Warta Jatim, Sidoarjo – Pemindahan jalan raya dan tol Porong, Sidoarjo, sepanjang 10, 2 kilometer terhambat pembebasan lahan. Warga menuntut ganti rugi tanah Rp 750 ribu per meter persegi, sama dengan nilai ganti rugi lahan warga korban lumpur PT Lapindo Brantas.
Ahmad Zulkarnaen, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengatakan, pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan warga. Menurut dia, BPLS tetap pada nilai ganti rugi yang ditetapkan tim penilai harga tanah independen, yakni Rp 500 ribu per meter untuk tanah kering, dan Rp 120 ribu per meter untuk lahan basah.
Menurut Zulkarnaen, hingga saat ini BPLS baru dapat membebaskan 47% lahan yang sebagian besar adalah persawahan. Meski menjamin penolakan warga tidak akan menghentikan proyek pembangunan jalan, Zulkarnaen mengatakan, terhambatnya proses ganti rugi tanah membuat pihaknya tidak dapat merencanakan kapan proyek ini selesai.
“Saat ini kami mengerjakan fly over di atas Kali Porong, yang terletak di Desa Kebon Agung, Gempol. Menurut rencana, jalan tol tersebut, lebarnya 60 meter dan diapit 2 jalan arteri selebar masing-masing 15 meter,” kata Ahmad Zulkarnaen.
Nurhadi, salah seorang warga Desa Kebon Agung, Gempol, mengatakan, harga ganti rugi tanah yang diminta warga masih wajar. Sebab wilayah mereka juga terkena dampak lumpur Lapindo.
Menurut Nurhadi, warga tidak keberatan melepas lahan mereka dengan harga pantas. “Kalau kami diberi ganti rugi Rp 120 ribu dan Rp 500 ribu per meter persegi, terus mau tinggal dimana? Seharusnya, pemerintah paham kondisi kami. Masak rakyat kecil harus mengalah terus,” ujar Nurhadi. (red)
Ahmad Zulkarnaen, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengatakan, pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan warga. Menurut dia, BPLS tetap pada nilai ganti rugi yang ditetapkan tim penilai harga tanah independen, yakni Rp 500 ribu per meter untuk tanah kering, dan Rp 120 ribu per meter untuk lahan basah.
Menurut Zulkarnaen, hingga saat ini BPLS baru dapat membebaskan 47% lahan yang sebagian besar adalah persawahan. Meski menjamin penolakan warga tidak akan menghentikan proyek pembangunan jalan, Zulkarnaen mengatakan, terhambatnya proses ganti rugi tanah membuat pihaknya tidak dapat merencanakan kapan proyek ini selesai.
“Saat ini kami mengerjakan fly over di atas Kali Porong, yang terletak di Desa Kebon Agung, Gempol. Menurut rencana, jalan tol tersebut, lebarnya 60 meter dan diapit 2 jalan arteri selebar masing-masing 15 meter,” kata Ahmad Zulkarnaen.
Nurhadi, salah seorang warga Desa Kebon Agung, Gempol, mengatakan, harga ganti rugi tanah yang diminta warga masih wajar. Sebab wilayah mereka juga terkena dampak lumpur Lapindo.
Menurut Nurhadi, warga tidak keberatan melepas lahan mereka dengan harga pantas. “Kalau kami diberi ganti rugi Rp 120 ribu dan Rp 500 ribu per meter persegi, terus mau tinggal dimana? Seharusnya, pemerintah paham kondisi kami. Masak rakyat kecil harus mengalah terus,” ujar Nurhadi. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar