Warta Jatim, Surabaya - Jumlah kasus gizi buruk di kota Surabaya masih tinggi. Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyebutkan, hingga Desember ini 9.115 anak usia di bawah lima tahun dari 114.108 anak di 31 kecamatan mengalami gizi buruk.
Kecamatan Kenjeran menempati peringkat pertama, dari 10.115 balita tercatat 1.186 di antaranya menderita gizi buruk. Selanjutnya Kecamatan Semampir, dari 6.696 balita tercatat 927 balita mengalami gizi buruk. Bahkan di kecamatan itu kasus gizi buruk merata hampir di setiap kelurahan, antara lain Kelurahan Pegirian, Ujung, Sidotopo, Ampel, dan Wonokusumo.
Kecamatan Sukomanunggal menduduki peringkat ketiga. Dari 4.072 balita tercatat 531 di antaranya mengalami gizi buruk. Kemudian Kecamatan Simokerto, dengan 465 balita menderita gizi buruk dari 4.188 balita. Urutan lima Kecamatan Lakarsantri, dari 1.891 balita tercatat 225 balita mengalami gizi buruk.
Kepala Bidang Keseharan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surabaya Sri Setiyani mengakui lima kecamatan itu sebagai wilayah "langganan" kasus gizi buruk. Dia menilai kemiskinan sebagai penyebab utama gizi buruk di Surabaya, sehingga orang tua tidak sanggup memenuhi kebutuhan asupan gizi anak.
Menurut Sri, Dinas Kesehatan sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi gizi buruk. Salah satunya memaksimalkan 2.807 posyandu di Surabaya. "Dari tahun ke tahun kami terus memaksimal kemampuan untuk menekan tingginya angka gizi buruk. Namun, saya melihat kesadaran masyarakat masih kurang terhadap masalah ini," kata Sri Setiyani, Senin (9/12).
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktino menilai Dinas Kesehatan tidak maksimal dalam melakukan sosialisasi cara hidup sehat. Penanganan kasus gizi buruk di lima kecamatan itu merupakan bukti nyata kegagalan Dinas Kesehatan. Seharusnya masyarakat di kantong kemiskinan dengan pendidikan rendah mendapatkan perhatian ekstra. "Selama ini Dinkes lebih fokus pada perbaikan gizi masyarakat, namun tidak mengantisipasi agar gizi buruk tidak lagi terjadi. Ini yang harus diperbaiki di masa datang," katanya.
Baktiono menyarankan Dinas Kesehatan menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga di Surabaya. Selain itu, juga harus mengoptimalkan kinerja posyandu agar bergotong-royong memerangi gizi buruk. (red)
Kecamatan Kenjeran menempati peringkat pertama, dari 10.115 balita tercatat 1.186 di antaranya menderita gizi buruk. Selanjutnya Kecamatan Semampir, dari 6.696 balita tercatat 927 balita mengalami gizi buruk. Bahkan di kecamatan itu kasus gizi buruk merata hampir di setiap kelurahan, antara lain Kelurahan Pegirian, Ujung, Sidotopo, Ampel, dan Wonokusumo.
Kecamatan Sukomanunggal menduduki peringkat ketiga. Dari 4.072 balita tercatat 531 di antaranya mengalami gizi buruk. Kemudian Kecamatan Simokerto, dengan 465 balita menderita gizi buruk dari 4.188 balita. Urutan lima Kecamatan Lakarsantri, dari 1.891 balita tercatat 225 balita mengalami gizi buruk.
Kepala Bidang Keseharan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surabaya Sri Setiyani mengakui lima kecamatan itu sebagai wilayah "langganan" kasus gizi buruk. Dia menilai kemiskinan sebagai penyebab utama gizi buruk di Surabaya, sehingga orang tua tidak sanggup memenuhi kebutuhan asupan gizi anak.
Menurut Sri, Dinas Kesehatan sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi gizi buruk. Salah satunya memaksimalkan 2.807 posyandu di Surabaya. "Dari tahun ke tahun kami terus memaksimal kemampuan untuk menekan tingginya angka gizi buruk. Namun, saya melihat kesadaran masyarakat masih kurang terhadap masalah ini," kata Sri Setiyani, Senin (9/12).
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktino menilai Dinas Kesehatan tidak maksimal dalam melakukan sosialisasi cara hidup sehat. Penanganan kasus gizi buruk di lima kecamatan itu merupakan bukti nyata kegagalan Dinas Kesehatan. Seharusnya masyarakat di kantong kemiskinan dengan pendidikan rendah mendapatkan perhatian ekstra. "Selama ini Dinkes lebih fokus pada perbaikan gizi masyarakat, namun tidak mengantisipasi agar gizi buruk tidak lagi terjadi. Ini yang harus diperbaiki di masa datang," katanya.
Baktiono menyarankan Dinas Kesehatan menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga di Surabaya. Selain itu, juga harus mengoptimalkan kinerja posyandu agar bergotong-royong memerangi gizi buruk. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar