Dusun Kucung dikenal karena banyak warganya yang dipasung. Ada yang empat kali melahirkan, ada pula yang meninggal dalam pasungan.
PERSAWAHAN membentang luas di Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur. Ketenangan dan kenyamanan mewarnai kehidupan sehari-hari warga desa ini yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Setiap pagi kicau burung merdu bersahutan mengiringi warga memulai aktivitas.
Desa Banyuarang memang dikenal luas. Salah satunya sebagai tempat pelatihan dan pendadaran anggota Brigade Mobil (Brimob) pada era Presiden Soekarno. Terdapat monumen perjuangan yang dibangun di lokasi tersebut.
Membicarakan Banyuarang seperti tak akan ada habisnya, karena hampir semua dusun di desa ini memiliki ciri khas. Salah satunya Dusun Kuncung. Mencari nama desa yang satu ini tidaklah sulit, karena gapura di dusun ini berbeda dari gapura kebanyakan, yakni berupa dua patung harimau kuning.
Di Dusun Kuncung terdapat beberapa kelompok masyarakat yang dinilai aneh bagi orang sekitar. Orang-orang setempat menyebutnya sebagai komunitas orang stres. Sebab, di dusun tersebut terdapat sekitar 10 orang yang hidup stres, baik stres ringan, sedang, dan maupun berat.
Uniknya lagi, Dusun Kuncung memiliki tradisi yang hingga kini masih dijalankan, yakni memasung atau memasang belenggu pada kaki dan tangan orang yang stres. Alasannya agar orang stres tidak mengamuk dan merusak rumah warga.
Imam Mansyur atau Surdi (79) mengaku memasung anaknya, Luluk Komariyah (33), yang menderita gangguan jiwa. Menurut dia, pemasungan anaknya untuk memudahkan mengontrol dan menjaga hal terburuk apabila Luluk tiba-tiba mengamuk. “Daripada merusak barang milik tetangga, kan lebih baik saya memasung dia. Bahkan dengan dipasung saja Luluk masih bisa lepas,” ujarnya.
Menurut Surdi, selain Luluk, di Dusun Kuncung masih banyak orang stres yang juga dipasung. Salah satunya Udin. Pria stres yang sering mengamuk bila sedang kambuh ini bahkan mengalami nasib lebih tragis. Ia meninggal dunia dalam posisi terduduk di bawah pohon randu yang dipakai untuk memasungnya.
Nasib orang-orang yang terpasung memang tidaklah menyenangkan. Selain Udin yang meninggal dalam keterpasungan, Luluk yang dipasung sejak berusia 18 tahun pernah melahirkan hingga empat kali. Belum diketahui lelaki yang menghamili Luluk. Hal itu menunjukkan penderitaan orang-orang terpasung berlipat-lipat. (bersambung)
PERSAWAHAN membentang luas di Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur. Ketenangan dan kenyamanan mewarnai kehidupan sehari-hari warga desa ini yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Setiap pagi kicau burung merdu bersahutan mengiringi warga memulai aktivitas.
Desa Banyuarang memang dikenal luas. Salah satunya sebagai tempat pelatihan dan pendadaran anggota Brigade Mobil (Brimob) pada era Presiden Soekarno. Terdapat monumen perjuangan yang dibangun di lokasi tersebut.
Membicarakan Banyuarang seperti tak akan ada habisnya, karena hampir semua dusun di desa ini memiliki ciri khas. Salah satunya Dusun Kuncung. Mencari nama desa yang satu ini tidaklah sulit, karena gapura di dusun ini berbeda dari gapura kebanyakan, yakni berupa dua patung harimau kuning.
Di Dusun Kuncung terdapat beberapa kelompok masyarakat yang dinilai aneh bagi orang sekitar. Orang-orang setempat menyebutnya sebagai komunitas orang stres. Sebab, di dusun tersebut terdapat sekitar 10 orang yang hidup stres, baik stres ringan, sedang, dan maupun berat.
Uniknya lagi, Dusun Kuncung memiliki tradisi yang hingga kini masih dijalankan, yakni memasung atau memasang belenggu pada kaki dan tangan orang yang stres. Alasannya agar orang stres tidak mengamuk dan merusak rumah warga.
Imam Mansyur atau Surdi (79) mengaku memasung anaknya, Luluk Komariyah (33), yang menderita gangguan jiwa. Menurut dia, pemasungan anaknya untuk memudahkan mengontrol dan menjaga hal terburuk apabila Luluk tiba-tiba mengamuk. “Daripada merusak barang milik tetangga, kan lebih baik saya memasung dia. Bahkan dengan dipasung saja Luluk masih bisa lepas,” ujarnya.
Menurut Surdi, selain Luluk, di Dusun Kuncung masih banyak orang stres yang juga dipasung. Salah satunya Udin. Pria stres yang sering mengamuk bila sedang kambuh ini bahkan mengalami nasib lebih tragis. Ia meninggal dunia dalam posisi terduduk di bawah pohon randu yang dipakai untuk memasungnya.
Nasib orang-orang yang terpasung memang tidaklah menyenangkan. Selain Udin yang meninggal dalam keterpasungan, Luluk yang dipasung sejak berusia 18 tahun pernah melahirkan hingga empat kali. Belum diketahui lelaki yang menghamili Luluk. Hal itu menunjukkan penderitaan orang-orang terpasung berlipat-lipat. (bersambung)
Saya menentang hukuman pasung di terapkan pada manusia. Hewan saja nggak di perlakukan seperti itu. Kita bisa bayangkan sendiri, bagaimana kalau kita sendiri yang ada dalam pasungan itu. Aku sendiri tak bisa membayangkan itu. Orang yang tadinya nggak gila, ya bisa menjadi gila karena pasungan itu. Aku memohon ke siapa saja yang membaca ini, yang perduli dengan hak manusia,dan mampu bertindak sesuatu.... TOLONGLAH MEREKA....BEBASKAN MEREKA DARI PASUNGAN.... Aku sendiri ingin berbuat sesuatu tapi tidak tahu mulainya dari mana... PLEASE ADVISE!!!!
BalasHapusHARGAILAH HIDUP...
HARGAILAH HAK SETIAP MANUSIA...
TOLONGLAH ORANG-ORANG YANG LEMAH...