Warta Jatim, Surabaya - International Labour Organization menilai perlindungan pembantu rumah tangga di Indonesia masih buruk, bahkan jauh di bawah Kenya. Pekerja domestik di negara miskin di kawasan Afrika itu masih lebih dilindungi hukum dan mendapatkan upah layak.
Pembantu rumah tangga di Indonesia tidak memiliki jam kerja dan standar gaji. Bahkan, ada yang mengalami penundaan gaji. Dalam kasus perlindungan hukum, pemerintah masih bertindak diskriminatif terhadap PRT. “Banyak kasus yang menimpa PRT hasilnya selalu tidak menguntungkan mereka. Banyak yang dihukum berat, padahal belum tentu mereka terbukti melakukan kesalahan,” kata Project Koordinator ILO Jawa Timur Mochamad Noer, Rabu (23/12).
Menurut Mochamad Noer, kondisi yang sama juga dialami PRT asal Indonesia yang bekerja di luar negeri. Penyebabnya tidak adanya undang-undang yang mengatur secara tegas tentang perlindungan buruh migran, terutama PRT.
ILO mendesak pemerintah membuat aturan atau setidaknya merevisi undang-undang yang ada agar perlindungan dan hak PRT dapat berjalan dengan baik. Misalnya meratifikasi Konvensi ILO Nomor 97 tentang Migrasi dan Nomor 143 tentang buruh migran, sehingga Indonesia mempunyai standar perlindungan hak bagi pekerja migran. Apalagi Arab Saudi yang selama ini menjadi negara tujuan buruh migran telah membuat aturan yang melindungi buruh migran.
ILO juga mencatat sejak tahun 2005 hingga saat ini terdapat 12,3 juta orang di seluruh dunia mengalami kerja paksa dan mayoritas di Asia Pacifik, mencapai 9,5 juta orang yang mengalami kerja paksa dan eksploitasi ekonomi. Eksploitasi seksual pada perempuan muda dan dewasa 98% dan anak-anak 40% hingga 50%. (red)
Pembantu rumah tangga di Indonesia tidak memiliki jam kerja dan standar gaji. Bahkan, ada yang mengalami penundaan gaji. Dalam kasus perlindungan hukum, pemerintah masih bertindak diskriminatif terhadap PRT. “Banyak kasus yang menimpa PRT hasilnya selalu tidak menguntungkan mereka. Banyak yang dihukum berat, padahal belum tentu mereka terbukti melakukan kesalahan,” kata Project Koordinator ILO Jawa Timur Mochamad Noer, Rabu (23/12).
Menurut Mochamad Noer, kondisi yang sama juga dialami PRT asal Indonesia yang bekerja di luar negeri. Penyebabnya tidak adanya undang-undang yang mengatur secara tegas tentang perlindungan buruh migran, terutama PRT.
ILO mendesak pemerintah membuat aturan atau setidaknya merevisi undang-undang yang ada agar perlindungan dan hak PRT dapat berjalan dengan baik. Misalnya meratifikasi Konvensi ILO Nomor 97 tentang Migrasi dan Nomor 143 tentang buruh migran, sehingga Indonesia mempunyai standar perlindungan hak bagi pekerja migran. Apalagi Arab Saudi yang selama ini menjadi negara tujuan buruh migran telah membuat aturan yang melindungi buruh migran.
ILO juga mencatat sejak tahun 2005 hingga saat ini terdapat 12,3 juta orang di seluruh dunia mengalami kerja paksa dan mayoritas di Asia Pacifik, mencapai 9,5 juta orang yang mengalami kerja paksa dan eksploitasi ekonomi. Eksploitasi seksual pada perempuan muda dan dewasa 98% dan anak-anak 40% hingga 50%. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar