Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Selasa, 15 September 2009

Tak Ada Baju Baru di Porong


Para korban lumpur Lapindo tak punya uang untuk merayakan Lebaran. Tak ada baju baru pada Idul Fitri nanti.

MENJELANG Idul Fitri tahun ini kehidupan korban lumpur Lapindo semakin sulit. Seperti anak-anak pada umumnya, anak-anak korban juga ingin memakai baju baru saat Lebaran.

Sebagai orang tua dan penopang keluarga, Jafar dan rekan-rekannya berusaha semaksimal mungkin memenuhi harapan keluarga. Namun, upaya itu tak mudah. Dengan penghasilan bersih Rp 10 ribu per hari, para tukang ojek kewalahan memenuhi kebutuhan Lebaran. Harapan mereka digantungkan pada sumbangan orang-orang yang bersimpati.

Tidak sedikit di antara mereka yang harus mengelus dada dan menangis dalam hati. Topo misalnya. Pria yang dulu bekerja sebagai pengawas di pabrik minuman ini tidak tahu harus berbuat apa. Baginya, jalan apa pun asal halal akan dilakukan untuk menyenangkan anggota keluarga. “Jangankan untuk beli baju, untuk nyekar pun kami terkadang harus menunggu uluran tangan dari para donatur,” katanya.

Nasib yang sedikit beruntung dialami Rukmini. Perempuan yang membuka usaha warung ketan sambel di pinggir rel dan tanggul lumpur ini masih bisa mendapatkan rejeki dari orang-orang yang mampir ke warungnya. Meski bahaya mengancam, karena tanggul bias jebol sewaktu-waktu, Rukmini tidak peduli. Baginya, yang penting ada lahan kosong yang harus dimanfaatkan untuk mengumpulkan uang.

Walaupun sedikit berbeda nasib dari para tukang ojek, Rukmini juga mengaku sedih. Seperti korban yang lain, dia belajar bersabar menunggu janji ganti rugi PT Lapindo Brantas. Rukmini pun tak mau ambil pusing apakah sisa ganti rugi 80% akan dilunasi atau tidak, seperti ribuan korban lain yang sudah menerima ganti rugi. Saat ini dia hanya berpikir bagaimana caranya bisa menyambung hidup.

Datangnya bulan Ramadan nyaris tidak berarti apa-apa bagi Rukmini. Hampir setiap hari dia sudah berpuasa batin. Bagi Rukmini yang dulu berpendapatan Rp 250 ribu per hari dari jasa sewa lahan parkir, hasil berjualan makanan dan minuman tentu tidaklah sebanding. Meski demikian, dia tidak mengeluh. Pelanggan setianya terutama para pekerja tanggul. Banyak pula pengunjung yang mampir ke warungnya. Mereka menikmati masakan Rukmini sembari menghirup bau gas metan dari lumpur Lapindo.

Menyambut Lebaran, Rukmini mengaku tidak memiliki acara khusus. Kebiasaan nyekar menjelang Lebaran sudah tiga tahun ini tidak dijalani. Makam leluhurnya sudah ditelan lumpur. Ia juga tidak akan ngoyo membeli baju baru untuk Lebaran. Yang penting sekarang hanyalah bagaimana bisa makan dan mendapatkan rumah yang layak untuk berteduh dari panas dan hujan. “Selama ini kami masih kontrak rumah. Semoga saja dari hasil berjualan dan ganti rugi dari PT Lapindo kami membeli rumah,” kata Rukmini. (habis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar