Komunitas orang stres di Banyuarang beraktivitas di masjid. Macam-macam penyebab stres: genetika hingga tak kuat “ngelakoni” amalan agama.
MENGAPA banyak orang stres di Dusun Kucung? Mulai tahun 1970 di dusun ini bermunculan orang stres yang rata-rata masih berusia produktif. Banyak anggapan mengenai penyebabnya. Beberapa orang percaya hal itu terjadi karena warga dusun ini melupakan adat istiadat bersih desa yang seharusnya dilakukan tiap tahun. Sejak 1970 kampung ini meninggalkan ritual bersih desa.
Donny Fitri, warga dusun ini, berpandangan lain. Menurut dia, banyak orang stres di Desa Banyuarang karena faktor genetika atau keturunan. “Dari beberapa warga yang stres, hampir semuanya salah satu keluarganya stres. Entah itu orang tua, atau kakek- nenek mereka,” katanya.
Menurut Donny, selain karena faktor keturunan, stres warga dusun ini juga disebabkan hal lain. Di antaranya karena patah hati, seperti dialami Luluk. Ada juga warga yang stres akibat gagal menjadi anggota TNI, seperti Rochim, kakak Luluk. Ada juga yang stres karena tak kuat mendalami amalan-amalan agama, seperti Rochim Sulokan.
Dalam kehidupan sehari-hari, komunitas orang stres ini hidup seperti warga umumnya. Namun, saat mereka berkumpul, Rochim Sulokan, anak seorang kiai, berperan sebagai komandan peleton. Tempat berkumpul mereka biasanya di masjid desa. Ada yang menunaikan salat dan melakukan wirid. Tidak jarang mereka membersihkan masjid. “Sepintas mereka tampak seperti orang normal. Namun, pada saat-saat tertentu, mereka sering kumat,” ungkap Donny.
Selain Luluk, di kampung ini juga ada orang stres yang hamil. Ironisnya perempuan ini hamil saat sebagian besar hidupnya dihabiskan di dalam masjid. Belum diketahui lelaki yang menghamili perempuan ini.
Donny mencatat, setidaknya ada 20 orang stres di Desa Banyuarang. Sekitar separuhnya di Dusun Kuncung. Dia berharap Pemerintah Jombang segera mengambil tindakan penyelamatan. (selesai)
MENGAPA banyak orang stres di Dusun Kucung? Mulai tahun 1970 di dusun ini bermunculan orang stres yang rata-rata masih berusia produktif. Banyak anggapan mengenai penyebabnya. Beberapa orang percaya hal itu terjadi karena warga dusun ini melupakan adat istiadat bersih desa yang seharusnya dilakukan tiap tahun. Sejak 1970 kampung ini meninggalkan ritual bersih desa.
Donny Fitri, warga dusun ini, berpandangan lain. Menurut dia, banyak orang stres di Desa Banyuarang karena faktor genetika atau keturunan. “Dari beberapa warga yang stres, hampir semuanya salah satu keluarganya stres. Entah itu orang tua, atau kakek- nenek mereka,” katanya.
Menurut Donny, selain karena faktor keturunan, stres warga dusun ini juga disebabkan hal lain. Di antaranya karena patah hati, seperti dialami Luluk. Ada juga warga yang stres akibat gagal menjadi anggota TNI, seperti Rochim, kakak Luluk. Ada juga yang stres karena tak kuat mendalami amalan-amalan agama, seperti Rochim Sulokan.
Dalam kehidupan sehari-hari, komunitas orang stres ini hidup seperti warga umumnya. Namun, saat mereka berkumpul, Rochim Sulokan, anak seorang kiai, berperan sebagai komandan peleton. Tempat berkumpul mereka biasanya di masjid desa. Ada yang menunaikan salat dan melakukan wirid. Tidak jarang mereka membersihkan masjid. “Sepintas mereka tampak seperti orang normal. Namun, pada saat-saat tertentu, mereka sering kumat,” ungkap Donny.
Selain Luluk, di kampung ini juga ada orang stres yang hamil. Ironisnya perempuan ini hamil saat sebagian besar hidupnya dihabiskan di dalam masjid. Belum diketahui lelaki yang menghamili perempuan ini.
Donny mencatat, setidaknya ada 20 orang stres di Desa Banyuarang. Sekitar separuhnya di Dusun Kuncung. Dia berharap Pemerintah Jombang segera mengambil tindakan penyelamatan. (selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar