsi oleh warga. Terlebih, saat ini, air kali Surabaya, sudah teracuni oleh bakteri E-coli dan Patogen, yang berasal dari limbah industri dan domestik.

Koordinator Walhi simpul Malang, Purnawan mengatakan, pemerintah telah sengaja melakukan pembiaran, terhadap kondisi di sekitar kali Surabaya. Dengan demikian, secara tidak langsung, pemerintah telah memberikan ruang kepada perusahaan air minum kemasan. Hal ini sangat disayangkan, karena justru perusahaan air minum kemasan, malah melakukan perusakan lingkungan, dengan mengambil air tanah artesis.

Purnawan menegaskan, banyaknya masyarakat yang beralih menjadi konsumen air minum kemasan, juga disebabkan oleh sikap Pemprov yang tidak proaktif dalam pencemaran air kali Surabaya.

“ Pencemaran sungai, sudah terjadi merata di semua kota dan kabupaten. Jika dibiarkan akan sangat berbahaya,” terang Purnawan.

Menurut Purnawan, Pemprov harus melakukan pendekatan kepada masyarakat stren kali. Pendekatan bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang kualitas air kali dan penggunaannya. Purnawan tidak sepakat, apabila pemerintah melakukan penggusuran, karena akan menimbulkan ongkos sosial yang tinggi. (red)

Apa yang Kau Cari, Anita?

Mengejar biaya hidup tinggi. Tabrak sana-sini tambal kantong bolong.

Pukul 1 siang. Lia beranjak meninggalkan gedung sekolah. Sembari sibuk menulis SMS, dara 16 tahun ini bergegas menuju salah satu mal besar di pusat kota Surabaya. Dia memilih salah satu sudut mal. Tak lama kemudian seorang pemuda menghampiri. Setelah berbincang sejenak, keduanya pergi. Menuju hotel atau motel yang disepakati.

Lia mengaku itulah kegiatan "sampingan"-nya di sela rutinitas sebagai pelajar. Tidak  jarang ia membolos demi mendapatkan penghasilan.

Korban Perceraian
Lia mengaku terpaksa menjalani kegiatan “sampingan” itu demi menambah uang saku.
Sejak orang tuanya bercerai 6 tahun lalu, Lia hidup menumpang di rumah salah satu kerabat. Selama tinggal di rumah tersebut, biaya sekolah dan kebutuhan hidupnya amburadul. Hingga beberapa bulan menunggak bayar SPP.

Tidak hanya persoalan biaya pendidikan yang menjadi masalah bagi Lia. Kakak iparnya sering mencoba melakukan pelecehan seksual kepadanya. Lia menjadi tidak betah tinggal di rumah kerabat.

Dia pun menjadi pekerja seks komersial remaja. Lia mengaku telah melakukan hubungan badan saat kelas II SMP. "Saat menerima tamu pertama kali, sekitar November 2009, saya memang sudah tidak perawan lagi," ujarnya.

Menurut Lia, tarif melayani tamu bervariasi. Berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Namun, tidak setiap hari dia menerima order. Hanya saat benar-benar membutuhkan uang.
Lia menentukan tempat kencan, hanya di beberapa hotel. Tamu yang diterima juga tidak asal. Dia perlu melihat dahulu tamu yang akan ditemani. Jika dirasa aman, urusan boleh lanjut.

Dalam sebulan penghasilan Lia mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Uang itu digunakan untuk membayar SPP dan keperluan rumah seperti listrik dan air. Jika ada sisa, dia membeli kosmetik dan pakaian.

Lia sadar, profesinya rawan penyakit. Juga risiko sosial seperti diketahui keluarga atau teman. Karena itu, Lia mewajibkan tamu memakai kondom. Dia meminta tamunya menjaga rahasia. "Perasaan takut ada sih. Tapi mau bagaimana lagi?" ujarnya.

Korban Gaya Hidup
Pekerjaan “sampingan” juga dijalani Anita, 15 tahun. Pelajar kelas III SMP ini berasal dari keluarga yang lumayan mapan. Dia mengaku, ayahnya komisaris sebuah perusahaan swasta.

Anita mencari kebahagiaan di luar rumah. Dia merasa orang tuanya tidak mengerti kebutuhan anak serta perkembangan zaman. "Saya ingin memiliki Blackberry atau pakaian model terbaru. Karena itulah saya memilih terjun sebagai swinger," ujarnya.

Dalam “praktik” Anita memilih melayani pria paro baya atau om-om. Tarif sekali kencan Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu. Kadang-kadang mencapai Rp 1 Juta.

Anita sengaja memilih om-om, karena biasanya tidak rewel dan royal. Selain memberikan uang, mereka kerap membelikan pakaian model terbaru.

Anita terjun ke lingkaran prostitusi sejak 6 bulan lalu. Ia mengaku, keperawanannya dihargai Rp 2 juta oleh seorang pengusaha asal Kalimantan.

Lokasi kencan yang dipilih Anita tidak sembarangan. Ia mensyaratkan minimal hotel bintang 3. Hal itu untuk menjaga kemungkinan buruk seperti diketahui tetangga, teman, dan keluarganya.

Anita berhasil meraih impiannya. Kini dia ber-Blackberry.

Jejaring Sosial
Anita memanfaatkan teknologi internet untuk menjaring tamu. Dia ”mempromosikan” diri melalui Facebook dan Yahoo Messenger. Hampir semua klien dan pelanggan tetapnya dimasukkan dalam daftar teman di dua jejaring sosial tersebut.

Cara ini dirasa Anita paling aman melindungi identitasnya. "Harus ada trik khusus dalam pemasaran dan pengamanan. Langkah ini paling tepat," katanya yakin.

Hal serupa dilakukan Lia. Dia menggunakan Facebook untuk mendapatkan klien dari anak baru gede hingga om-om. Melalui situs pertemanan ini dia mendapatkan beberapa pelanggan tetap.

Lia punya jurus menarik pelanggan. Dalam waktu-waktu tertentu, Lia memberikan layanan gratis untuk klien pilihan. "Saya rela memberikan gratis. Selain karena pengen, ini salah satu strategi untuk klien," ujarnya.

Baik Lia maupun Anita memanfaatkan warung internet sebagai “kantor pemasaran”. Dari warnet tersebut mereka menggaet klien dan tawar-menawar, baru kemudian menuju lokasi transaksi.

Sistem Keliru
Pengamat sosial Dwi Sarwindah mengatakan, maraknya anak-anak yang terjun ke praktik prostitusi akibat minimnya pengawasan yang diberikan orang tua. Ia juga menyoroti peran media massa, khususnya televisi, yang ikut meracuni pola pikir anak-anak. Di antaranya dengan memberikan mimpi-mimpi lewat tayangan sinetron.

"Media massa berperan besar dalam perkembangan mental anak. Karena itu, mereka juga harus menjaga kualitas siaran," kata dosen Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ini.

Eksploitasi anak-anak yang jamak terjadi, kata Dwi, dapat dilihat melalui perspektif relasi kuasa yang melingkupi kehidupan anak-anak, baik secara langsung maupun tidak. Ketiga pihak tersebut adalah orang tua, masyarakat, dan negara.

Dwi mengatakan, keluarga seharusnya memberikan tempat berlindung paling aman bagi anak. Kemudian masyarakat memberikan kesempatan kepada anak untuk leluasa mengekspresikan diri. Jika keluarga dan masyarakat tidak bisa, secara yuridis menjadi tanggung jawab negara.

Namun, negara yang idealnya melindungi secara maksimal hak anak-anak, justru menjadi lingkungan yang mengancam kehidupan anak. (red)

Rabu, 05 Januari 2011

Kepala LP Bojonegoro Terancam Dipecat

Warta Jatim, Surabaya - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur akan mengusut kasus penggantian tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro.

Kepala Kanwil Kemenhum HAM Jatim Mashudi menyatakan akan menjatuhkan sanksi terhadap petugas LP yang terlibat dalam aksus ini.

Selain petugas LP, Kepala LP Bojonegoro juga harus bertanggung jawab karena mengetahui penerimaan dan pembebasan narapidana. ”Pokoknya harus dijatuhi sanksi. Hal ini tidak bisa dibenarkan. Bila perlu, kami akan memecatnya,” kata Mashudi.

Menurut Mashudi, petugas LP seharusnya memeriksa tahanan yang masuk sesuai identitas dan surat putusan penahanan atau surat perintah penahanan.

Kasus ini terbongkar setelah diketahui Karni menggantikan Kasiem menjalani hukuman 3 bulan 15 hari di LP Bojonegoro. Karni dibayar Rp 10 juta untuk menggantikan Kasiem yang dihukum karena terlibat kasus penyelewengan pupuk.(red)

Kantor AJI Palu Diserang Massa Front Pemuda Kaili

Warta Jatim, Jakarta – Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Sulawesi Tengah, diserang massa Front Pemuda Kaili (FPK). Mereka memprotes pemberitaan beritapalu.com, terkait kisruh Musyawarah Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulteng.

Menurut email peringatan AJI Indonesia, Kamis (30/12), kantor AJI Palu yang juga kantor redaksi beritapalu.com diserang massa FPK pada pukul 10.30. Situs beritapalu.com adalah media online milik pengurus AJI Kota Palu.

Massa melukai Koordinator Liputan beritapalu.com Muhammad Sharfin dan Ketua AJI Palu Iwan Lapasere. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Sulawesi Tengah dan Polres Palu. (red)

Intoleransi Antar-Agama di Jawa Timur Menguat

Warta Jatim, Surabaya - Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf meminta masyarakat mewaspadai gerakan intoleransi antar-agama yang dibangun kelompok-kelompok tertentu. Dia meminta Forum Kerukunan Umat Beragama menjembatani persoalan agama agar tidak meluas.

“Benih-benih intoleransi di Jatim saat ini semakin menguat. Karena itu, masyarakat harus bisa menahan diri,” kata Syaifullah Yusuf.

Syaifullah menjamin pemerintah akan berbuat semaksimal mungkin untuk melindungi masyarakat dari berbagai macam konflik agama.

Secara terpisah, Kepala Divisi Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (C-Mars) Afhol Firdaus mengatakan, merebaknya konflik agama di Jawa Timur akibat minimnya sikap pemerintah dalam melindungi kaum minoritas.

Menurut Afhol, selama ini Jawa Timur dikenal sebagai provinsi terdamai dalam soal agama. Namun, berdasarkan pengamatan C-Mars hingga Oktober 2010, justru kekerasan terhadap agama di Jawa Timur urutan pertama secara nasional, dengan 28 kasus kekerasan. “Dari kekerasan yang ada, ini merupakan bukti, sebenarnya pemerintah gagal melindungi hak warga negara dalam kebebasan beragama,” ujarnya.

Afhol meminta pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas saat menghadapi gerakan kelompok Islam fundamental. Hal ini sangat penting agar tercipta rasa aman di masyarakat.(red)