Warta Jatim, Surabaya - Keluarga korban insiden penembakan anggota Polres Probolinggo menilai polisi tidak beriktikad baik menyelesaikan kasus tersebut. Hingga saat ini kasus penembakan terhadap Slamet belum dibawa ke pengadilan.
Dedi Santoso, kerabat korban, mengatakan pihaknya telah menerima tiga kali panggilan pemeriksaan ke Polres Probolinggo. Keluarga juga sudah mengadukan kasus ini ke Polda Jawa Timur.
Polres Probolinggo juga menghentikan biaya pengobatan Slamet sejak 7 Juni lalu. “Kami ingin kejelasan kasus ini. Terlebih untuk biaya pengobatan, setidaknya dibutuhkan uang Rp 300 ribu per 4 hari,” kata Dedi di LBH Surabaya, Rabu (9/6).
Kasus penembakan terjadi 10 Desember 2009, ketika Slamet dan 12 temannya bermain judi dadu di bekas ladang milik Yuni, kakak ipar Slamet. Sekitar pukul 23.00 Satuan Reserse dan Kriminal Polres Probolinggo menggerebek lokasi judi.
Anggota Polres Probolinggo, Briptu Indra Wahyu Mardiyanto, Briptu Andi Kurniawan, Briptu Krisna Adianto, Briptu Puguh Karya Wicaksana, dan Briptu Hendrix Cahyono diduga memukul Slamet. Salah seorang polisi kemudian melepaskan tembakan yang mengenai kepala bagian kiri Slamet, hingga menyebabkan saraf penglihatannya rusak.
Kapolres Probolinggo AKBP Al Afriandi membantah anggotanya sengaja menembak kepala Slamet. Hal itu dibuktikan hasil pemeriksaan tim Pengaduan Pelayanan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Probolinggo.
Menurut Afriandi, kondisi daerah penggerebekan yang gelap dan berbukit membuat penangkapan para pelaku perjudian kacau. Karena bertabrakan dengan Santono (salah seorang pelaku perjudian), senjata polisi tidak sengaja meletus dan mengenai kepala Slamet. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan biaya pengobatan Slamet selama dirawat di rumah sakit. “Tim P3D sudah memeriksa 5 anggota kami. Hasilnya tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini.” (red)
Dedi Santoso, kerabat korban, mengatakan pihaknya telah menerima tiga kali panggilan pemeriksaan ke Polres Probolinggo. Keluarga juga sudah mengadukan kasus ini ke Polda Jawa Timur.
Polres Probolinggo juga menghentikan biaya pengobatan Slamet sejak 7 Juni lalu. “Kami ingin kejelasan kasus ini. Terlebih untuk biaya pengobatan, setidaknya dibutuhkan uang Rp 300 ribu per 4 hari,” kata Dedi di LBH Surabaya, Rabu (9/6).
Kasus penembakan terjadi 10 Desember 2009, ketika Slamet dan 12 temannya bermain judi dadu di bekas ladang milik Yuni, kakak ipar Slamet. Sekitar pukul 23.00 Satuan Reserse dan Kriminal Polres Probolinggo menggerebek lokasi judi.
Anggota Polres Probolinggo, Briptu Indra Wahyu Mardiyanto, Briptu Andi Kurniawan, Briptu Krisna Adianto, Briptu Puguh Karya Wicaksana, dan Briptu Hendrix Cahyono diduga memukul Slamet. Salah seorang polisi kemudian melepaskan tembakan yang mengenai kepala bagian kiri Slamet, hingga menyebabkan saraf penglihatannya rusak.
Kapolres Probolinggo AKBP Al Afriandi membantah anggotanya sengaja menembak kepala Slamet. Hal itu dibuktikan hasil pemeriksaan tim Pengaduan Pelayanan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Probolinggo.
Menurut Afriandi, kondisi daerah penggerebekan yang gelap dan berbukit membuat penangkapan para pelaku perjudian kacau. Karena bertabrakan dengan Santono (salah seorang pelaku perjudian), senjata polisi tidak sengaja meletus dan mengenai kepala Slamet. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan biaya pengobatan Slamet selama dirawat di rumah sakit. “Tim P3D sudah memeriksa 5 anggota kami. Hasilnya tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini.” (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar