Warta Jatim, Surabaya – Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) V Surabaya diduga mengancam dan meneror penghuni 8 rumah milik TNI AL yang akan digusur. Ancaman berupa SMS, penyebaran intelijen, dan surat kaleng.
Ancaman itu terjadi sejak tahun 2001 dan sangat mengganggu ketenangan warga. “Warga sebenarnya sudah sejak lama disuruh mengosongkan rumah, namun tidak pernah dilakukan hingga saat ini,” kata Pieter Manuputy, penghuni rumah dinas TNI AL, saat memimpin aksi penolakan penertiban di Jalan Teluk Kumai Timur, Surabaya, Kamis (4/3).
Pieter menolak disebut tinggal di rumah dinas milik TNI AL, karena dia dan warga tinggal di rumah milik negara. Dia juga menilai Lantamal V menyalahi aturan serta melanggar keputusan Pengadilan Negeri Surabaya yang meminta tidak melakukan penertiban hingga batas waktu yang tidak ditentukan atau ada keputusan PN secara tetap.
Lantamal V juga dianggap tidak mengindahkan UU Darurat 19/1955, PP 31/2005, dan Perpres 11/2008, yang mengatur tata cara pengadaan, penetapan status, pengalihan status, dan pengalihan hak atas rumah negara.
Kamijo, salah satu Ketua Forum Komunikasi Penghuni Rumah Negara TNI (FKPRN-TNI) Jatim, mengatakan akan mendukung para purnawirawan yang mendiami 8 rumah tersebut. Ia menilai ada ketidakadilan dalam penertiban rumah itu. Di antaranya, mengusir anak cucu anggota TNI yang berpangkat rendah dan membiarkan mereka yang berpangkat tinggi.
Kamijo menegaskan, banyak rumah milik TNI AL dikontrakkan oleh anak-anak perwira, namun tidak ada tindakan. Dia meminta Lantamal V adil. Sebagai bentuk dukungan terhadap warga, Kamijo menggerakkan ratusan purnawirawan untuk melawan penertiban.
Di tempat terpisah, Kadispen Koarmatim TNI AL Letkol Toni Syaiful menyatakan akan tetap melakukan penertiban sesuai ketentuan. Pihaknya akan menunjukkan surat perintah, surat somasi, dan dokumen-dokumen tentang kewenangan melakukan penertiban.
Menurut Toni, keputusan PN Surabaya yang meminta penundaan penertiban hanya meneruskan kuasa hukum warga yang terkena penertiban 26 Januari lalu. Dengan kata lain, surat tersebut bukanlah putusan sela dan tidak mempunyai keputusan hukum tetap dan tidak mengikat TNI AL. “Kami akan terus melakukan penertiban. Tidak ada kata mundur, karena TNI AL berjalan sesuai aturan.” (red)
Ancaman itu terjadi sejak tahun 2001 dan sangat mengganggu ketenangan warga. “Warga sebenarnya sudah sejak lama disuruh mengosongkan rumah, namun tidak pernah dilakukan hingga saat ini,” kata Pieter Manuputy, penghuni rumah dinas TNI AL, saat memimpin aksi penolakan penertiban di Jalan Teluk Kumai Timur, Surabaya, Kamis (4/3).
Pieter menolak disebut tinggal di rumah dinas milik TNI AL, karena dia dan warga tinggal di rumah milik negara. Dia juga menilai Lantamal V menyalahi aturan serta melanggar keputusan Pengadilan Negeri Surabaya yang meminta tidak melakukan penertiban hingga batas waktu yang tidak ditentukan atau ada keputusan PN secara tetap.
Lantamal V juga dianggap tidak mengindahkan UU Darurat 19/1955, PP 31/2005, dan Perpres 11/2008, yang mengatur tata cara pengadaan, penetapan status, pengalihan status, dan pengalihan hak atas rumah negara.
Kamijo, salah satu Ketua Forum Komunikasi Penghuni Rumah Negara TNI (FKPRN-TNI) Jatim, mengatakan akan mendukung para purnawirawan yang mendiami 8 rumah tersebut. Ia menilai ada ketidakadilan dalam penertiban rumah itu. Di antaranya, mengusir anak cucu anggota TNI yang berpangkat rendah dan membiarkan mereka yang berpangkat tinggi.
Kamijo menegaskan, banyak rumah milik TNI AL dikontrakkan oleh anak-anak perwira, namun tidak ada tindakan. Dia meminta Lantamal V adil. Sebagai bentuk dukungan terhadap warga, Kamijo menggerakkan ratusan purnawirawan untuk melawan penertiban.
Di tempat terpisah, Kadispen Koarmatim TNI AL Letkol Toni Syaiful menyatakan akan tetap melakukan penertiban sesuai ketentuan. Pihaknya akan menunjukkan surat perintah, surat somasi, dan dokumen-dokumen tentang kewenangan melakukan penertiban.
Menurut Toni, keputusan PN Surabaya yang meminta penundaan penertiban hanya meneruskan kuasa hukum warga yang terkena penertiban 26 Januari lalu. Dengan kata lain, surat tersebut bukanlah putusan sela dan tidak mempunyai keputusan hukum tetap dan tidak mengikat TNI AL. “Kami akan terus melakukan penertiban. Tidak ada kata mundur, karena TNI AL berjalan sesuai aturan.” (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar