Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Selasa, 11 Mei 2010

Menguak Kebun Sempit Binatang

Pengelolaan kebun binatang di Indonesia buruk. Kesejahteraan satwa tak terpenuhi. Banyak hewan stres dan mati.

Beruang hitam gemuk itu mondar-mandir di kandangnya. Seperti manusia yang buntu pikiran, dia  bergerak dari sudut kiri ke sudut kanan. Berulang-ulang dengan pola yang sama.

Jam minum siang hari datang. Sang beruang berhenti sejenak saat air di keran yang menggantung di atas kandangnya mengeluarkan air. Kurang dari sepuluh menit, keran itu sudah tak menitikkan air lagi. Air yang tertumpah jatuh ke dataran yang paling rendah di kandang. Mengalir seperti air di selokan.

Beruang yang mondar-mandir itu turun ke dataran rendah di dalam kandangnya. Ia merebahkan badan dan mendekatkan mulutnya ke aliran air yang tak seberapa itu. “Sluurrrp…” Mulutnya mengeluarkan suara mengisap air. Setelah dirasa tenggorokannya tak lagi kering, ia naik ke pelataran atas kandang. Kembali mondar-mandir.

Pemandangan itu terjadi di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, Jumat siang, pekan lalu. Jelas beruang hitam itu stres. “Bolak-balik itu indikator dia stres,” kata Irma Hermawati, aktivis Profauna Jakarta, saat ditemui di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Kondisi menyedihkan juga terjadi di Taman Margasatwa Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Dalam kebun binatang yang direlokasi dari Tinjomoyo pada 2007 itu sejumlah hewan jenis kera berdesak-desakan dalam delapan kandang yang berjajar.

Kandang-kandang seukuran dua kali satu meter itu dihuni satu atau dua ekor hewan. Tak ada tempat untuk bergayut. Seperti beruang di Ragunan, kera-kera itu hanya mondar-mandir tak tentu arah di dalam kandang. Seekor orangutan hamil bernama Bella duduk menempelkan wajah di dalam kandangnya yang kumuh.

Di kebun binatang ini buaya juga pernah lepas ke danau. Tembok kandang buaya yang terletak di
samping danau berair keruh dalam kebun binatang itu jebol karena luapan air kandang. “Tiga bulan lalu buaya dalam kandang di sebelah danau lepas dan masuk ke danau ini. Seminggu lamanya becak air berhenti beroperasi dan petugas memasang pengumuman di sekitar danau yang menyebutkan ada buaya lepas. Hasilnya, pengunjung justru ramai menonton hingga buaya berhasil diangkat dan dipindah ke kandangnya,” kata Puji, penjual minuman di kebun binatang itu.

Leli, warga sekitar, menduga banyak hewan mati di Taman Margasatwa Mangkang. “Aku sering main ke sini, karena rumahku dekat. Aku rasa banyak binatang yang mati di sini. Aku sudah tidak melihat singa dan ular. Harimau juga tinggal dua ekor. Padahal dulu ada tiga ekor,” katanya.

Kusyanto, pengelola Taman Margasatwa Mangkang, mengatakan dari 50 jenis binatang pindahan dari Tinjomoyo, kini hanya tersisa 40 jenis dengan 265 ekor satwa.

Di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur, sejumlah hewan tak terurus akibat konflik di kalangan pengelola. HS, salah satu karyawan, mengatakan harimau sumatera dan unta berkurang karena mati.

Konflik internal pengelola kebun binatang menyebabkan jatah makan hewan berantakan, munculnya penyakit, dan kumuhnya sejumlah kandang. “Kandang yang tidak terawat terutama di bagian belakang. Seperti kandang rusa dan menjangan. Begitu juga kandang kelelawar dan musang,” ujar HS di Surabaya, Kamis pekan lalu.

Di Bandung, Jawa Barat, pada 2008 South East Asia Zoo Association (EAZA) melakukan survei di kebun binatang kota itu. Al-hasil, EAZA mendesak Kebun Binatang Bandung memperbaiki sejumlah kandang karena tidak layak.

Semua konfirmasi yang dilakukan terhadap situasi beberapa kebun binatang itu tak sesuai dengan temuan di lapangan. Pihak kebun binatang tak ada yang mengakui situasi kebun binatang yang mereka kelola memang buruk. Di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, misalnya, petugas yang mengurusi hewan tidak menggubris permintaan wawancara VHRmedia.

Staf hubungan masyarakat Taman Marga Satwa Ragunan, Wahyudi Bambang, tidak dapat memenuhi permintaan konfirmasi mengenai kesehatan hewan di kebun binatang itu. Kalaupun dijawab, penjelasannya tak dapat dipertanggungjawabkan, karena bukan bidang Bambang dan dia bukan petugas medis hewan. Bambang akhirnya tidak berani menjawab dengan alasan urusan kesehatan hewan bukan urusannya. “Sebaiknya ke bagian kesehatan binatang,” ujarnya.

Hal serupa terjadi di Kebun Binatang Surabaya. Staf humas Agus Supangkat tidak berani menjawab mengenai jumlah hewan yang mati. Agus berkilah dirinya tidak punya kapasitas untuk menjelaskan jumlah hewan yang mati.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, Arif Tongkage, juga mengaku menerima laporan yang “baik-baik” saja dari kebun binatang. Taman Margasatwa Ragunan sebagai balai konservasi yang masuk pemantauan Arif, mengaku sudah mengurusi hewan sesuai standar. “Semua satwa yang ada di sana, sepengetahuan kami semua. Report yang diberikan kepada kami sampai saat ini mereka menangani secara serius,” katanya.

Keterangan yang diterima Arif tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan. VHRmediabulan lalu menemukan kompleks karantina mengurung sejumlah orangutan selama 10 tahun hingga 15 tahun. Seorang narasumbermengisahkan, seekor orangutan pernah memberontak dan berhasil meruntuhkan beton yang menghubungkan jeruji kandang dengan lantai kandang. Orangutan malang itu berontak keluar karena tak tahan melihat sepasang orangutan di kandang sebelahnya kawin.

Aktivis Profauna Irma Hermawati menilai kebun binatang di Indonesia belum memenuhi kesejahteraan satwa. Irma menyebutkan contoh, di kebun binatang Ragunan ia melihat gajah dengan kaku terikat dan harimau yang berjalan mondar-mandir sebagai tanda stres.

“Masyarakat bisa melihat, air di dalam kandang yang berlumut sampai hijau. Kandang yang kotor. Kebun binatang belum memiliki animal welfare seperti kebebasan berekspresi dan pemenuhan hasrat seksnya,” ujar Irma.

Jual Beli Satwa dan Konservasi Swasta
Bersama Profauna, Irma pernah menangkap bandar satwa besar yang biasa menyuplai hewan ke
kebun binatang. Tanpa menyebut nama, Irma mengatakan bandar satwa tersebut ditangkap di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Dia punya link yang bagus dengan beberapa kebun binatang, salah satunya Taman Safari. Jadi, dia pernah mengirimkan harimau sumatera betina umur 7 bulan ke Taman Safari. Dan dia pernah terima beberapa satwa yang mati dari Taman Safari, alasannya untuk dibuat patung,” ujar Irma.

Dalam persidangan, bandar tersebut mengaku pernah mendapat pesanan dari Kebun Binatang Ragunan. Meski saksi dari Ragunan membantah mengenal si bandar, bantahan tersebut mentah karena bandar yang duduk di kursi tersangka menunjukkan sebuah surat sebagai bukti.

“Bandar itu dihukum 1 tahun 5 bulan. Menurut kami tidak setimpal. Sepanjang ‘kariernya’ dia tidak pernah tertangkap. Dia juga penyuplai harimau sumatera. Semua  jenis binatang dia bisa. Ke luar negeri, informasinya dia biasa kirim ke orang-orang Korea, Jepang. Memang ada juga jajaran kepolisian yang jadi langganannya. Polisi yang punya hobi memelihara,” kata Irma.

HS, karyawan Kebun Binatang Surabaya, mengaku ada beberapa pengelola kebun binatang yang sering memperdagangkan satwa seperti burung kakatua dan cenderawasih. “Biasanya, burung yang hendak dijual, diambil pada malam hari. Hasil penjualan burung biasanya digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.

Wayan Titip Sulaksana, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Kepegawaian Kebun Binatang Surabaya, tidak membantah soal adanya pegawai nakal tersebut.

Irma juga menyesalkan adanya pemberian izin terhadap konservasi satwa yang dilakukan pihak non-pemerintah. Pihak non-pemerintah yang ingin memelihara satwa langka bisa mengajukan izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.

“Ada tingkatan-tingkatannya. Misalnya yang paling kecil taman burung. Kemampuan tenaga medis harus tersedia. Tidak serta merta orang punya uang bisa begitu. Izinnya ke Departemen Kehutanan,” ujar Arif Tongkage.

Menurut Irma, pemberian izin ini dapat memuluskan pemburu liar atau pemelihara hewan untuk menghindar dari jerat hukum. Cukup dengan mengajukan permohonan konservasi, pemburu dan pemelihara dapat memiliki satwa langka. “Yang harus dikeluarkan pemerintah, stop pemberian izin konservasi baru. Kita harus mengevaluasi kebun binatang.” (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar