Warta Jatim, Surabaya – Dinas Kesehatan Surabaya menyatakan Surabaya endemik demam berdarah. Wabah penyakit akibat gigitan nyamuk aides aegypti ini sudah menyebar di 31 kecamatan di Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Esti Martiana mengatakan, jumlah penderita demam berdarah terbanyak di daerah padat penduduk. Di antaranya Kecamatan Tambaksari, Gubeng, Wonokromo, dan Sawahan.
Hingga hari ini tercatat 54 orang terkena demam berdarah. Diperkirakan jumlah penderita meningkat pada April dan Mei. “Meski jumlahnya masih sedikit, masyarakat harus waspada. Karena demam berdarah, jika ada warga yang terkena cepat menular ke warga lainnya,” ujar Esti, Kamis (18/2).
Untuk menekan jumlah penderita demam berdarah. Dinkes Surabaya gencar melakukan sosialisasi pemberantasan nyamuk dan mengoptimalkan kerja petugas pemantau jentik nyamuk di setia RT/RW. Dinkes akan menambah persediaan pestisida Untuk memberantas nyamuk.
Ketua Komisi D DPRD Baktiono mengatakan, Dinas Kesehatan gagal menjalankan program mencegah demam berdarah. program ini tidak efektif dan bersifat dadakan. Padahal, penanganan demam berdarah harus berlanjut dan berkesinambungan. “Sebenarnya Dinkes sudah memiliki program Surabaya Bebas Demam Berdarah sejak 2009, namun hasilnya tidak maksimal.” (red)
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Esti Martiana mengatakan, jumlah penderita demam berdarah terbanyak di daerah padat penduduk. Di antaranya Kecamatan Tambaksari, Gubeng, Wonokromo, dan Sawahan.
Hingga hari ini tercatat 54 orang terkena demam berdarah. Diperkirakan jumlah penderita meningkat pada April dan Mei. “Meski jumlahnya masih sedikit, masyarakat harus waspada. Karena demam berdarah, jika ada warga yang terkena cepat menular ke warga lainnya,” ujar Esti, Kamis (18/2).
Untuk menekan jumlah penderita demam berdarah. Dinkes Surabaya gencar melakukan sosialisasi pemberantasan nyamuk dan mengoptimalkan kerja petugas pemantau jentik nyamuk di setia RT/RW. Dinkes akan menambah persediaan pestisida Untuk memberantas nyamuk.
Ketua Komisi D DPRD Baktiono mengatakan, Dinas Kesehatan gagal menjalankan program mencegah demam berdarah. program ini tidak efektif dan bersifat dadakan. Padahal, penanganan demam berdarah harus berlanjut dan berkesinambungan. “Sebenarnya Dinkes sudah memiliki program Surabaya Bebas Demam Berdarah sejak 2009, namun hasilnya tidak maksimal.” (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar