Warta Jatim, Surabaya - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Surabaya mendesak Komnas HAM mempublikasikan hasil pemantuan kasus penembakan warga sipil di Desa Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur.
Koordinator Badan Pekerja Kontras Surabaya Andy Irfan Junaidi mengatakan, publikasi hasil pemantuan itu sekaligus mendorong ketegasan sikap Komnas HAM untuk menjaga proses peradilan kasus Alas Tlogo agar lebih melindungi hak-hak sipil dan politik para korban.
Menurut dia, selama ini proses peradilan kasus Alas Tlogo tidak sesuai prinsip-prinsip pengadilan yang bebas dan tidak berpihak. Salah satunya terlihat dari tidak dipenuhinya hak saksi untuk mendapatkan penerjemah. Para saksi yang mayoritas berbahasa Madura dipaksa bersaksi menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu, dalam dakwaan, oditur militer menganggap peristiwa penembakan terhadap warga sipil yang terjadi 30 Mei 2007 itu hanya kasus kriminal biasa. Akibatnya, dalam sidang tidak terungkap motif penyerangan yang dilakukan 13 personel marinir Pusat Latihan Tempur Grati, Pasuruan, yang menyebabkan 4 warga tewas dan 11 warga luka-luka.
"Peradilan untuk kasus Alas Tlogo dipastikan gagal menemukan struktur kekerasan yang terjadi dalam peristiwa tersebut," kata Andy, Senin (4/8).
Kontras Surabaya menuntut Komnas HAM membentuk tim ad hoc penyelidikan kasus kejahatan kemanusiaan di Alas Tlogo. "Tim ad hoc sangat diperlukan, karena ada indikasi penegak hukum tidak berkomitmen membongkar kasus ini hingga struktur kekerasan yang lebih jauh," ujar Andy.
Pada 14 Agustus mendatang Pengadilan Militer III/12 Surabaya akan memvonis 13 personel marinir Puslatpur Grati, terdakwa penembakan warga Alas Tlogo. Mereka adalah Lettu Budi Santoso, Serda Wahyudi, Serda Abdul Rahman, Kopka Lihari, Koptu Muhammad Suratno, Koptu Totok Lukistantoto, Kopda Warsim, Kopda Helmi Widiantoro, Kopda Slamet Riyadi, Praka Agus Triyadi, Praka Mukhamad Yunus, Praka Sariman, dan Praka Suyatno. (red)
Koordinator Badan Pekerja Kontras Surabaya Andy Irfan Junaidi mengatakan, publikasi hasil pemantuan itu sekaligus mendorong ketegasan sikap Komnas HAM untuk menjaga proses peradilan kasus Alas Tlogo agar lebih melindungi hak-hak sipil dan politik para korban.
Menurut dia, selama ini proses peradilan kasus Alas Tlogo tidak sesuai prinsip-prinsip pengadilan yang bebas dan tidak berpihak. Salah satunya terlihat dari tidak dipenuhinya hak saksi untuk mendapatkan penerjemah. Para saksi yang mayoritas berbahasa Madura dipaksa bersaksi menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu, dalam dakwaan, oditur militer menganggap peristiwa penembakan terhadap warga sipil yang terjadi 30 Mei 2007 itu hanya kasus kriminal biasa. Akibatnya, dalam sidang tidak terungkap motif penyerangan yang dilakukan 13 personel marinir Pusat Latihan Tempur Grati, Pasuruan, yang menyebabkan 4 warga tewas dan 11 warga luka-luka.
"Peradilan untuk kasus Alas Tlogo dipastikan gagal menemukan struktur kekerasan yang terjadi dalam peristiwa tersebut," kata Andy, Senin (4/8).
Kontras Surabaya menuntut Komnas HAM membentuk tim ad hoc penyelidikan kasus kejahatan kemanusiaan di Alas Tlogo. "Tim ad hoc sangat diperlukan, karena ada indikasi penegak hukum tidak berkomitmen membongkar kasus ini hingga struktur kekerasan yang lebih jauh," ujar Andy.
Pada 14 Agustus mendatang Pengadilan Militer III/12 Surabaya akan memvonis 13 personel marinir Puslatpur Grati, terdakwa penembakan warga Alas Tlogo. Mereka adalah Lettu Budi Santoso, Serda Wahyudi, Serda Abdul Rahman, Kopka Lihari, Koptu Muhammad Suratno, Koptu Totok Lukistantoto, Kopda Warsim, Kopda Helmi Widiantoro, Kopda Slamet Riyadi, Praka Agus Triyadi, Praka Mukhamad Yunus, Praka Sariman, dan Praka Suyatno. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar