Warta Jatim, Surabaya- Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak budidaya jagung transgenik, yang dikembangkan PT Branita Shandini atau Mosanto di Kabupaten Mojokerto.
Ketua Departemen Konsolidasi Organisasi Nasional SPI, Ali Fahmi mengatakan, pihaknya menolak budidaya jagung transgenik karena dianggap tidak aman bagi kesehatan. Menurut dia, belum ada satupun penelitian yang menjamin pangan rekayasa genetik aman 100 persen.
Pangan transgenik juga berpotensi merusak lingkungan. Di beberapa negara seperti Kanada, budidaya tanaman transgenik menyebabkan polusi genetik. Lahan yang berdekatan dengan tanaman transgenik berpotensi tercemar gen hasil transgenik.
SPI juga menyoroti bahaya penguasaan ekonomi oleh PT Branita Shandini. Seperti yang terjadi terhadap petani kapas transgenik di Bulukumba, Sulawesi Selatan, produktifitas tidak meningkat setelah menggunakan tanaman kapas transgenik.
”Setelah digugat oleh koalisi petani, baru dikeluarkan data yang menyebutkan bahwa lebih dari 70 persen lokasi tidak menghasilkan seperti yang dijanjikan. Dari janji 3 sampai 4 ton per hektare, ternyata produksinya hanya berkisar 1,1 ton atau sekitar 60 persen,” kata Ali Fahmi.
Serikat Petani Indonesia memberikan rekomendasi kepada Kementrian Pertanian untuk tidak mengeluarkan izin penanaman benih jagung transgenik. Mereka juga meminta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meneliti benih tanaman pangan yang berbasis kekayaan hayati.
SPI meminta Kementrian Pertanian mendukung upaya petani mengembangkan benih secara mandiri, sehingga tidak tergantung pada perusahaan penghasil benih.
PT Branita Shandini telah menginvestasikan dana $US 40 juta untuk pengembangan benih jagung hibrida dan benih jagung transgenik di Mojokerto, Jawa Timur.
Chris Peterson, Country Lead Monsanto Indonesia mengatakan pengembangan benih jagung transgenik akan diekspor ke Filipina, Vietnam, dan sejumlah negara di Asia Tenggara lainnya.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar