Warta Jatim, Surabaya – Gerakan Lisensi Wajib ARV Indonesia, mendesak pemerintah memperpanjang izin lisensi produksi obat Anti Retroviral Virus (ARV) untuk HIV/AIDS. Sebanyak 18.000 penderita HIV/AIDS saat ini bergantung pada produksi obat lokal yang mendapat subsidi dari pemerintah dan Global Fund.
Koordinator Gerakan Lisensi Wajib ARV Indonesia, Aries Setiawan mengatakan, sejumlah lisensi produksi ARV akan habis sebelum tahun 2013. ARV jenis Nevirapine lisensinya akan habis tahun 2011, Lamivudine tahun 2012, dan Efavirenz pada tahun 2013.
Mayoritas ARV yang digunakan di Indonesia diproduksi oleh PT Kimia Farma atau import dari India. Anggaran produksi ARV generik mendapat subsidi dari APBN dan Global Fund.
“Pemerintah harus memperpanjang izin lisensi produksi ARV. Jika tidak, akan sangat membahayakan keselamatan orang dengan HIV/AIDS. Untuk membeli ARV tanpa subsidi, ODHA harus mengeluarkan US$ 600 per bulan. Ini memberatkan, terutama bagi ODHA golongan tidak mampu,” kata Aris, disela unjuk rasa di depan Gedung Grahadi, Minggu (16/5).
Menurut Aris izin lisensi produksi ARV berlaku 20 tahun. Indonesia baru memiliki izin lisensi ARV, sejak tahun 2004. Jika lisensi tidak diperpanjang, pemerintah akan kesulitan memproduksi ARV dan terpaksa mengimport obat ini dengan harga yang lebih mahal. (red)
Koordinator Gerakan Lisensi Wajib ARV Indonesia, Aries Setiawan mengatakan, sejumlah lisensi produksi ARV akan habis sebelum tahun 2013. ARV jenis Nevirapine lisensinya akan habis tahun 2011, Lamivudine tahun 2012, dan Efavirenz pada tahun 2013.
Mayoritas ARV yang digunakan di Indonesia diproduksi oleh PT Kimia Farma atau import dari India. Anggaran produksi ARV generik mendapat subsidi dari APBN dan Global Fund.
“Pemerintah harus memperpanjang izin lisensi produksi ARV. Jika tidak, akan sangat membahayakan keselamatan orang dengan HIV/AIDS. Untuk membeli ARV tanpa subsidi, ODHA harus mengeluarkan US$ 600 per bulan. Ini memberatkan, terutama bagi ODHA golongan tidak mampu,” kata Aris, disela unjuk rasa di depan Gedung Grahadi, Minggu (16/5).
Menurut Aris izin lisensi produksi ARV berlaku 20 tahun. Indonesia baru memiliki izin lisensi ARV, sejak tahun 2004. Jika lisensi tidak diperpanjang, pemerintah akan kesulitan memproduksi ARV dan terpaksa mengimport obat ini dengan harga yang lebih mahal. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar