Dalam aksi longmarch dari gedung Cak Durasim di Jalan Gentengkali 15 menuju gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Minggu (21/9), juru bicara aksi Titin mengatakan, RUU Pornografi berpotensi memberangus keberagaman budaya dengan menyeragamkan nilai, adat istiadat, dan nilai seni menggunakan pandangan segelentir orang.
Pengesahan RUU Pornografi tidak perlu dilakukan. Sebab, aturan soal larangan pornografi sudah termasuk dalam KUHP, UU Penyiaran, dan UU Perlindungan Anak. Namun, keseriusan penegakan aturan ini belum maksimal, sehingga praktik pornografi masih marak terjadi. "Seharusnya pemerintah dan DPR melakukan langkah penegakan UU tersebut, bukan malah membuat UU baru. Kami menyatakan menolak pornografi dan pengesahan RUU Pornografi," ujarnya.
Titin menilai isi RUU Pornografi tidak melindungi hak otoritas perempuan dan hak perlindungan bagi anak-anak. Pemasungan hak otoritas perempuan terhadap tubuhnya sendiri adalah bentuk diskriminasi.
"Banyak faktor yang membuat kami menolakan RUU ini. Di antaranya ancaman punahnya tarian dan tradisi Jawa yang lahir dari budaya agraris. Jadi, yang ada dalam rencana pengesahan RUU Pornografi adalah kepentingan kelompok tertentu untuk kepentingan nasional. Ini yang harus diwaspadai," kata Titin.
Peserta aksi dari 115 elemen di Jatim mengenakan pakaian adat tradisional. Mereka juga membentangan Merah Putih sepanjang 90 meter. Anggota ormas dan lembaga Islam turut dalam aksi itu, antara lain LBH NU Jombang, Lakpesdam NU Kota Malang, Pondok Pesantren Al Amin Mojokerto, dan Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jatim. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar