Warta Jatim, Surabaya - Keluarga Slamet, korban penembakan polisi di Desa Palang Besi, Probolinggo, menuntut polisi bertanggung jawab. Mereka menuding polisi sengaja menembak kepala Slamet, sehingga menyebabkan kebutaan dan kaki lumpuh.
Kepala Divisi Operasional LBH Jakarta, M Syaiful Arif, mengatakan selain mengalami kebutaan dan lumpuh, engsel tangan kanan Slamet patah karena dipukul polisi dalam penangkapan. Lima jari kaki kiri putus karena diseret di aspal sejauh 7 kilometer dari pos polisi menuju rumah sakit.
Syaiful Arif, pengacara keluarga Slamet, mengaku sudah melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Dalam kasus ini, polisi telah melakukan penganiayaan. Kami minta Komnas HAM ikut mengusut kasus ini,” kata Syaiful Arif, Senin (12/4).
Syaiful meminta Kapolres Probolinggo menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap 5 anggotanya yang menganiaya Slamet. Jika ditemukan unsur pelanggaran pidana, mereka harus dibawa ke pengadilan. “Menanggung biaya pengobatan saja tidak cukup. Karena cacat Slamet, secara otomatis mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Ini yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab polisi,” ujarnya.
Kapolres Probolinggo AKBP Al Afriandi membantah anggotanya sengaja menembak kepala Slamet. Hal itu dibuktikan melalui hasil pemeriksaan tim Pengaduan Pelayanan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Probolinggo.
Menurut Afriandi, kondisi daerah penggerebekan yang gelap dan berbukit membuat penangkapan para pelaku perjudian kacau. Karena bertabrakan dengan Santono (salah seorang pelaku perjudian), senjata polisi tidak sengaja meletus dan mengenai kepala Slamet. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan biaya pengobatan Slamet selama dirawat di rumah sakit. “Tim P3D sudah memeriksa 5 anggota kami. Hasilnya tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini.”
Afriandi menyatakan siap menghadapi gugatan yang diajukan keluarga Slamet. Sidang perdana kasus penembakan ini digelar di Pengadilan Negeri Probolinggo 13 April.
Kasus penembakan ini terjadi 10 Desember 2009. Saat itu Slamet dan 12 temannya bermain judi dadu di bekas ladang milik Yuni, kakak ipar Slamet. Sekitar pukul 23.00 Satuan Reserse dan Kriminal Polres Probolinggo menggerebek. Lima polisi, Briptu Indra Wahyu Mardiyanto, Briptu Andi Kurniawan, Briptu Krisna Adianto, Briptu Puguh Karya Wicaksana, dan Briptu Hendrix Cahyono, diduga memukul Slamet. Salah seorang polisi kemudian melepaskan tembakan yang mengenai kepala bagian kiri Slamet, hingga menyebabkan saraf penglihatannya rusak.(red)
Kepala Divisi Operasional LBH Jakarta, M Syaiful Arif, mengatakan selain mengalami kebutaan dan lumpuh, engsel tangan kanan Slamet patah karena dipukul polisi dalam penangkapan. Lima jari kaki kiri putus karena diseret di aspal sejauh 7 kilometer dari pos polisi menuju rumah sakit.
Syaiful Arif, pengacara keluarga Slamet, mengaku sudah melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Dalam kasus ini, polisi telah melakukan penganiayaan. Kami minta Komnas HAM ikut mengusut kasus ini,” kata Syaiful Arif, Senin (12/4).
Syaiful meminta Kapolres Probolinggo menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap 5 anggotanya yang menganiaya Slamet. Jika ditemukan unsur pelanggaran pidana, mereka harus dibawa ke pengadilan. “Menanggung biaya pengobatan saja tidak cukup. Karena cacat Slamet, secara otomatis mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Ini yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab polisi,” ujarnya.
Kapolres Probolinggo AKBP Al Afriandi membantah anggotanya sengaja menembak kepala Slamet. Hal itu dibuktikan melalui hasil pemeriksaan tim Pengaduan Pelayanan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Probolinggo.
Menurut Afriandi, kondisi daerah penggerebekan yang gelap dan berbukit membuat penangkapan para pelaku perjudian kacau. Karena bertabrakan dengan Santono (salah seorang pelaku perjudian), senjata polisi tidak sengaja meletus dan mengenai kepala Slamet. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan biaya pengobatan Slamet selama dirawat di rumah sakit. “Tim P3D sudah memeriksa 5 anggota kami. Hasilnya tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini.”
Afriandi menyatakan siap menghadapi gugatan yang diajukan keluarga Slamet. Sidang perdana kasus penembakan ini digelar di Pengadilan Negeri Probolinggo 13 April.
Kasus penembakan ini terjadi 10 Desember 2009. Saat itu Slamet dan 12 temannya bermain judi dadu di bekas ladang milik Yuni, kakak ipar Slamet. Sekitar pukul 23.00 Satuan Reserse dan Kriminal Polres Probolinggo menggerebek. Lima polisi, Briptu Indra Wahyu Mardiyanto, Briptu Andi Kurniawan, Briptu Krisna Adianto, Briptu Puguh Karya Wicaksana, dan Briptu Hendrix Cahyono, diduga memukul Slamet. Salah seorang polisi kemudian melepaskan tembakan yang mengenai kepala bagian kiri Slamet, hingga menyebabkan saraf penglihatannya rusak.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar