Warta Jatim, Surabaya - Permasalahan yang sering menimpa BMI Jawa Timur akibat lemahnya sistem pengawasan pemerintah terhadap kinerja perusahaan penempatan tenaga kerja. Dari 85 perusahaan penempatan TKI di Jatim, hanya 14 perusahaan yang dinyatakan baik.
Minimnya perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PTKIS) yang layak menjadi penyumbang terbesar permasalahan buruh migran Indonesia, mulai penempatan hingga pencairan asuransi. “Jika ingin ada perbaikan, pemerintah wajib mencabut izin usaha PPTKIS yang bermasalah,” kata Hari Putri Lestari, koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Buruh Migran Indonesia (Jampibumi) Jatim.
Putri mendesak pemerintah segera mengumumkan PPTKIS bermasalah. Jika tidak dipenuhi, pihaknya akan mengumumkan kepada masyarakat.
Putri juga menyoroti proses kontrak kerja yang dilakukan BMI dengan PPTKIS. Sering dijumpai tanda tangan kontrak di kertas kosong. Akibatnya, buruh migran sering kehilangan hak, seperti asuransi, jika terjadi masalah.
Untuk perbaikan, Putri meminta kepada gubernur, bupati, dan wali kota agar berkoordinasi dengan kepala desa. Hal ini penting agar tidak terjadi penyelewengan dalam perekturan calon tenaga kerja.
Secara terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur Hary Sugiri mengakui sangat kesulitan mengawasi PPTKIS karena minimnya tim pengawas. Dia berjanji akan memperbaiki kinerja, terutama dalam pengawasan PPTKIS.
Mengenai desakan agar mengumumkan PPTKIS bermasalah, Hary mengatakan akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gubernur.
Jawa Timur merupakan daerah ketiga besar pengiriman buruh migran. Berdasarkan data tahun 2010, buruh migran asal Jatim mencapai 53.815 orang. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar