Warta Jatim, Surabaya - Sepanjang tahun 2009 sekitar 11.390 buruh migran asal Jawa Timur menjadi korban kekerasan saat bekerja di luar negeri. Angka korban meningkat tajam dibandingkan periode 2004 - 2008, yakni kira-kira 10.000 buruh migran. Malaysia dan Timur Tengah merupakan negara terbanyak catatan korban kekerasan terhadap BMI.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur Mochamad Cholily mengatakan, kekerasan yang dialami buruh migran sebagian besar penganiayaan oleh majikan, pelecehan seksual dan pemerkosaan, serta pembunuhan.
Jumlah buruh migran asal Jatim yang menjadi korban kekerasan merupakan yang terbanyak di atas Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat yang banyak memberangkatkan BMI ke luar negeri.
Menurut Cholily, pemerintah juga berperan sebagai penyebab banyak buruh migran yang menjadi korban kekerasan. Salah satunya adalah tidak adanya ketegasan pemerintah terhadap perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) dan calo yang terbukti bersalah dalam penyaluran buruh migran.
SBMI menilai Perda 2/2004 tentang pelayanan penempatan dan perlindungan TKI lebih banyak mengatur penempatan buruh migran, bukan pada persoalan perlindungan buruh migran. “Selama ini pemerintah hanya mengeruk keuntungan dari para buruh migran. Namun, tidak ada niat baik untuk memberikan perlindungan,” kata Cholilly, Rabu (23/12).
Untuk menekan jumlah buruh migran korban kekerasan, SBMI Jawa Timur meminta pemerintah segera merevisi aturan atau menerbitkan aturan yang memberikan rasa nyaman dan perlindungan bagi buruh migran.(red)
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur Mochamad Cholily mengatakan, kekerasan yang dialami buruh migran sebagian besar penganiayaan oleh majikan, pelecehan seksual dan pemerkosaan, serta pembunuhan.
Jumlah buruh migran asal Jatim yang menjadi korban kekerasan merupakan yang terbanyak di atas Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat yang banyak memberangkatkan BMI ke luar negeri.
Menurut Cholily, pemerintah juga berperan sebagai penyebab banyak buruh migran yang menjadi korban kekerasan. Salah satunya adalah tidak adanya ketegasan pemerintah terhadap perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) dan calo yang terbukti bersalah dalam penyaluran buruh migran.
SBMI menilai Perda 2/2004 tentang pelayanan penempatan dan perlindungan TKI lebih banyak mengatur penempatan buruh migran, bukan pada persoalan perlindungan buruh migran. “Selama ini pemerintah hanya mengeruk keuntungan dari para buruh migran. Namun, tidak ada niat baik untuk memberikan perlindungan,” kata Cholilly, Rabu (23/12).
Untuk menekan jumlah buruh migran korban kekerasan, SBMI Jawa Timur meminta pemerintah segera merevisi aturan atau menerbitkan aturan yang memberikan rasa nyaman dan perlindungan bagi buruh migran.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar