Warta Jatim, Surabaya - Masyarakat Pencinta Buku menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Grahadi, Surabaya, Senin (7/9). Mereka menolak pembakaran buku Revolusi Agustus, Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah yang dilakukan Front Anti Komunis Rabu lalu.
Koordinator aksi Diana AV Sasa mengatakan, pembakaran buku merupakan tindakan vandalisme dan tidak relevan saat ini. Apalagi pembakaran buku Revolusi Agustus dimediatori sejahrawan Prof Aminuddin Kasdi. “Selaku akademisi, seharusnya Aminuddin melakukan pencegahan pembakaran buku, bukan malah sebaliknya.”
Masyarakat Pencinta Buku juga mengecam pemerintah yang tidak tegas dalam menyikapi pembakaran buku, terutama pada buku-buku sejarah yang mengungkap perjalanan bangsa Indonesia. Bahkan, ada kecenderungan pemerintah turut andil memperlancar pembakaran buku, seperti kasus pembakaran buku yang dilakukan Kejaksaan Negeri Karawang dan Depok beberapa waktu lalu.
Masyarakat Pencinta Buku memberikan waktu satu minggu kepada Front Anti Komunis untuk meminta maaf melalui media massa kepada semua penulis, penerbit, dan pencinta buku. “Jika tidak digubris, kami akan menggelar aksi massa yang jauh lebih besar,” kata Diana.
Selain orasi, para pengunjuk rasa menggelar aksi teaterikal membaca buku bersama-sama dan pembacaan puisi menentang keras pembakaran buku.
Pada Rabu (2/9) Front Anti Komunis yang terdiri atas Paguyuban Keluarga Korban Pemberontakan PKI 1948 Madiun, Centre For Indonesian Communities Studies, Front Pembela Islam Jatim, Front Pemuda Islam Surabaya, Majelis Ulama Indonesia Jatim, Forum Madura Bersatu Jatim, serta beberapa elemen masyarakat membakar buku Revolusi Agustus, Kesaksian Pelaku Sejarah karya Soemarsono, Ketua Pemuda Republik Indonesia. Mereka keberatan atas beberapa pernyataan dalam tulisan bertajuk “Soemarsono: Tokoh Kunci dalam Pertempuran Surabaya”. (red)
Koordinator aksi Diana AV Sasa mengatakan, pembakaran buku merupakan tindakan vandalisme dan tidak relevan saat ini. Apalagi pembakaran buku Revolusi Agustus dimediatori sejahrawan Prof Aminuddin Kasdi. “Selaku akademisi, seharusnya Aminuddin melakukan pencegahan pembakaran buku, bukan malah sebaliknya.”
Masyarakat Pencinta Buku juga mengecam pemerintah yang tidak tegas dalam menyikapi pembakaran buku, terutama pada buku-buku sejarah yang mengungkap perjalanan bangsa Indonesia. Bahkan, ada kecenderungan pemerintah turut andil memperlancar pembakaran buku, seperti kasus pembakaran buku yang dilakukan Kejaksaan Negeri Karawang dan Depok beberapa waktu lalu.
Masyarakat Pencinta Buku memberikan waktu satu minggu kepada Front Anti Komunis untuk meminta maaf melalui media massa kepada semua penulis, penerbit, dan pencinta buku. “Jika tidak digubris, kami akan menggelar aksi massa yang jauh lebih besar,” kata Diana.
Selain orasi, para pengunjuk rasa menggelar aksi teaterikal membaca buku bersama-sama dan pembacaan puisi menentang keras pembakaran buku.
Pada Rabu (2/9) Front Anti Komunis yang terdiri atas Paguyuban Keluarga Korban Pemberontakan PKI 1948 Madiun, Centre For Indonesian Communities Studies, Front Pembela Islam Jatim, Front Pemuda Islam Surabaya, Majelis Ulama Indonesia Jatim, Forum Madura Bersatu Jatim, serta beberapa elemen masyarakat membakar buku Revolusi Agustus, Kesaksian Pelaku Sejarah karya Soemarsono, Ketua Pemuda Republik Indonesia. Mereka keberatan atas beberapa pernyataan dalam tulisan bertajuk “Soemarsono: Tokoh Kunci dalam Pertempuran Surabaya”. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar