Koordinator Advokasi Serikat Buruh Kerakyatan Jamaluddin menyatakan kejanggalan tampak dari hasil survei Dewan Pengupahan Surabaya yang menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) Rp 935 ribu. Padahal berdasarkan survei SBK, nominal kebutuhan hidup layak buruh di Surabaya seharusnya Rp 1,5 juta.
Serikat Buruh Kerakyatan sudah memprotes penetapan KHL itu ke DPRD Kota Surabaya. Mereka juga sudah mendesak Ketua Dewan Pengupahan Surabaya Akhmad Safii menindaklanjuti masalah ini. "Kami berencana kembali berunjuk rasa ke Wali Kota untuk menuntut kejelasan penetapan KHL tersebut. Saya yakin penentuan ini tidak wajar, karena terkesan tertutup," kata Jamaluddin, Rabu (22/10).
Jamaluddin kecewa atas penetapan kebutuhan hidup layak Kota Surabaya yang lebih kecil dibandingkan Malang (Rp 985 ribu). Padahal, kebutuhan hidup di Surabaya jauh lebih tinggi dibandingkan di Malang. "Surabaya ini barometer Jawa Timur. Kalau UMK-nya kalah dari Malang, lantas bagaimana dengan daerah lainnya? Ini sama saja menyengsarakan buruh," ujarnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Dewan Pengupahan Kota Surabaya Ahmad Safii membantah tudingan SBK bahwa terjadi kecurangan dalam penetapan KHL. Menurut dia, penentuan KHL telah melalui prosedur yang ditentukan sehingga jumlahnya rasional.
Dia menyatakan penentuan KHL dipengaruhi banyak faktor, di antaranya biaya transportasi. Ongkos transportasi di Kota Surabaya lebih murah dibandingkan kota lain di Jatim. "Itu yang menyebabkan KHL Surabaya nilainya hampir sama dengan Kota Malang," kata Ahmad Safii.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Baktiono mengimbau pihak terkait mencari jalan tengah menyelesaikan silang pendapat penentuan KHL dan UMK Surabaya. Dia setuju pada pernyataan Wali Kota yang menetapkan nilai UMK Surabaya tahun 2009 sama besarnya dengan nilai KHL. Dia berharap perbedaan pendapat ini diselesaikan sebelum penentuan UMK kota Surabaya 31 Oktober mendatang, sehingga dapat diajukan ke Dewan Pengupahan Provinsi Jatim. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar