Hal itu ditegaskan Priyatmoko, pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya. Pilihan golput baru melanggar hukum jika disertai upaya menghalang-halangi orang lain untuk mengunakan hak pilih. "Karena masyarakat memilih golput dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan," kata Priyatmoko.
Meski demikian, Priyatmoko mengingatkan, konsekuensi politik bagi warga negara yang memilih golput adalah menerima apa pun hasil pemilihan umum.
Istilah golput (golongan putih) dipopulerkan pada Pemilu 1973 oleh sejumlah tokoh, di antaranya Arief Budiman, Julius Usman, dan Adnan Buyung Nasution. Mereka mengkritik pemilu yang tidak demokratis dengan menciptakan gambar partai segi lima kosong sebagai tandingan peserta pemilu yang dinilai membelokkan cita-cita membangun demokratisasi. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar