Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Selasa, 05 Agustus 2008

Eksekusi Asmara di Surabaya

Sabtu 19 Juni 2008. Hari terakhir kampanye pemilihan gubernur Jawa Timur itu merupakan hari kelabu bagi Felicia. Perempuan berkulit kuning ini harus kehilangan pria yang paling dicintainya, Sugeng.

Perasaannya semakin tersayat setelah Sugeng mati di tangan regu tembak Brimob Polda Jatim. Sugeng dieksekusi karena membunuh 5 anggota keluarga Letkol Purwanto. Sugeng ditembak bersama ibunya, Sumiarsih.

Malam itu Felicia tampak tegar. Ia menuturkan Sugeng adalah sosok pria lemah lembut dan romantis. Dia mengaku memiliki banyak kenangan indah bersama Sugeng. Meski berbeda keyakinan, Sugeng telah memberinya banyak pelajaran sebagai manusia. Salah satunya adalah sikap ikhlas, sabar, dan menerima apa pun cobaan dari Tuhan.

Pertemuan dengan Sugeng terjadi saat Felicia diajak Wati menjenguk Sugeng di LP Porong. Dari pertemuan itu ia mulai merasakan benih-benih cinta. "Banyak hal indah yang dilakukan Mas kepada saya. Hingga kini saya nggak bisa melupakan kenangan itu," ujar Felicia sambil mengusap air mata.

Sugeng telah mengajari makna hidup di dunia. Pria itu selalu memberikan falsafah bunga, seperti yang dilakukannya setiap hari di taman LP Porong. Felicia terkesan pada perkataan Sugeng, "Hiduplah seperti bunga yang indah ini. Perlakukan dirimu dengan baik. Rawat dan jagalah hatimu, jangan sampai terkotori oleh debu atau apa pun."

Kalimat puitis itu sangat membekas di hati Felicia dan akan dibawanya sampai akhir hayat. Ia menilai itu sifat asli Sugeng yang sebenarnya, sebelum hidup di Gang Dolly, pusat pelacuran terbesar di kota Surabaya. Felicia berharap suatu saat bisa bertemu dengan pria sebaik dan seromantis Sugeng. Baginya, meski di luar penjara, tak banyak pria yang berhati mulia seperti pria pujaannya itu.

Felicia menjadikan nasib kekasihnya sebagai pelajaran. Ia juga merasa selama ini Sugeng diperlakukan tidak adil. Menurut dia, selama 20 tahun di penjara Sugeng telah berbuat baik.

Felicia kecewa atas perlakuan petugas Rutan Medaeng yang tidak memberikan waktu cukup baginya untuk bertemu Sugeng. Padahal, ia dan Sugeng sudah bersepakat melewatkan malam terakhir berdua, meski di dalam penjara.

Perempuan berparas manis ini berharap pemerintah dan aparat hukum di Republik Indonesia menegakkan keadilan seadil-adilnya. Dalam pandangannya hingga saat ini hukum belum adil.


Warisan untuk Camelia

Drama percintaan Sugeng tidak hanya dijalani dengan Felicia. Dalam kehidupan Sugeng di balik jeruji besi ada juga sosok Camelia. Sugeng mengakui, perempuan itu pernah mengisi hatinya saat masih bersekolah di SMP dan SMA di Jombang, Jawa Timur. Sebelum meninggal di depan regu tembak Sugeng menuturkan bahwa sosok Camelia inilah yang membuatnya lebih mengenali pribadi perempuan.

Camelia yang dimaksud Sugeng adalah temanku berdiskusi tentang ilmu jurnalistik dan politik, terutama terkait kebijakan pemerintah. Dia adalah Peni Sutantri, Direktur Radio Citra FM Jombang dan anggota Komisi E DPRD Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan.

Dalam pertemuan terakhirku dengan Sugeng, aku memang sempat ditanyai oleh Sugeng. "Bagaimana kabar Ibu Peni, anggota DPRD Jatim?" Tapi aku benar-benar terkejut ketika tahu teman cangkru (ngobrol) sehari-hari inilah perempuan idola Sugeng semasa remaja.

Aku pun bertanya tentang Sugeng kepada Peni. Dari penuturan Peni akhirnya aku semakin yakin Sugeng sosok pria baik, kalem, dan rajin beribadah. Kata Peni, yang berpisah sejak tahun 1984, saat bertemu kembali di Rutan Medaeng Sugeng menunjukkan religiusitas yang baik. Bahkan, Sugeng sempat memberikan ceramah singkat soal agama. "Saya juga diberi pesan untuk tidak meramalkan tiga hal, yakni kematian, jodoh, dan rezeki," ujar Peni.

Menurut perempuan kulit kuning ini, sikap Sugeng sejak dulu tidak pernah berubah dan tetap saja slengekan. Sugeng sempat memberikan bunga gelombang cinta (anthurium) sebagai kenangan terakhir kepadanya. Bunga gelombang cinta adalah bunga kesayangan Sugeng selama berada di LP Porong.

Romantisme Sugeng juga ditunjukkan saat ulang tahun ke-16 Peni di tahun 1980. Sugeng yang jago main basket itu menyanyikan lagu "Camelia" khusus bagi Peni. "Sejak itulah kami berdua sering dijodoh-jodohkan. Namun saya memilih menghindar karena malu," kata Peni sembari tersenyum.

Peni menyatakan dirinya merasa kehilangan sosok teman dan sahabat sejati dalam hidupnya. Baginya, bila Sugeng tidak jatuh dalam kesalahan besar dalam hidupnya, akan sangat beruntung perempuan yang memilikinya.

Menurut Peni, Sugeng sosok pria ideal dan pantas menjadi kepala keluarga, bapak, dan imam dalam keluarga. Namun semua harapan itu hilang dan lenyap karena tragedi 13 Agustus 1988. Satu yang tersisa dalam kenangan Peni adalah lirik lagu Ebiet G Ade "Camelia" yang pernah dinyanyikan Sugeng untuknya.

Bagi Sugeng, Camelia adalah cinta pertamanya. Dia ingin menikmati hari-hari indah bersama Camelia untuk membangkitkan kembali rasa rindunya sesaat sebelum ajal menjemput.

Dan, syair lagu "Camelia" yang terakhir kudengar lewat alunan suara Sugeng saat masih di LP Porong. Dari situlah aku tahu Sugeng pria yang tegar dan kuat dalam menghadapi kematian.

Tak peduli kan kuterjang
biarpun harus kutembus padang ilalang....


* Tulisan ini berdasarkan kisah nyata pengalaman cinta terpidana mati Sugeng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar