Mata kanannya terkena serpihan bom saat peristiwa 10 November 1945. Kini berjuang menaikkan tunjangan bagi veteran yang cacat.
HARI Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November selalu identik dengan nama Bung Tomo, orator ulung di zamannya. Nama Bung Tomo selau ditulis dalam tinta emas teks sejarah peristiwa 10 November.
Padahal, banyak tokoh lain dalam peristiwa itu. Salah satunya Ismoenandar, yang saat ini menjabat Ketua Korps Cacat Veteran Surabaya. Lelaki kelahiran Jombang 11 Februari 1927 ini salah satu aktor pertempuran 10 November.
Saat ditemui di kawasan Jembatan Merah Surabaya, Ismoenandar berceri banyak hal. Salah satunya tentang perannya dalam perang “badar” itu. Pria yang pensiun dengan pangkat terakhir kopral di Badan Keamanan Rakyat Laut (TNI AL) ini mengaku sebagai prajurit yang siap menjalankan perintah dari atasannya melawan penjajah. “Sebagai prajurit, dalam kondisi apa pun saya siap. Bahkan dengan risiko mati sekalipun,” katanya.
Bagi Ismoenandar, peperangan 64 tahun silam itu adalah bagian sejarah panjang yang tidak akan dilupakan dalam hidupnya. Apalagi pertempuran itu membuatnya buta akibat percikan bom yang dilontarkan tentara Inggris. Sebuah peristiwa yang mungkin tidak akan dialami anggota militer saat ini.
Memasuki pensiun dari dinas militer pada tahun 1949, Ismoenandar menjalani beragam aktivitas. Tahun 1960 - 1970 ia menjadi kontraktor sarana dan prasarana umum di Jawa Timur. Berbekal ijazah dari Kursus Pendidikan Guru Bantu yang ditempuhnya selama dua tahun, di awal tahun 1970-an ia mendirikan TK dan SD di bawah Yayasan Kesejahteraan Masyarakat.
Sayang jumlah siswa sekolah itu terus menyusut, kini tinggal 50 siswa.
Sejak awal berdiri, Yayasan Kesejahteraan Masyarakat tidak menetapkan besaran biaya pendidikan, karena memiliki misi membantu anak kurang mampu agar tetap bersekolah. Meski kian tergilas persaingan dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, Ismoendar berjanji tidak akan menutup sekolah yang pernah mencapai masa keemasan pada era 1980-an ini.
Karena itulah, di tahun 1985, saat masa kritis menyerang Yayasan Kesejahteraan Masyarakat, Ismoenandar memilih “ hijrah” ke Jakarta. Di Ibu Kota Negara ia bekerja sebagai sekretaris di Koperasi Penyandang Cacat. Setiap bulan ia menyempatkan diri pulang ke Surabaya guna mengontrol roda pendidikan di yayasannya.
Pada 2001 Ismoenandar memilih pulang ke Surabaya untuk mencurahkan seluruh waktunya di Yayasan Kesejahteraan Masyarakat. Meski tak lagi memiliki penghasilan tetap, dengan prinsip niat ingsung kersaning Allah, ia masih tetap bisa menghidupi yayasan hingga saat ini.
Sebenarnya Ismoenandar pernah belajar ilmu jurnalistik. Tempatnya kuliah, Universitas WR Supratman, dibubarkan pemerintah di tahun 1966, karena dicap pro-komunis. Meski tak lulus, dia sempat mengenyam pahit manisnya bekerja di koran Spektrum, sebagai fotografer.
Ismoenandar mengatakan, menjabat sebagai Ketua Korps Cacat Veteran Surabaya saat ini tidaklah mudah, apalagi dengan keterbatasan dana dari pemerintah dalam menjalankan roda organisasi. Karena itu, untuk bisa mendapatkan kucuran dana lebih, ia memilih mengambil langkah dekat dengan para pejabat. Hasilnya pun sangat fantantis, mulai tahun 2002 jumlah anggaran yang didapatkan organisasi terus meningkat. Sebelumnya mereka mendapatkan Rp 6 juta setahun, kini terus meningkat mencapai Rp 116 juta per tahun.
Dana itu digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup organisasi. Apalagi, pada saat ini banyak anggota yang sakit dan tergolek di tempat tidur karena faktor usia.
Tidak itu saja, para veteran perang juga mendapatkan bantuan rumah dari Pemkot Surabaya di kawasan Pakal, Benowo. Ismoenandar pun bercita-cita membangun perkampungan pejuang di kawasan tersebut. Perkampungan itu juga untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat agar tidak lupa dan terus menjaga kebesaran bangsa.
Kini tinggal satu cita-cita yang terus diperjuangkan Ismoenandar. Yakni kenaikan tunjangan cacat veteran berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2002 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri. Disebutkan dalam Pasal 6 Ayat 3, ada kenaikan tunjangan cacat yang terbagi dalam 3 kategori. Kategori I, kenaikan anggaran dari Rp 11.000 menjadi Rp 110.000. Kategori II dari Rp 22.000 menjadi Rp 220.000. Kategori III dari Rp 44.000 menjadi Rp 330.000.
Ismoenandar dan rekan-rekan sejawatnya akan terus memperjuangkan hak mereka. Apalagi, ia juga menyadari, era angkatan 1945 di Surabaya saat ini tinggal segelintir. Ia berharap bisa memberikan sesuatu yang indah bagi seluruh elemen veteran perang yang hingga kini masih bisa menikmati kehidupan di dunia. (red)
Padahal, banyak tokoh lain dalam peristiwa itu. Salah satunya Ismoenandar, yang saat ini menjabat Ketua Korps Cacat Veteran Surabaya. Lelaki kelahiran Jombang 11 Februari 1927 ini salah satu aktor pertempuran 10 November.
Saat ditemui di kawasan Jembatan Merah Surabaya, Ismoenandar berceri banyak hal. Salah satunya tentang perannya dalam perang “badar” itu. Pria yang pensiun dengan pangkat terakhir kopral di Badan Keamanan Rakyat Laut (TNI AL) ini mengaku sebagai prajurit yang siap menjalankan perintah dari atasannya melawan penjajah. “Sebagai prajurit, dalam kondisi apa pun saya siap. Bahkan dengan risiko mati sekalipun,” katanya.
Bagi Ismoenandar, peperangan 64 tahun silam itu adalah bagian sejarah panjang yang tidak akan dilupakan dalam hidupnya. Apalagi pertempuran itu membuatnya buta akibat percikan bom yang dilontarkan tentara Inggris. Sebuah peristiwa yang mungkin tidak akan dialami anggota militer saat ini.
Memasuki pensiun dari dinas militer pada tahun 1949, Ismoenandar menjalani beragam aktivitas. Tahun 1960 - 1970 ia menjadi kontraktor sarana dan prasarana umum di Jawa Timur. Berbekal ijazah dari Kursus Pendidikan Guru Bantu yang ditempuhnya selama dua tahun, di awal tahun 1970-an ia mendirikan TK dan SD di bawah Yayasan Kesejahteraan Masyarakat.
Sayang jumlah siswa sekolah itu terus menyusut, kini tinggal 50 siswa.
Sejak awal berdiri, Yayasan Kesejahteraan Masyarakat tidak menetapkan besaran biaya pendidikan, karena memiliki misi membantu anak kurang mampu agar tetap bersekolah. Meski kian tergilas persaingan dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, Ismoendar berjanji tidak akan menutup sekolah yang pernah mencapai masa keemasan pada era 1980-an ini.
Karena itulah, di tahun 1985, saat masa kritis menyerang Yayasan Kesejahteraan Masyarakat, Ismoenandar memilih “ hijrah” ke Jakarta. Di Ibu Kota Negara ia bekerja sebagai sekretaris di Koperasi Penyandang Cacat. Setiap bulan ia menyempatkan diri pulang ke Surabaya guna mengontrol roda pendidikan di yayasannya.
Pada 2001 Ismoenandar memilih pulang ke Surabaya untuk mencurahkan seluruh waktunya di Yayasan Kesejahteraan Masyarakat. Meski tak lagi memiliki penghasilan tetap, dengan prinsip niat ingsung kersaning Allah, ia masih tetap bisa menghidupi yayasan hingga saat ini.
Sebenarnya Ismoenandar pernah belajar ilmu jurnalistik. Tempatnya kuliah, Universitas WR Supratman, dibubarkan pemerintah di tahun 1966, karena dicap pro-komunis. Meski tak lulus, dia sempat mengenyam pahit manisnya bekerja di koran Spektrum, sebagai fotografer.
Ismoenandar mengatakan, menjabat sebagai Ketua Korps Cacat Veteran Surabaya saat ini tidaklah mudah, apalagi dengan keterbatasan dana dari pemerintah dalam menjalankan roda organisasi. Karena itu, untuk bisa mendapatkan kucuran dana lebih, ia memilih mengambil langkah dekat dengan para pejabat. Hasilnya pun sangat fantantis, mulai tahun 2002 jumlah anggaran yang didapatkan organisasi terus meningkat. Sebelumnya mereka mendapatkan Rp 6 juta setahun, kini terus meningkat mencapai Rp 116 juta per tahun.
Dana itu digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup organisasi. Apalagi, pada saat ini banyak anggota yang sakit dan tergolek di tempat tidur karena faktor usia.
Tidak itu saja, para veteran perang juga mendapatkan bantuan rumah dari Pemkot Surabaya di kawasan Pakal, Benowo. Ismoenandar pun bercita-cita membangun perkampungan pejuang di kawasan tersebut. Perkampungan itu juga untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat agar tidak lupa dan terus menjaga kebesaran bangsa.
Kini tinggal satu cita-cita yang terus diperjuangkan Ismoenandar. Yakni kenaikan tunjangan cacat veteran berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2002 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri. Disebutkan dalam Pasal 6 Ayat 3, ada kenaikan tunjangan cacat yang terbagi dalam 3 kategori. Kategori I, kenaikan anggaran dari Rp 11.000 menjadi Rp 110.000. Kategori II dari Rp 22.000 menjadi Rp 220.000. Kategori III dari Rp 44.000 menjadi Rp 330.000.
Ismoenandar dan rekan-rekan sejawatnya akan terus memperjuangkan hak mereka. Apalagi, ia juga menyadari, era angkatan 1945 di Surabaya saat ini tinggal segelintir. Ia berharap bisa memberikan sesuatu yang indah bagi seluruh elemen veteran perang yang hingga kini masih bisa menikmati kehidupan di dunia. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar