Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Rabu, 09 Juli 2008

Menghitung Hari, Menunggu Regu Tembak

Warta Jatim, Malang - Siang itu cuaca cerah bergelanyut di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Kebonsari, Sukun, Malang. Namun, ada satu wanita yang terlihat lelah duduk bersandar di pinggir terali besi. Dia adalah Sumiarsih, 59 tahun. Perempuan asal Surabaya ini sedang menanti hari-hari terakhir kehidupannya di hadapan regu tembak, usai penolakan Peninjauan Kembali (PK) perkaranya dari Mahkamah Agung.

Sumiarsih bersama dengan Djais Prayitno, suaminya dan anaknya, Sugeng, Nano HP, Daim serta Serda Polisi Adi Saputro, didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Letkol Marinir Purwanto, istri, dua anak, dan satu keponakan pada 13 Agustus 1988. Pembunuhan dilakukan dengan cara menghantam kepala korban dengan kayu, kemudian mayatnya dimasukkan ke mobil korban, dan dibuang di jurang Songgoriti, Batu, Malang.

Adi Saputro telah divonis mati melalui pengadilan koneksitas Mahmil III-12 Surabaya pada 9 November 1988 dan telah dieksekusi pada 30 November 1992. Sedangkan Sugeng dan Adi Prayitno juga dihukum mati. Sugeng kini masih mendiami LP Porong. Adi Prayitno yang ditahan di Lapas Porong Sidoarjo meninggal di RSUD Sidoarjo karena penyakit jantung.

Dalam penuturannya, Sumiarsih mengaku bisa menerima jika harus mengakhiri hidupnya di hadapan regu tembak. Ia juga mengaku yakin dengan pertolongan Tuhan saat ini. Bahkan dalam doa-doanya bersama dengan tiga rekan sesama tahanan, Sumiarsih ingin menerima kematian secara wajar. "Saya bukannya takut menghadapi kematian, Mas," kata Sumiarsih. "Tapi saya tidak tega melihat bagaimana perasaan anak saya saat mengetahui diri saya harus meninggal dengan cara seperti ini," tambahnya.

Meski terkesan berat, Sumiarsih berharap permintaannya bisa didengar oleh aparat penegak hukum. Sebagai warga negara, kata Sumiarsih, dirinya sangat mengharapkan hak-haknya. Baginya, di usianya yang hampir 60 tahun ini, tidak akan lama lagi meninggalkan dunia fana ini, seperti apa yang dialami suaminya, Djais Prayitno.

Sumiarsih mengatakan, walaupun hari-hari sisa dihupnya bisa dihitung, namun ingin memberikan sesuatu hal yang sangat berkesan bagi para penghuni Lapas lainnya. Salah satunya dengan membagikan jilbab warna merah muda buatan sendiri, yang diberikan sebagai kado kenang-kenangan untuk kepala Lapas tempatnya kini mendekam.

Kado kenang-kenangan tersebut diberikan Sumiarsih saat kalapas mengunjunginya bersama kepala divisi pemasyarakatan Kanwil Depkum dan HAM Jatim, T. Darmono di ruang tempat Sumiarsih menenangkan diri.

Tidak itu saja. Sumiarsih juga membuat boneka dari benang dan memberikan pelatihan atau pendampingan kepada narapidana lain untuk membuat karya kerajinan lain. Semuanya dilakukan Sumiarsih, agar bisa melupakan proses eksekusi mati yang diperkirakan berlangsung selama kurang lebih 1 minggu ke depan.

Dalam kesempatan tersebut, Sumiarsih menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban atas peristiwa yang berlangsung pada bulan Agustus 1988 silam. "Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan permohonan maaf atas semua yang pernah kami lakukan kepada keluarga korban," ujarnya dengan ekspresi menyesali pembunuhan tersebut.

Sedangkan bagi pihak keluarga yang ditinggalkan, Sumiarsih berpesan agar tabah dan menerima cobaan yang diberikan Tuhan. Sumiarsih berharap, kematiannya tidak membebani seluruh keluarganya. Baginya, biarlah semua yang terjadi ini menjadi tanggungannya.

Memang, pasca penolakan PK dari Mahkamah Agung, Sumiarsih hanya bisa pasrah dan berdoa di tengah keyakinannya akan masuk surga setelah mati di hadapan regu tembak. Sementara di lain pihak, seluruh aparat mulai dari jajaran Polda Jatim, Kejati, hingga Lapas Wanita Kelas II Kebonsari, Sukun, Malang siap melaksanakan eksekusi Sumiarsih. Meski belum ditentukan kapan dan dimana eksekusi akan dilakukan, namun diperkirakan Sumiarsih harus meregang nyawa di hadapan regu tembak di bulan ini. (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar