Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Jumat, 07 Januari 2011

Kerja Keras “Penjual” Toilet

Kerja kerasnya selama bertahun-tahun membuahkan hasil. Toilet bikinan Sumadi, membuat lingkungan bersih, dan bertemu Presiden.

Jam dinding di rumah Sumadi, yang terletak di jl. Kartini XIV, desa Warujayeng, kecamatan Prambon, Nganjuk, sudah menunjukkan pukul 18.30 wib. Dari depan rumah, lelaki berkulit sawo matang dengan langkah tergesa memasuki ruang tamu. Ya, dia adalah Sumadi (39), sang pemilik rumah yang baru saja mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 8 Juni 2010, atas pengabdiannya terhadap lingkungan hidup di Jawa Timur.

Bapak dua anak ini mengaku sangat bangga bisa mendapatkan penghargaan Kalpataru bersama dengan 14 pengabdi lingkungan hidup lainnya. Baginya, meski Kalpataru bukan tujuan dari “perjuangannya” dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Namun, dengan adanya Kalpataru, Sumadi akan semakin terlecut untuk terus berkarya dan mengabdi pada alam.

“ Tidak ada dalam benak saya dalam melakukan pekerjaan, berharap adanya penghargaan. Semuanya saya lakukan dengan tulus, dan penuh kesadaran,” ujar pria yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk ini.

Lantas, apa yang membuat Sumadi bisa memperoleh Kalpataru? Lucu memang jika kita mendengarnya. Ya, Sumadi berhasil mendapatkan Kalpataru, setelah “berjualan” toilet dan septitanc. Ia melakukan hal tersebut, karena prihatin dengan kondisi masyarakat di Nganjuk dan Jatim, yang belum memiliki toilet pribadi. Kalaupun ada, sebagian besar diantaranya berupa jamban yang semestinya tidak layak digunakan.

Melalui toilet dan septitanc tersebut, Sumadi berhasil melakukan sistem sanitasi lingkungan di kawasan Nganjuk dan sekitarnya. Dengan “jualannya” itu, Sumadi berhasil melakukan pengolahan tinja, yang bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak begitu penting.

Bagi Sumadi, tinja memberikan banyak manfaat untuk manusia. Diantaranya bisa digunakan untuk pupuk dan biogas. Untuk pupuk dan biogas, menurut rencana akan dipanen pada tahun 2012 mendatang. Pupuk yang diberi nama Bogasi ini diyakini ramah lingkungan dan mampu membuat tanaman lebih subur.

Sumadi menjelaskan, sebagian pupuk olahan dari endapan tinja sudah diujicobakan untuk memupuk bawang merah di Nganjuk, dan hasilnya sangat menggembirakan. Untuk 1 kwintal bawang merah, setelah dikeringkan, hanya susut 3-4 kg. Padahal kalau tanpa pupuk, bawang merah akan susut ekitar 40 kg, kalau sudah kering. Sayangnya, bogasi hingga kini masih dalam taraf ujicoba dan belum dipasarkan secara terbuka.

8 Tahun
Perjuangan Sumadi dalam menyadarkan masyarakat, terkait kebersihan lingkungan tidaklah mudah. Setidaknya, ia membutuhkan waktu hingga 8 tahun untuk bisa mewujudkan keinginannya, menciptakan sanitasi lingkungan yang baik.

Sumadi mulai berjuang, mempromosikan pentingnya toilet dan septitanc sejak tahun 2001. Dalam kurun waktu tersebut, Sumadi harus berjibaku dan berhadapan dengan warga yang sebagian besar menolak dan mencibir apa yang dilakukannya. Tidak jarang juga, Sumadi mendapatkan umpatan, meski tidak sampai pada teror secara fisik.

Tak ingin sia-sia, Sumadi terus melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat, untuk mengetahui masalah yang sebenarnya. Ia pun akhirnya menemukan jawabannya. Yang pertama, masyarakat enggan membuat toilet dan septitanc, karena harganya yang mahal, yakni Rp. 1,3 juta. Dan yang kedua, masyarakat memilih untuk buang air besar di sungai atau jamban.

Setelah mengetahui akar permasalahan. Sumadi akhirnya mengambil terobosan, dengan memasang tarif murah untuk setiap pembuatan dan pemasangan septitanc, yakni sebesar Rp. 800 ribu. Ia pun memberikan keringanan berupa angsuran kepada masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani.

Dari hasil kerja kerasnya, toilet dan septitanc buatan Sumadi, telah menyebar di seluruh wilayah Nganjuk. Hanya, kecamatan Loceret saja yang belum berhasil dijamahnya. Ia menargetkan di tahun ini, kawasan Loceret akan segera mendapatkan servis ala Sumadi. Perlu diketahui, setiap septictanc Sumadi, berbentuk lingkaran berdiameter 1 meter, dan bisa menampung 1,2 meter kubik tinja. Septictanc itu terdiri atas tiga bagian, yakni penampungan, peresapan, dan biogas.

Total dari 20 kecamatan yang ada di Nganjuk, minus Loceret, sekitar 2.800 unit toilet dan septitanc Sumadi sudah digunakan masyarakat. Beberapa wilayah lain, seperti Lumajang, Sidoarjo, Jombang, Kediri, Madiun dan Jember juga sudah menggunakan toilet ala Sumadi.

Untuk bisa mengerjakan itu, Sumadi tidak sendiri. Ia mengajak semua pihak, yang memiliki komitmen dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Lika-Liku Kalpataru
Menurut Sumadi, dirinya tidak menyangka bakal mendapatkan kehormatan bertemu dengan orang nomor satu di negeri ini. Pikiran itu, jauh melayang tinggi diangannya, karena memang tidak ada niatan apapun, dalam melakukan pekerjaan dan pengabdiannya ke lingkungan.

Sumadi mengaku mendapatkan kabar dari Pemprov Jatim, agar datang ke Jakarta pada tanggal 8 – 10 Juni. Namun, ia tidak diberi tahu, kalau mendapatkan kalpataru. Undangan ke Jakarta dibuat dalam kondisi buram, agar tidak bisa dibaca dengan jelas oleh Sumadi.

Ia menuturkan, sebelum mendapatkan Kalpataru, beberapa kawasan yang menjadi tempat binaan, mendapatkan kunjungan dan penilai dari tim kementrian lingkungan hidup. Penilaian itu dilakukan, dalam kurun waktu hamper dua bulan, yakni April dan Mei. Dari penilaian itulah, akhirnya Sumadi mendapatkan penghargaan Kalpataru sebagai pengabdi lingkungan hidup. Penghargaan itu, adalah reward khusus bagi para PNS yang dianggap berjasa dalam menyelamatkan lingkungan yang terus berubah mengikuti dampak pemanasan global.

Sebelum meraih Kalpataru, padatahun 2007, Sumadi berhasil meraih juara III bidang pelestari lingkungan hidup se-Jatim. Setelah itu, mulai tahun 2008, ia mengembangkan toilet dan septitanc, di daerah lainnya.

Sumadi juga mendapatkan pengalaman yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Ia didapuk menjadi wakil Indonesia dalam konferensi sanitasi lingkungan di Stocklom, Swedia. Ia menjadi salah satu narasumber pada acara itu. Di bulan Februari lalu, ia juga diundang untuk menjadi pembicara di Filipina. Sayangnya pada acara tersebut, Sumadi tidak dapat hadir. Ia hanya mengirimkan makalah dan materi kepada panitia. Dan, bulan Juli mendatang undangan dari World Bank, untuk menjadi narasumber dengan materi pengolahan tinja dan biogas.

Ke depan, Sumadi berharap masyarakat tidak lagi takut akan penyakit karena kebersihan lingkungan terjaga. Dan, yang terpenting, masyarakat tidak lagi membuang air besar sembarangan.(red)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar