Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Senin, 21 September 2009

Kerja Keras di Malam Remang


Demi berlebaran, pekerja seks komesial bekerja keras selama Ramadan. Berbagai trik agar lolos razia. Banyak pihak meminta upeti.

SATU malam pada pertengahan bulan Ramadan. Di sebuah kafe di kawasan Surabaya Barat, seorang perempuan duduk dengan sebatang rokok mengepul di tangan kanan. Dia rajin melempar senyum manis dan menyapa setiap lelaki berpenampilan parlente yang lewat di depannya. Jika sang lelaki tertarik, cerita pun berkembang hingga ke ruang khusus di kafe tersebut. Tak sampai dua jam, mereka keluar dengan senyum masing-masing.

Dialah Andini, pekerja seks komersial yang setiap malam menghabiskan waktu di kafe-kafe di Surabaya. Baginya, kafe dan tempat karaoke adalah “rumah” kedua setelah lokalisasi di Jalan Dolly, tempatnya mencari nafkah, ditutup selama Ramadan.

Malam itu Andini memakai kaos ketat merah jambu dengan paduan celana cekak biru. Ia mengaku sedang “mengejar setoran” untuk persiapan Lebaran. Bulan puasa bagi Andini tidak ubah dengan bulan-bulan biasa. Apalagi ia sudah mempunyai banyak pelanggan setia. Yang membedakan hanya tempat bekerja. Selama sebulan ia harus berpindah-pindah tempat agar lolos dari kejaran polisi dan satuan polisi pamong praja yang kerap melakukan razia dan meminta upeti.

Jumlah upeti yang harus disetor tidak tentu, kadang Rp 20 ribu, kadang Rp 50 ribu per orang sekali kena garuk. Upeti itu hanya untuk sekali operasi. “Kalau dalam sehari ada tiga kali operasi, coba bayangkan berapa yang harus saya bayarkan? Jika tidak mau membayar, saya harus siap masuk penjara,” tutur Andini.

Ada pula polisi dan anggota satpol PP yang meminta jatah layanan gratis. Dalam bulan Ramadan ini Andini sudah dua kali dimintai jatah layanan gratis.

Untuk menyiasai agar tak kena garuk, Andini kadang-kadang beroperasi dengan pura-pura menunggu angkutan umum di sepanjang Jalan Panglima Sudirman, Surabaya. Para lelaki yang sudah akrab dengan PSK seperti Andini, tentu paham betul mekanisme transaksi ini. Tawar-menawar jasa juga dilakukan secara terbuka, meski harus berhati-hati dan waspada.

Selama bulan puasa Andini menggunakan strategi tersendiri. Salah satunya dengan menyewa kos selama satu bulan. Tempat kos yang yang dipilih kelas ekslusif dengan tarif Rp 90 ribu per hari. Hal itu untuk menghindari razia di hotel-hotel kelas melati selama Ramadan. Sedangkan kepada pelanggon berkantong tebal, Andini menyarankan menyewa kamar hotel berbintang. Jika sang lelaki tidak mau merogoh kocek lebih dalam, mereka berkencan di hotel melati. Namun, “risiko ditanggung penumpang” jika sewaktu-waktu ada Operasi Pekat. Artinya, si lelaki yang membayar uang suap kepada petugas.

Dalam sehari perempuan asal Malang ini berhasil meraup penghasilan hingga Rp 750 ribu. Namun, bila kurang beruntung, hanya mendapatkan Rp 200 ribu. Itu pun harus mendiskon tarif jasa hingga 50% dari tarif normal. Jumlah itu juga belum termasuk uang keamanan yang biasa diberikan kepada pengelola kafe atau rumah karaoke, satpam atau penjaga kos.

Bekerja di bulan Ramadan sebenarnya tidak diingini Andini. Namun, karena kebutuhan uang yang besar untuk Lebaran, dia nekat saja. Sebab, dia harus membawa oleh-oleh dan uang untuk keluarga di Malang saat mudik nanti. Apalagi dia harus membantu ibu dan dua adik yang masih sekolah. “Dari hasil kerja keras selama bulan puasa ini, lumayanlah untuk tambahan beli beras dan uang sekolah adik-adik di desa,” kata Andini.

Andini mengaku bersyukur bisa membantu keluarga, meski mereka tidak tahu uang yang dibawa pulang didapat dari mana. Kepada keluarganya, dia mengaku bekerja pada sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Andini menyadari telah berbohong, namun apa boleh buat, dia harus membantu kehidupan seluruh keluarganya. “Suatu saat nanti saya akan berhenti dari pekerjaan ini. Namun, tak tahu itu kapan,” ujarnya. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar