Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Jatim Ansarul Syahruda mengatakan, para pengidap HIV/AIDS di Jawa Timur rata-rata berusia produktif, antara 20 tahun dan 29 tahun. Untuk menanggulangi tingginya kasus HIV/AIDS di Jatim pihaknya telah melakukan penyuluhan di sekolah serta kampus.
"Selain penyuluhan, kami juga meminta orang tua untuk memberikan pendidikan seks dan bahaya HIV/AIDS kepada anak. Bagaimanapun remaja masih memiliki kecenderungan emosi yang labil, sehingga memerlukan bimbingan dan dukungan orang tua," kata Ansarul di Surabaya.
Koordinator Pokja Penyuluhan Penanggulangan Napza dan HIV/AIDS (BPNA) Jatim Otto Bambang Wahyudi membenarkan peringkat jumlah kasus HIV/AIDS Jatim di bawah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Papua. "Ditambah Bali dan Riau, Jatim termasuk provinsi yang secara epidemiologi memiliki prevalensi HIV/AIDS pada kelompok risiko tinggi atau di atas 5%. Salah satu penyebabnya adalah adanya lokalisasi Dolly yang terbesar di Asia Tenggara," ujarnya.
Dalam menanggulangi HIV/AIDS, BPNA membentuk kelompok kerja yang terdiri atas instansi terkait serta LSM, di bawah koordinasi tim ahli. Salah satu cara kerja tim ini adalah melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
Di Surabaya, kata Otto, terdapat klinik voluntary consulting test (VCT) di RS dr Soetomo, RS Bhayangkara, RS dr Soewandhi, dan RSAL dr Ramelan, yang melayani penderita HIV/AIDS, termasuk pembinaan mental dan sosial penderita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar