Warta Jatim, Surabaya - Proses survei kebutuhan hidup layak yang dilakukan Dewan Pengupahan Pemerintah Kota Surabaya tidak transparan dan akurat. Dewan Pengupahan tidak pernah mensosialisasikan survei KHL kepada serikat buruh.
Sekretaris Wilayah Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Jawa Timur Jamaluddin mengatakan, Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya tidak pernah melakukan sosialisasi hasil survei KHL kepada publik. Bahkan, berkesan menghindar ketika ditanyai soal kisaran KHL yang akan dijadikan patokan menentukan upah minimum kota di Jawa Timur tahun 2009.
Dia menilai pelaksanaan survei KHL tersebut melanggar Peraturan Menteri Tenaga Kerja 17/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. "Berdasarkan aturan, survei seharusnya sudah dilakukan awal bulan," kata Jamaluddin, Jumat (22/8).
KASBI juga menemukan indikasi data tidak valid dalam survei itu. Selama beberapa tahun terakhir tempat tinggal buruh (kos) yang disurvei selalu Rungkut Lor yang dikenal wilayah kos termurah di lingkungan pabrik. "Selama ini yang disurvei selalu kamar kos yang harganya 75 ribu hingga 125 ribu rupiah. Padahal banyak buruh yang tinggal di tempat kos yang harganya di atas itu," ujarnya.
KASBI akan meminta Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya melakukan survei ulang secara transparan dan akurat serta mengumumkan hasilnya kepada serikat buruh, media massa, dan DPRD.
Ketua Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya Ahmad Syafii membantah tudingan survei KHL tidak transparan. Menurut dia, proses survei disaksikan masyarakat dan dapat dipantau oleh siapa pun. Pihaknya juga tidak melanggar Permenaker 17/2005.
Ahmad Syafii mengaku hanya melaksanakan Surat Edaran Gubernur Jatim yang menyatakan survei KHL oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dilaksanakan 18-30 Agustus 2008. "Soal lokasi survei, yang dipilih memang berdekatan dengan pusat industri sehingga tidak ada manipulasi," ujarnya. (red)
Sekretaris Wilayah Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Jawa Timur Jamaluddin mengatakan, Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya tidak pernah melakukan sosialisasi hasil survei KHL kepada publik. Bahkan, berkesan menghindar ketika ditanyai soal kisaran KHL yang akan dijadikan patokan menentukan upah minimum kota di Jawa Timur tahun 2009.
Dia menilai pelaksanaan survei KHL tersebut melanggar Peraturan Menteri Tenaga Kerja 17/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. "Berdasarkan aturan, survei seharusnya sudah dilakukan awal bulan," kata Jamaluddin, Jumat (22/8).
KASBI juga menemukan indikasi data tidak valid dalam survei itu. Selama beberapa tahun terakhir tempat tinggal buruh (kos) yang disurvei selalu Rungkut Lor yang dikenal wilayah kos termurah di lingkungan pabrik. "Selama ini yang disurvei selalu kamar kos yang harganya 75 ribu hingga 125 ribu rupiah. Padahal banyak buruh yang tinggal di tempat kos yang harganya di atas itu," ujarnya.
KASBI akan meminta Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya melakukan survei ulang secara transparan dan akurat serta mengumumkan hasilnya kepada serikat buruh, media massa, dan DPRD.
Ketua Dewan Pengupahan Pemkot Surabaya Ahmad Syafii membantah tudingan survei KHL tidak transparan. Menurut dia, proses survei disaksikan masyarakat dan dapat dipantau oleh siapa pun. Pihaknya juga tidak melanggar Permenaker 17/2005.
Ahmad Syafii mengaku hanya melaksanakan Surat Edaran Gubernur Jatim yang menyatakan survei KHL oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dilaksanakan 18-30 Agustus 2008. "Soal lokasi survei, yang dipilih memang berdekatan dengan pusat industri sehingga tidak ada manipulasi," ujarnya. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar