Warta Jatim, Surabaya - Rancangan Undang-Undang Pembantu Rumah Tangga seharusnya mengikuti konvensi internasional tentang batasan usia anak yang boleh bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Hal itu dikatakan Soetandyo Wignjosoebroto, guru besar ilmu sosial Universitas Airlangga Surabaya. Menurut dia, sebelum Rancangan Undang-Undang Pembantu Rumah Tangga diputuskan menjadi undang-undang, pemerintah wajib memperhatikan kondisi empiris masyarakat. Misalnya, saat ada anak yang ikut orang tuanya bekerja menjadi PRT.
“Saat ada anak yang ikut orang tuanya bekerja sebagai PRT, apakah majikan bisa disalahkan? Nah, pemerintah harus melihat hal ini sebelum memutuskan RUU PRT menjadi UU,” kata Soetandyo, Jumat (14/5).
Soetandyo menyarankan pemerintah mewajibkan majikan menyekolahkan anak PRT yang ikut bekerja orang tuanya. Dengan demikian, pemerintah dan majikan memiliki tanggung jawab untuk kesejahteraan dan pendidikan anak. Langkah ini akan membantu mengentaskan rakyat miskin.
Sanksi berbeda harus diberikan terhadap majikan yang terbukti mempekerjakan anak sebagai PRT. Selain itu, pemerintah harus mengatur soal upah minimal PRT. “Untuk dua hal ini, harus ada sanksi tegas, karena sudah jelas melanggar konvensi internasional,” kata Soetandyo Wignjosoebroto.(red)
Hal itu dikatakan Soetandyo Wignjosoebroto, guru besar ilmu sosial Universitas Airlangga Surabaya. Menurut dia, sebelum Rancangan Undang-Undang Pembantu Rumah Tangga diputuskan menjadi undang-undang, pemerintah wajib memperhatikan kondisi empiris masyarakat. Misalnya, saat ada anak yang ikut orang tuanya bekerja menjadi PRT.
“Saat ada anak yang ikut orang tuanya bekerja sebagai PRT, apakah majikan bisa disalahkan? Nah, pemerintah harus melihat hal ini sebelum memutuskan RUU PRT menjadi UU,” kata Soetandyo, Jumat (14/5).
Soetandyo menyarankan pemerintah mewajibkan majikan menyekolahkan anak PRT yang ikut bekerja orang tuanya. Dengan demikian, pemerintah dan majikan memiliki tanggung jawab untuk kesejahteraan dan pendidikan anak. Langkah ini akan membantu mengentaskan rakyat miskin.
Sanksi berbeda harus diberikan terhadap majikan yang terbukti mempekerjakan anak sebagai PRT. Selain itu, pemerintah harus mengatur soal upah minimal PRT. “Untuk dua hal ini, harus ada sanksi tegas, karena sudah jelas melanggar konvensi internasional,” kata Soetandyo Wignjosoebroto.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar