Warta Jatim, Surabaya - Grup Maspion Surabaya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 500 buruh, dengan alasan ekspor dan pasar lokal sedang lesu. Direktur Grup Maspion Alim Markus mengatakan, jika kondisi tidak membaik, tahun depan akan mem-PHK 3.000 buruh dari keseluruhan 20.000 buruh.
"Saat ini ekspor ke pasar Amerika Serikat dan lainnya mengalami penurunan sekitar 25%. Penjualan dari pasar lokal juga mengalami penurunan sekitar 15%. Ini yang membuat kami dalam keputusan sulit untuk mem-PHK buruh kami," kata Alim Markus, Selasa (9/12).
Alim Markus juga menyatakan daya beli masyarakat yang sedang turun menjadi faktor penyebab PHK ini. Dia meminta pemerintah berperan menopang daya beli masyarakat Jawa Timur dengan melanjutkan berbagai proyek infraktruktur. Pemerintah juga diminta membelanjakan APBD dan APBN guna membantu iklim investor yang sehat. "Dengan daya beli yang tinggi dan sikap pemerintah yang mendukung sektor ekonomi, saya yakin PHK ataupun perumahan karyawan akan minimal terjadi," katanya.
Soal upah minimum kabupaten/kota yang dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim tidak sah dan menyalahi aturan, Alim Markus meminta semua pihak tidak melihatnya sebagai keputusan politik, melainkan bagaimana caranya agar menciptakan iklim investasi yang sehat. Dia menilai keputusan UMK yang sudah disepakati buruh dan Dewan Pengupahan tidak bisa disalahkan. Namun, pengusaha harus menyesuaikan diri dengan kemampuan mereka dalam memberi upah buruh. "Jika merasa tidak mampu, maka dengan sangat terpaksa, bisa saja perusahaan akan melakukan PHK kepada para buruh," katanya.
Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jatim Jamaluddin mengatakan, PHK yang dilakukan pengusaha sah-sah saja asalkan memenuhi kriteria dan aturan sesuai UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antaranya harus ada pembuktian tentang alasan melakukan PHK. Selain itu, harus ada persetujuan dari Dinas Tenaga Kerja dan adanya laporan neraca keuangan 2 tahun terakhir yang dilakukan akuntan publik.
"Selama pengusaha bisa membuktikan alasan mem-PHK buruh dan mendapat pengawasan serta persetujuan dari Disnaker, maka itu tidak bisa disalahkan. Yang menjadi persoalan, dalam hal PHK buruh selalu dijadikan kambing hitam," katanya.
Jamaluddin tidak sependapat dengan penilaian pengusaha bahwa keputusan besaran UMK menjadi penyebab PHK. Terkait kemungkinan permintaan advokasi dari buruh Grup Maspion, Jamaluddin mengaku siap memberikan perlindungan dan pendampingan kepada mereka.
Jamaluddin memprediksi gelombang PHK semakin besar di tahun 2009. Apalagi pengusaha juga terkesan mempermainkan UU Ketenagakerjaan dengan mengubah status buruh tetap menjadi buruh kontrak maupun outsourcing. "Kami sudah menyiapkan langkah-langkah hukum terkait kemungkinan gelombang PHK secara besar-besaran di tahun 2009. Kami tidak ingin buruh terus menjadi sasaran kesalahan yang ditimpakan para pengusaha," katanya. (red)
"Saat ini ekspor ke pasar Amerika Serikat dan lainnya mengalami penurunan sekitar 25%. Penjualan dari pasar lokal juga mengalami penurunan sekitar 15%. Ini yang membuat kami dalam keputusan sulit untuk mem-PHK buruh kami," kata Alim Markus, Selasa (9/12).
Alim Markus juga menyatakan daya beli masyarakat yang sedang turun menjadi faktor penyebab PHK ini. Dia meminta pemerintah berperan menopang daya beli masyarakat Jawa Timur dengan melanjutkan berbagai proyek infraktruktur. Pemerintah juga diminta membelanjakan APBD dan APBN guna membantu iklim investor yang sehat. "Dengan daya beli yang tinggi dan sikap pemerintah yang mendukung sektor ekonomi, saya yakin PHK ataupun perumahan karyawan akan minimal terjadi," katanya.
Soal upah minimum kabupaten/kota yang dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim tidak sah dan menyalahi aturan, Alim Markus meminta semua pihak tidak melihatnya sebagai keputusan politik, melainkan bagaimana caranya agar menciptakan iklim investasi yang sehat. Dia menilai keputusan UMK yang sudah disepakati buruh dan Dewan Pengupahan tidak bisa disalahkan. Namun, pengusaha harus menyesuaikan diri dengan kemampuan mereka dalam memberi upah buruh. "Jika merasa tidak mampu, maka dengan sangat terpaksa, bisa saja perusahaan akan melakukan PHK kepada para buruh," katanya.
Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jatim Jamaluddin mengatakan, PHK yang dilakukan pengusaha sah-sah saja asalkan memenuhi kriteria dan aturan sesuai UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antaranya harus ada pembuktian tentang alasan melakukan PHK. Selain itu, harus ada persetujuan dari Dinas Tenaga Kerja dan adanya laporan neraca keuangan 2 tahun terakhir yang dilakukan akuntan publik.
"Selama pengusaha bisa membuktikan alasan mem-PHK buruh dan mendapat pengawasan serta persetujuan dari Disnaker, maka itu tidak bisa disalahkan. Yang menjadi persoalan, dalam hal PHK buruh selalu dijadikan kambing hitam," katanya.
Jamaluddin tidak sependapat dengan penilaian pengusaha bahwa keputusan besaran UMK menjadi penyebab PHK. Terkait kemungkinan permintaan advokasi dari buruh Grup Maspion, Jamaluddin mengaku siap memberikan perlindungan dan pendampingan kepada mereka.
Jamaluddin memprediksi gelombang PHK semakin besar di tahun 2009. Apalagi pengusaha juga terkesan mempermainkan UU Ketenagakerjaan dengan mengubah status buruh tetap menjadi buruh kontrak maupun outsourcing. "Kami sudah menyiapkan langkah-langkah hukum terkait kemungkinan gelombang PHK secara besar-besaran di tahun 2009. Kami tidak ingin buruh terus menjadi sasaran kesalahan yang ditimpakan para pengusaha," katanya. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar