Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Minggu, 27 Maret 2011

Warga Kalidawir Tuntut Program City Gas


Warta Jatim, Sidoarjo – Warga Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, menolak pengeboran sumur PT Lapindo Brantas karena tidak pernah mendapatkan gas dari pengeboran di desa mereka. Permintaan dimasukkan Program City Gas belum juga dipenuhi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sudah beberapa kali warga Kalidawir minta wilayahnya masuk Program City Gas. "Warga meminta Lapindo Brantas dan Kementerian Energi dan SDM mengalokasikan 900 sambungan gas ke rumah warga. Namun ditolak, sehingga warga tidak mengizinkan pengeboran ini," kata Kepala Desa Kalidawir Mochammad Anas.

Atas desakan warga, akhirnya Dirjen Migas Kementerian ESDM berjanji memasang saluran pipa gas di rumah warga Kalidawir pada Juni - Juli 2011. Mochammad Anas mengatakan, jika janji itu tidak direalisasikan, warga akan menolak rencana pengeboran sumur di desa mereka.

PT Lapindo Brantas menyatakan penolakan warga Kalidawir akan menghambat Program City Gas yang dicanangkan pemerintah pusat. "Ada kesalahan persepsi masyarakat. Kami tidak melakukan pengeboran, tapi hanya memperdalam sumur di Desa Kalidawir," kata Humas PT Lapindo Brantas Diaz Raichan, Jumat (25/3). 

Menurut Diaz, Program City Gas di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah menginvestasikan dana Rp 100 miliar untuk program ini. Hasil pengeboran sumur Kalidawir telah disalurkan ke 2.900 rumah di Kelurahan Kalirungkut dan Rungkut Kidul.

Saat ini sumur Lapindo di Kalidawir menghasilkan 5 juta Btu (British thermal unit). Pendalaman sumur, kata Diaz Raichan, diharapkan meningkatkan hasil pengeboran menjadi 10 juta Btu.(red)

Lumpur Lapindo Terus Gerus Sekolah


Warta Jatim, Sidoarjo – Menjelang lima tahun tragedi lumpur Lapindo di Sidoarjo, gedung sekolah yang rusak akibat lumpur terus bertambah. Setidaknya 36 bangunan TK hingga SMA rusak, belum termasuk gedung sekolah di tepi tanggul lumpur yang harus tutup atau pindah. 

Sekolah yang terkena lumpur Lapindo tersebar di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin. Sekolah swasta yang memiliki biaya biasanya pindah ke lokasi lain. Sedangkan sekolah negeri hanya dianggarkan dana APBD untuk perbaikan atau relokasi.

"Sekolah yang direlokasi biasanya digabungkan dengan sekolah terdekat. Sedangkan gurunya ditugaskan ke sekolah lain yang membutuhkan," kata Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo Agoes Budi Tjahjono.

Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo menyatakan tidak memiliki anggaran sosial untuk relokasi ataupun perbaikan gedung sekolah. Hanya ada anggaran untuk dampak lumpur Lapindo. "BPLS hanya melakukan pendataan. Perbaikan dan relokasi sekolah menjadi urusan mereka (Lapindo dan pemerintah)," kata humas BPLS Ahmad Khusaeri.

Menurut Khusaeri, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, biaya perbaikan dan relokasi sekolah yang masuk peta terdampak menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya. Namun, Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 dan Nomor 40 Tahun 2009 menyebutkan semua biaya perbaikan dan relokasi sekolah menjadi tanggungan pemerintah. 

Kepala SDN Pejarakan 1 Mudzakir Fakir mengatakan sudah tiga kali sekolahnya diterjang luberan lumpur Lapindo. Dia sudah sering mengajukan proposal perbaikan sekolah kepada pemerintah, namun tak ada tanggapan. Belum juga ada kepastian relokasi gedung sekolah yang akan dijadikan tanggul lumpur ini.(red)

Kamis, 24 Maret 2011

Berat Beban Kali Surabaya


Warta Jatim, Surabaya - Kali Surabaya sungguh mengenaskan. Limbah pabrik dan rumah tangga mencemari air yang merupakan sumber air minum warga. Kandungan merkuri 90 kali lipat dari kelayakan bahan baku air minum. Bakteri E-coli telah melebihi ambang batas.

Sungai yang melintasi kota Surabaya dari Warugunung di selatan hingga Jagir di timur, dan bermuara di Tanjung Perak dan Selat Madura, ini seperti tak terurus. Sepanjang bantaran bermunculan bangunan. Penambangan pasir liar pun terjadi hampir di sepanjang Kali Surabaya. (red)

Kamis, 17 Maret 2011

Warga Kalidawir Tolak Rencana Pengeboran Lapindo


Warta Jatim, Surabaya - Warga Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, menolak rencana pengeboran sumur minyak dan gas PT Lapindo Brantas di wilayah mereka. Sebelumnya Bupati dan DPRD Sidoarjo juga menolak eksplorasi sumur di Kalidawir.

Ahmad Saiku, tokoh masyarakat Kalidawir, mengatakan selama ini PT Lapindo Brantas hanya bisa mengeksplorasi minyak, namun tidak menyelesaikan persoalan sosial yang menimpa masyarakat di wilayah pengeboran dan korban lumpur di Porong.

Saiku meminta Bupati dan jajarannya berpikir ulang mengizinkan PT Lapindo Brantas melakukan pengeboran. "Lima tahun penderitaan korban lumpur harus dijadikan pedoman. Apalagi, kabarnya kompensasi yang diterima pemerintah Sidoarjo sangat jauh dibandingkan keuntungan Lapindo," kata Saiku. 

Di tempat terpisah, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Bupati Sidoarjo Saiful Illah mengapresiasi penolakan warga. Penolakan warga harus menjadi pertimbangan Bupati untuk mengeluarkan keputusan. "Bupati harus mengecek segala sesuatunya. Jika memang merugikan, saya menyarankan tidak ada lagi pengeboran. Karena akan meresahkan masyarakat," ujarnya. 

Gubernur mengaku hanya bisa memberikan imbauan kepada Bupati Sidoarjo. Soal menerima atau menolak rencana pengeboran PT Lapindo Brantas merupakan otoritas Bupati Sidoarjo. 

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara mengatakan, pernyataan Bupati Sidoarjo menyerahkan keputusan pengeboran kepada warga merupakan bukti sikap tidak tegas. Sebagai pemimpin, seharusnya Bupati Saiful Illah dapat membuat keputusan menolak pengeboran. 

Catur mendesak pembatalan rencana pengeboran di Desa Kalidawir. Selain tidak menguntungkan masyarakat, PT Lapindo Brantas harus menyelesaikan persoalan sosial korban lumpur di wilayah Porong dan sekitarnya.(red)

Walhi: Segera Relokasi Warga Porong


Warta Jatim, Sidoarjo - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur mendesak pemerintah segera merelokasi warga kawasan Porong, Sidoarjo, yang berdekatan dengan kawasan pengeboran PT Lapindo Brantas. Temuan Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan kondisi Porong dan sekitarnya tidak layak huni. 

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Bambang Catur Nusantara mengatakan, jumlah wilayah yang tidak layak huni terus bertambah. Pada tahun 2009 Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan ada 9 RT yang tidak layak dan saat ini telah mencapai 49 RT. 

Selain permukiman, jumlah warga yang menderita gangguan saluran pernafasan atas (ISPA) juga terus meningkat. Pada tahun 2006 terdapat 26 ribu penderita dan saat ini sudah mencapai hampir 60 ribu penderita. "Seharusnya pemerintah tegas mengatakan kawasan Porong tidak layak dan warga harus segera relokasi," kata Bambang Catur, Kamis (17/3). 

Menurut Bambang Catur, jika kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan kondisi dalam jangka panjang akan semakin membahayakan warga. Apalagi pemerintah tidak pernah terbuka soal kondisi lingkungan di sekitar semburan lumpur. (red)

Walhi: Segera Relokasi Warga Porong


Warta Jatim, Sidoarjo - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur mendesak pemerintah segera merelokasi warga kawasan Porong, Sidoarjo, yang berdekatan dengan kawasan pengeboran PT Lapindo Brantas. Temuan Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan kondisi Porong dan sekitarnya tidak layak huni. 

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Bambang Catur Nusantara mengatakan, jumlah wilayah yang tidak layak huni terus bertambah. Pada tahun 2009 Tim Kajian Kelayakan Pemukiman menyebutkan ada 9 RT yang tidak layak dan saat ini telah mencapai 49 RT. 

Selain permukiman, jumlah warga yang menderita gangguan saluran pernafasan atas (ISPA) juga terus meningkat. Pada tahun 2006 terdapat 26 ribu penderita dan saat ini sudah mencapai hampir 60 ribu penderita. "Seharusnya pemerintah tegas mengatakan kawasan Porong tidak layak dan warga harus segera relokasi," kata Bambang Catur, Kamis (17/3). 

Menurut Bambang Catur, jika kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan kondisi dalam jangka panjang akan semakin membahayakan warga. Apalagi pemerintah tidak pernah terbuka soal kondisi lingkungan di sekitar semburan lumpur. (red)

Sabtu, 12 Maret 2011

Din Syamsudin: Data Wikileaks Tak Salah


Warta Jatim, Surabaya - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk segera melakukan tuntutan hukum atas pemberitaan dua media Australia, Sydney Morning Herald dan The Age yang bersumber dari Wikileaks. Jika tidak, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi bangsa Indonesia. 

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, jika memang Presiden merasa tidak pernah melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan, maka tuntutan hukum terhadap media yang memberitakan wajib dilakukan. Din juga menyarankan agar SBY menjelaskan fakta sesungguhnya atas tudingan korupsi sebagaimana dimuat dalam dokumen yang dibocorkan Wikileaks

"Jangan hanya lewat Jubir saja, namun harus ada statment resmi dari Presiden," kata Din Syamsudin di Surabaya, Sabtu (12/3)

Menurut Din Syamsudin, apa yang ditulis dua media Australia tersebut tidak sepenuhnya harus disalahkan. Apalagi, kalau melihat fenomena di dalam negeri, Presiden seringkali melakukan intimidasi terhadap lawan politik maupun pengkritik kebijakan pemerintah, seperti tokoh lintas agama. Hal itu dilakukan SBY melalui pembantu terdekatnya.

Tidak itu saja, kesan melindungi koruptor juga tampak dari sikap SBY yang seakan tidak segera menyelesaikan persoalan skandal Bank Century. Bahkan, kabarnya proses hukum skandal tersebut akan dihentikan. 

Din Syamsudin menegaskan agar semua pihak tidak menyalahkan pemberitaan di dua media Australia tersebut. Ia menyerankan agar semua pihak  membandingkan apa yang dibocorkan Wikileaks dengan fakta. "Jika memang kasus-kasus yang dibeberkan Wikileaks benar, maka itu adalah sebuah malapetaka bagi bangsa Indonesia," katanya.(red)

SK Gubernur Melahirkan Intimidasi terhadap Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya - Paska keluarnya SK Gubernur Jatim tentang pelarangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Timur, membuat anggota Jemaah Ahmadiyah mengalami tekanan psikologis. Diantaranya, pelarangan ibadah di masjid Ahmadiyah dan  sikap diskriminasi terhadap anak-anak JAI. 

Humas JAI Jatim Jerry C Gunadi mengatakan pihaknya sempat bersitegang dengan aparat kepolisian karena dilarang sholat Jumat di masjid An-Nur, Surabaya, milik JAI. Jerrty menilai sikap polisi semakin membuktikan kalau adanya salah tafsir soal SK Gubernur. Tidak itu saja, negara juga dianggap lemah dalam melindungi hak warga negara. 

" SK tersebut telah menimbulkan banyak multi tafsir. Untuk itulah perlindungan terhadap JAI mutlak diperlukan," ujar Jerry. 

Jerry menambahkan, hingga kini JAI terus mematangkan langkah untuk melakukan tuntutan hukum terhadap SK Gubernur yang dinilai ilegal itu. 

Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo membantah adanya tindakan intimidasi terhadap JAI di Jatim. Apalagi, dalam pertemuannya dengan JAI beberapa waktu lalu, ia sudah berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi seluruh JAI. 

" Tidak benar ada intimidasi terhadap JAI. Soal peristiwa di Malang, itu adalah ulah Aremania, yang akan berangkat ke Papua. Dan bukan perusakan atau intimidasi terhadap JAI, karena Polda dan jajarannya, sudah mengecek ke Malang," ujar Soekarwo, Sabtu (12/3). 

Soekarwo juga mempertanyakan sikap JAI yang akan mempermasalahkan SK yang diterbitkannya. Menurutnya, JAI sudah sepakat untuk tidak akan mempermasalahkannya SK tersebut. Apalagi, perwakilan JAI juga terlibat dalam perumusan SK tersebut. (red)

Kamis, 10 Maret 2011

GUIB Samakan Ahmadiyah dengan Komunis


Warta Jatim, Surabaya - Massa Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur berdemonstrasi di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (10/3). Mereka mendesak pemerintah membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan memperingatkan bahaya kebangkitan komunisme.

Koordinator aksi GUIB Arukad Jaswadi mengatakan, jika terus dibiarkan JAI akan membahayakan persatuan bangsa. “Dalam melawan komunis, pilihan kita hanya dua. Membunuh atau dibunuh. Begitu juga dengan keberadaan JAI,” kata Arukad, Kamis (10/3).

Menurut Arukad, gerakan komunis saat ini bergerak secara sistematis dalam lembaga negara. Mereka cenderung bergerak di bawah tanah, namun membangun struktur dengan rapi.

Selain menuntut pembubaran JAI, GUIB juga mendesak pemerintah menghentikan pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Mereka menilai RUU tersebut menyuburkan kader komunis di masyarakat. Polri juga diminta membentuk lembaga antikomunisme.

Di tempat terpisah, Kepala Departemen Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (Cmars) Akhol Firdaus mengatakan, pernyataan GUIB cenderung ngawur. Pernyataan itu bisa dikategorikan sebagai tindakan intoleransi, yang sengaja membakar masyarakat untuk melakukan persekusi (penghakiman massa).

Akhol menegaskan, pernyataan itu bisa berakibat buruk dalam penegakan HAM di Jawa Timur dan Indonesia. Apalagi selama ini polisi selaku aparatur negara tidak memiliki kekuatan dan tunduk pada persekusi atau penghakiman massa. “Polisi memiliki catatan buruk dalam penegakan HAM. Dan mereka selalu tidak berdaya. Untuk itulah, harus diwaspadai betul pernyataan sikap (GUIB) ini.”

Pada Minggu (6/2) sekitar pukul 10 pagi massa sekitar 1.500 orang menyerang Jemaat Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Terjadi perlawanan warga Ahmadiyah. Tiga warga Ahmadiyah tewas, yaitu Roni Ahmad, Adi Mulyadi, dan Tarno. Korban luka berat Ferdiaz, Deden Sujana, Baby, Masihudin, dan Apip.(red)

Lemah, Pengawasan Penempatan TKI


Warta Jatim, Surabaya - Permasalahan yang sering menimpa BMI Jawa Timur akibat lemahnya sistem pengawasan pemerintah terhadap kinerja perusahaan penempatan tenaga kerja. Dari 85 perusahaan penempatan TKI di Jatim, hanya 14 perusahaan yang dinyatakan baik.  

Minimnya perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PTKIS) yang layak menjadi penyumbang terbesar permasalahan buruh migran Indonesia, mulai penempatan hingga pencairan asuransi. “Jika ingin ada perbaikan, pemerintah wajib mencabut izin usaha PPTKIS yang bermasalah,” kata Hari Putri Lestari, koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Buruh Migran Indonesia (Jampibumi) Jatim.

Putri mendesak pemerintah segera mengumumkan PPTKIS bermasalah. Jika tidak dipenuhi, pihaknya akan mengumumkan kepada masyarakat.

Putri juga menyoroti proses kontrak kerja yang dilakukan BMI dengan PPTKIS. Sering dijumpai tanda tangan kontrak di kertas kosong. Akibatnya, buruh migran sering kehilangan hak, seperti asuransi, jika terjadi masalah.

Untuk perbaikan, Putri meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota agar berkoordinasi dengan kepala desa. Hal ini penting agar tidak terjadi penyelewengan dalam perekturan calon tenaga kerja.

Secara terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur Hary Sugiri mengakui sangat kesulitan mengawasi PPTKIS karena minimnya tim pengawas. Dia berjanji akan memperbaiki kinerja, terutama dalam pengawasan PPTKIS.

Mengenai desakan agar mengumumkan PPTKIS bermasalah, Hary mengatakan akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gubernur.

Jawa Timur merupakan daerah ketiga besar pengiriman buruh migran. Berdasarkan data tahun 2010, buruh migran asal Jatim mencapai 53.815 orang. (red)

MUI Minta Daerah Larang Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya – Majelis Ulama Indonesia justru mendesak seluruh daerah mengeluarkan larangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Alasannya, JAI tidak memahami ajaran Islam secara benar, sehingga layak dilarang ataupun dihentikan ajarannya.

Ketua MUI Pusat Umar Shihab menyatakan sikap MUI sangat jelas. Yakni menginginkan pembubaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kalaupun tidak dibubarkan, JAI harus keluar dari Islam dan mendirikan sekte atau agama sendiri.

Umar mengaku tidak mempermasalahkan tuntutan hukum terhadap putusan kepala daerah yang melarang aktivitas JAI. “Masing-masing orang memang berhak memiliki pendapat yang berbeda. Namun, jika JAI dibiarkan, kami khawatir ada kelompok fanatisme agama yang keliru akan melakukan tindakan kekerasan,” kata Umar Shibab di Surabaya.

Ketua MUI Jawa Timur Abdushomad Buchori mengatakan MUI Jatim dan Gabungan Umat Islam Bersatu akan berunjuk rasa di Gedung Grahadi, Kamis (10/3). Mereka akan menuntut Gubernur Jawa Timur mendesak pemerintah pusat segera membubarkan JAI. “Teman-teman memang akan melakukan aksi. Namun, kami mengharapkan mereka bisa melakukan hal yang positif,” katanya.

Abdushomad meminta semua pihak tidak melakukan kekerasan terhadap JAI. Meski dianggap menyimpang dari ajaran Islam, bagaimanapun pengikut JAI tetap berhak dilindungi sebagai warga negara.

Secara terpisah, Gubernur Soekarwo menyatakan tidak bisa mengeluarkan surat keputusan pembubaran JAI. Soal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Kami sudah berkoordinasi dengan semua pihak untuk menjamin keselamatan JAI. Jika ada pihak yang melakukan tindakan kekerasan, kami akan tindak tegas,” katanya.

Di Jakarta kemarin Gerakan Tokoh Lintas Agama mendesak pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, segera berdialog dengan Jemaat Ahmadiyah. Dialog bersama melibatkan pihak-pihak terkait akan memeberikan peluang bagi Ahmadiyah untuk lebih menjelaskan dirinya. (red) 

Minggu, 06 Maret 2011

Diskriminasi Masih Marak


Warta Jatim, Surabaya - Kelompok pembela hak kaum gay dan lesbian di Surabaya, Gaya Nusantara, menggelar pameran foto bertema Fundamentalisme dan Diskriminasi. Pameran digelar mulai Selasa (1//3) hingga Minggu (6/3) untuk memperingati Hari Solidaritas Gay dan Lesbian Nasional.

Kepala Seksi Media dan Rubrikasi Gaya Nusantara Widianto mengatakan, pameran ini digelar secara khusus, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka sebagai masyarakat sipil.

Menurut Widianto, pameran foto ini mengambarkan, perlakuan diskriminasi bisa dialami oleh siapa saja. Tidak peduli seniman, korban pelanggaran HAM, penderita HIV/AIDS atau siapapun.

“Pameran ini memberikan pesan, kalau semua orang bisa mendapatkan perlakuan diskriminasi,” ujar Widianto.

Widianto menegaskan, banyak faktor yang mempengaruhi mengapa masyarakat maupun pemerintah menjadi korban atau pelaku tindakan diskriminatif. Untuk itu dia berharap, melalui pameran ini, masyarakat bisa menyadari pentingnya menghargai sesama, tanpa melakukan tindakan diskriminasi.

Nurdiyana, salah satu pengunjung, mengaku terkesan dengan pesan yang disampaikan dalam pameran foto tersebut. Secara pribadi, dia mengatakan pesan itu, bisa mengubah dirinya untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi kepada siapapun.

“Meski pameran ini sederhana, namun pesan yang disampaikan telah membuka pikiran saya tentang cara menghargai tanpa melakukan diskriminasi,” ujar Nurdiyana. 

Pameran foto ini hanya terdiri dari 24 karya. Rencananya, pameran ini digelar sejak Januari lalu. Namun, karena ada beberapa penolakan, pameran baru bisa terselenggara bulan Maret ini, di sekretariat Gaya Nusantara.

Selain menggelar pameran foto, Gaya Nusantara juga menggelar diskusi dan pemutaran film terkait dengan HAM, dan kaum homoseksual.(red) 

BPLS Dilaporkan Peras Korban Lapindo


Warta Jatim, Sidoarjo – Tim Verifikasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo diduga memeras korban lumpur Lapindo di tiga desa di Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Dugaan pemerasaan itu dilaporkan beberapa korban Lapindo ke Polres Sidoarjo.

Kapolres Sidoarjo AKBP M Iqbal mengatakan, dalam pemeriksaan saksi, selain meminta keterangan staf BPLS, juga meminta keterangan Badan Pertanahan Nasional. "Yang jelas dugaan penyelewengan sudah ada. Kami akan terus menyelidiki nilai uang yang diselewengkan," kata M Iqbal.

Menurut Iqbal, modus pemerasan meminta uang kepada warga korban Lapindo berkaitan dengan ganti rugi tanah. Warga yang tidak mau memberikan uang, proses ganti rugi dipersulit dan oknum Tim Verifikasi BPLS mengubah status tanah kering menjadi tanah sawah yang nilai ganti ruginya jauh lebih rendah. 

Mudiarto, warga Desa Besuki, mengatakan dimintai uang Rp 300 Juta. Namun, dia tidak menghiraukan permintaan oknum Tim Verifikasi BPLS tersebut. Karena menolak, tanah kering miliknya diubah menjadi tanah sawah. "Selain saya, warga yang lain juga dikenai fee. Karena itulah kami melapor ke Polres agar menyelesaikan kasus ini."

Humas BPLS Ahmad Khusaeri menyatakan pihaknya berkomitmen tidak melakukan pungli atau menarik biaya dalam proses ganti rugi. Dia mempersilakan polisi mengusut kasus ini. Jika laporan pemerasan terbukti, pihaknya menyerahkan penyelesaian sesuai hukum. (red)

Rabu, 02 Maret 2011

Gubernur Jatim Akan Hadapi Tuntutan Ahmadiyah


Warta Jatim, Surabaya - Gubernur Jawa Timur menyatakan siap menghadapi gugatan hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia, baik di tingkat daerah maupun pusat, terkait penerbitan SK Gubernur Nomor 188/94 KPTS/13/2011. Surat keputusan itu melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Jawa Timur. 

Gubernur Soekarwo mengaku sebelum menerbitkan surat keputusan itu telah menjelaskan kepada Jemaat Ahmadiyah. "Saat dijelaskan SK ini bukan pembubaran, JAI menerima. Tapi, kalau ada yang mengajukan gugatan, silakan saja," kata Soekarwo. 

Menurut Soekarwo, penerbitan SK sudah sesuai prosedur dan tidak menyalahi aturan. Karena itu, dia meminta semua pihak tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat. Dia juga mengimbau Jemaat Ahmadiyah dalam menjalankan ibadah tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan kecemburan sosial. Misalnya, azan tidak menggunakan pengeras suara dan mencopot papan nama JAI. 

Secara terpisah Kepala Pendidikan dan Publikasi Center for Marginalized Communities Studies (CMars) Akhol Firdaus mengatakan, penerbitan SK Gubernur yang melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah mencerminkan kondisi negara lemah dan tidak bisa melindungi kelompok minoritas. 

Akhol menilai SK tersebut tidak masuk akal. Apalagi selama ini tidak pernah terjadi gesekan antara masyarakat Jawa Timur dan Jemaat Ahmadiyah. "Keluarnya SK itu bukti pemerintah tidak memiliki komitmen dalam menjamin kebebasan beragama sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila," ujarnya.

Cmars akan mendukung langkah Jemaat Ahmadiyah Jawa Timur yang akan mengajukan tuntutan hukum atas terbitnya SK Gubernur tersebut. Tuntutan hukum sedang dimatangkan tim Jaringan Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan untuk diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung. Target tuntutan meminta Gubernur Jatim mencabut SK yang dinilai sangat diskriminatif dan melanggar HAM itu.(red)

Ahmadiyah Jatim Siap Tuntut SK Gubernur


Warta Jatim, Surabaya – Jemaat Ahmadiyah Indonesia Jawa Timur memastikan akan mengajukan tuntutan hukum terhadap SK Gubernur Jawa Timur Nomor 188/94/KPTS/013/2011 tentang Pelarangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di wilayah Jawa Timur. Surat keputusan tersebut diteken dan diberlakukan mulai Senin (28/2).

Humas JAI Jatim Jerry C Gunadi mengatakan, tindakan Gubernur Soekarwo yang mengeluarkan surat keputusan melarang aktivitas Ahmadiyah tidak bisa dibenarkan. Terlebih belum ada keputusan resmi dari Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta tentang Jemaat Ahmadiyah. "Anda bisa menilai sendiri, benar atau salah, apa yang dilakukan Gubernur," kata Jerry.  

Berkaitan dengan rencana tuntutan hukum tersebut, Jemaat Ahmadiyah Jatim akan berkonsolidasi terlebih dahulu dengan Jaringan Aliansi Masyarakat Anti-Kekerasan Jawa Timur.

Menurut Jerry, saat ini seluruh keputusan tentang Jemaat Ahmadiyah ditangani pimpinan di Jakarta. Jemaat di daerah tinggal menunggu komando dari pusat. 

Di tempat terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim Abdushomad Buchori mengatakan, meski menerima keputusan Gubernur soal pelarangan aktivitas Ahmadiyah, dirinya belum puas. Dia meminta pemerintah segera mengeluarkan keputusan membubarkan Ahmadiyah. 

Abdushomad juga meminta JAI tidak mengaku sebagai umat Islam. Ia malah memberikan opsi kepada JAI menjadi agama sendiri atau masuk Islam, namun harus mengikuti syariat dan aturan sesuai ajaran Islam. 

Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/94/KPTS/013/2001 menekankan empat hal yang harus dipatuhi Jemaat Ahmadiyah di wilayah Jawa Timur. Yaitu, dilarang menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, maupun melalui media elektronik. Dilarang memasang papan nama organisasi di tempat umum. Dilarang memasang papan nama pada masjid, musala, lembaga pendidikan, dan lain lain dengan identitas Ahmadiyah. Dilarang menggunakan atribut Ahmadiyah dalam segala bentuknya. (red)

Selasa, 01 Maret 2011

Obat Trauma Lapindo


Terapi psikologi. Anak-anak terjebak trauma.

Irsyad sibuk mengeluarkan perangkat gamelan dari rumahnya. Di pelataran rumah beberapa anak-anak usia SD tak kalah sibuk menggunting koran dan karton warna warni.

Sejak Januari 2009 Irsyad mendirikan sanggar Al Faz. Sanggar ini menjadi alternatif sarana belajar sekitar 30 anak-anak korban lumpur Lapindo Brantas. Disini anak-anak belajar seni musik, tari, dan bahasa Inggris. Semuanya gratis.

Menurut Irsyad, ide mendirikan sanggar muncul karena prihatin melihat kondisi anak-anak korban Lapindo. Psikologi anak korban Lapindo terganggu karena harus tinggal di pengungsian atau kehilangan teman karena pindah ke lain desa. Sedangkan perhatian orang tua fokus pada perjuangan mendapatkan ganti rugi yang belum selesai hingga hari ini. 

Setelah lahan pertanian habis ditenggelamkan lumpur, para orang tua sibuk mencari pekerjaan baru. Akibatnya anak kurang perhatian dan terpaksa menyelesaikan masalah sosialnya sendiri.

Irsyad yang tidak punya pekerjaan, nekat mendirikan sanggar sebagai tempat belajar dan bermain anak-anak korban Lapindo. Satu tahun setelah berdiri, Sanggar Al Faz mulai mendapat bantuan buku, perangkat gamelan, dan beberapa alat kesenian.

Belajar Melupakan Lapindo
Dewi bergabung bersama Sanggar Al Faz untuk menyalurkan hobi menari. Tapi yang utama, bermain bersama teman-teman sebayanya. ”Dengan aktif di sanggar, saya belajar banyak hal,” kata Dewi.

Dewi tinggal di Desa Besuki Timur. Tak jauh dari tanggul penahan lumpur. Dia mengaku sering ketakutan karena tanggul langganan bocor dan longsor.

Desa Besuki Timur bakal terisolasi. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo berencana membangun tanggul baru di Desa Besuki, Pejarakan, dan Siring yang menutup akses jalan menuju Jalan Raya Porong.

Agus anak korban Lapindo, mengaku mendapat banyak manfaat bergabung bersama Sanggar Al Faz. Agus dulu dikenal pemurung. Agus kehilangan kawan karena banyak yang pindah ke desa lain akibat semburan lumpur.

Menurut Slamet, sejak lumpur Lapindo meneggelamkan desa-desa di Porong anaknya berubah menjadi pendiam. Agus jadi jarang bergaul dan lebih banyak mengurung diri di rumah. Perangai Agus membaik setelah bergabung dengan Sanggar Al Faz.

”Meski kami masih diliputi rasa was-was, perubahan Agus membuat kami bahagia,” ujar Slamet.

Sanggar Al Faz bertahan karena ketekunan dan kesabaran Irsyad. Ketika pertama kali berdiri, sanggar ini belum memiliki buku bacaan atau perangkat bermain anak lainnya.

Irsyad yang bekerja serabutan tidak memiliki modal melengkapi sanggar. Pelan-pelan dia mulai mengumpulkan buku sumbangan dari beberapa kawan dan donatur. Sanggar Al Faz kini memiliki perpustakaan kecil di ruang tamu rumah Irsyad.

”Ini dari sumbangan kawan dan donatur. Sanggar ini mulai maju memberikan pelatihan komputer, seni tari, musik, hingga bahasa inggris kepada anak-anak,” kata Irsyad.

Sekitar 75 anak bergabung ketika Sanggar Al Faz ketika pertama kali berdiri. Kegiatan belajar dan bermain digelar tiap sore di teras rumah Irsyad.

Kegiatan Irsyad ternyata tidak disetujui beberapa guru dari sekolah di sekitar desa. Mereka melarang muridnya ikut kegiatan sanggar dengan alasan mengganggu pelajaran.

”Imbas dari peristiwa itu jumlah anak yang ikut Sanggar Al Faz mulai menurun. Hingga akhirnya yang bertahan tinggal 30 siswa.”

Selain sebagai tempat bermain, Sanggar Al Faz yang terletak di Desa Besuki Timur, Kecamatan Jabon ini, juga menjadi tempat pertemuan warga korban Lapindo. Di sanggar ini korban Lapindo menggelar diskusi tiap dua minggu sekali.

Diskusi tidak hanya terkait persoalan lumpur Lapindo. Masalah kesehatan dan pendidikan juga dibahas. Selain mengumpulkan warga, Irsyad mengundang lurah atau camat untuk berdialog.

Irsyad berharap sanggar memiliki bangunan sendiri tidak menumpang di rumahnya. ”Biar siswa lebih bebas mengekspresikan apa yang mereka impikan.”