Warta Jatim, Sidoarjo - Warga 10 desa di Sidoarjo korban lumpur PT Lapindo Brantas yang tidak masuk dalam kawasan peta terdampak berunjuk rasa di ruas tol Porong-Gempol, Rabu (10/9). Warga menuntut PT Lapindo menghentikan membuang lumpur ke Sungai Porong dan memasukkan desa mereka dalam peta terdampak sehingga berhak mendapatkan ganti rugi.
Salah satu pengunjuk rasa, Riyadi, mengatakan pemerintah dan PT Lapindo diskriminatif, karena tidak memasukkan desanya dalam kawasan yang terkena dampak lumpur. Akibatnya, warga Desa Besuki Timur tidak mendapatkan ganti rugi yang bersumber dari APBN. "Kami heran dengan keputusan pemerintah. Kami warga Besuki Timur yang menjadi korban lumpur malah tidak ada dalam peta terdampak. Ini tidak adil," ujarnya.
Warga sebelumnya berencana memblokade jalan menuju tanggul utama, namun dihadang petugas. Akhirnya mereka menggelar unjuk rasa di atas jembatan jalan tol Porong-Gempol sehingga menyebabkan kemacetan.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Mayjen (Purn) Sunarso mengaku tidak berwenang memutuskan pembuangan lumpur ke Sungai Porong. Menurut dia, pembuangan lumpur ke sungai tanggung jawab PT Lapindo, sedangkan BPLS hanya berwenang melakukan normalisasi sungai.
Menurut Sunarso, pembuangan lumpur ke Sungai Porong tidak melanggar aturan, karena sesuai Peraturan Presiden 14/2007 tentang BPLS. Namun dia berharap pemerintah dan PT Lapindo menemukan solusi baru mengatasi pembuangan lumpur. "Kalau seperti ini terus, kami yang susah. Mau dibuang ke mana lumpur tersebut?" kata bekas Pangdam IV Diponegoro itu.
Warga yang berunjuk rasa berasal dari Desa Dukuhsari, Jemiran, Trompo, Kedungcangkring, Kupang, Kalisodo, Semambung, Panggreh, Kedungrejo, dan Desa Kedungpandan. (red)
Warga yang berunjuk rasa berasal dari Desa Dukuhsari, Jemiran, Trompo, Kedungcangkring, Kupang, Kalisodo, Semambung, Panggreh, Kedungrejo, dan Desa Kedungpandan. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar