“Perang gaib” merupakan hal biasa dalam politik. Beberapa caleg percaya ritual ini bisa memprediksi masa depannya.
Sekitar 100 kilometer dari Surabaya, tepatnya di Desa Pamenang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, terlihat pemandangan tidak biasa. Di pelataran Sri Aji Joyoboyo ini banyak orang ingin mendapat berkah dari raja pamungkas, raja terakhir Kerajaan Kediri.
Poyo Gendut, juru kunci petilasan Sri Aji Joyoboyo, mengatakan pada musim pemilu banyak calon anggota legislatif ataupun calon presiden datang. Khusus calon presiden, yang datang mengikuti ritual adalah utusan-utusan khusus dari Jakarta.
Menurut Poyo, prosesi ritual di Pamenang ini tidak berbeda dari ritual tempat-tempat keramat lain. Hanya saja, setelah menjalani prosesi ritual, para calon akan mendapatkan gambaran masa depannya apakah terpilih menjadi pemimpin.
Salah satu contoh adalah utusan khusus salah satu calon presiden pada Pemilu 2004. Poyo memberi tahu mereka apa saja yang bakal terjadi setelah terpilih. “Pada saat itu saya sudah memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia. Namun, karena ngotot, ya seperti itulah jadinya,” ujarnya.
Poyo menuturkan, menjelang pemilu dia menerima tamu dari Jakarta yang mengaku utusan khusus dari beberapa calon presiden. Kebanyakan mereka ingin mengetahui peluang kemenangan dalam pilpres mendatang.
Hendrik, sebut saja begitu, salah satu utusan khusus capres mengaku sengaja datang ke petilasan Sri Aji Joyoboyo untuk melihat peluang dalam bursa capres mendatang. Menurut dia, dengan mengetahui pandangan di masa datang, capres yang didukungnya bisa menyusun langkah dan strategi dalam “pertarungan” memperebutkan “RI 1”.
Hendrik menyangkal yang dilakukannya adalah langkah pembodohan terhadap rakyat. Dia berkilah, sebagai salah satu warga negara yang hidup di negara besar, apa yang dilakukannya sebatas upaya menghargai jerih payah para pahlawan dan pendiri negara ini. “Kalau memang saya dipermasalahkan, bagaimana dengan mereka yang juga datang untuk nyekar ke makam Bung Karno di Blitar?” ujarnya.
Hendrik percaya “perang gaib” masih terjadi di Indonesia, terlebih pada masa-masa pemilu seperti saat ini. Dia juga meyakini beberapa caleg dan calon presiden melakukan hal yang sama: mendatangi tempat-tempat keramat atau orang yang dianggap linuwih untuk menjaga dan membentengi diri demi meraih kursi. (Selesai)
Sekitar 100 kilometer dari Surabaya, tepatnya di Desa Pamenang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, terlihat pemandangan tidak biasa. Di pelataran Sri Aji Joyoboyo ini banyak orang ingin mendapat berkah dari raja pamungkas, raja terakhir Kerajaan Kediri.
Poyo Gendut, juru kunci petilasan Sri Aji Joyoboyo, mengatakan pada musim pemilu banyak calon anggota legislatif ataupun calon presiden datang. Khusus calon presiden, yang datang mengikuti ritual adalah utusan-utusan khusus dari Jakarta.
Menurut Poyo, prosesi ritual di Pamenang ini tidak berbeda dari ritual tempat-tempat keramat lain. Hanya saja, setelah menjalani prosesi ritual, para calon akan mendapatkan gambaran masa depannya apakah terpilih menjadi pemimpin.
Salah satu contoh adalah utusan khusus salah satu calon presiden pada Pemilu 2004. Poyo memberi tahu mereka apa saja yang bakal terjadi setelah terpilih. “Pada saat itu saya sudah memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia. Namun, karena ngotot, ya seperti itulah jadinya,” ujarnya.
Poyo menuturkan, menjelang pemilu dia menerima tamu dari Jakarta yang mengaku utusan khusus dari beberapa calon presiden. Kebanyakan mereka ingin mengetahui peluang kemenangan dalam pilpres mendatang.
Hendrik, sebut saja begitu, salah satu utusan khusus capres mengaku sengaja datang ke petilasan Sri Aji Joyoboyo untuk melihat peluang dalam bursa capres mendatang. Menurut dia, dengan mengetahui pandangan di masa datang, capres yang didukungnya bisa menyusun langkah dan strategi dalam “pertarungan” memperebutkan “RI 1”.
Hendrik menyangkal yang dilakukannya adalah langkah pembodohan terhadap rakyat. Dia berkilah, sebagai salah satu warga negara yang hidup di negara besar, apa yang dilakukannya sebatas upaya menghargai jerih payah para pahlawan dan pendiri negara ini. “Kalau memang saya dipermasalahkan, bagaimana dengan mereka yang juga datang untuk nyekar ke makam Bung Karno di Blitar?” ujarnya.
Hendrik percaya “perang gaib” masih terjadi di Indonesia, terlebih pada masa-masa pemilu seperti saat ini. Dia juga meyakini beberapa caleg dan calon presiden melakukan hal yang sama: mendatangi tempat-tempat keramat atau orang yang dianggap linuwih untuk menjaga dan membentengi diri demi meraih kursi. (Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar