Ia sering dimusuhi tukang becak laki-laki. Bahkan dituduh PSK yang pura-pura jadi tukang becak.
BANYAK duka sebagai tukang becak. Apalagi bagi seorang perempuan. Suleha sering menjadi korban keusilan dan perlakuan tidak senonoh dari sesama tukang becak sampai aparat kepolisian.
Seperti pengalaman pada tahun 2001. Saat itu Suleha usai mengantarkan penumpang ke kawasan Pegirian. Sesampai di depan pos polisi di jalan tersebut, dia dicegat seorang polisi. Merasa tidak bersalah, Suleha bertanya mengapa dihentikan. Alangkah kagetnya, saat polisi itu menuduh dirinya pekerja seks komersial yang menyamar tukang becak.
Suleha mencoba menerangkan tentang dirinya dan mengapa menjadi tukang becak. Namun polisi itu tetap tidak percaya dan menuduh keterangannya sebagai alasan agar terbebas dari razia. Karena kehabisan akal, Suleha berjalan meninggalkan becak yang disewanya Rp 2.000 per hari. Ia memilih berjalan sejauh tujuh kilometer ke rumahnya.
“Sejak saat itu saya trauma jika ada polisi yang mendekat. Bagi saya, lebih baik meninggalkan becak di kantor polisi daripada urusan panjang. Apalagi dengan tuduhan yang tidak jelas macam itu,” kata Suleha.
Selain dianggap sebagai PSK, tak jarang Suleha diomeli dan harus bersitegang dengan tukang becak laki-laki. Hal ini terjadi karena Suleha dianggap menyerobot penumpang mereka. Tidak itu saja, onderdil becaknya sering dicuri. Bangku dan ban becaknya pernah hilang. Peristiwa semacam itu sudah sering terjadi, namun Suleha tidak mau berburuk sangka dan menuduh siapa pencurinya.
Saat ini beban kehidupan Suleha sedikit lebih ringan. Berkat keuletannya, kini dia mampu membeli becak sendiri. Ihwal pembelian becak itu cukup unik. Mulanya seorang rekan tukang becak tidak mampu membayar utang Rp 100 ribu kepadanya. Akhirnya teman itu memilih menyerahkan becaknya kepada Suleha untuk membayar utang.
Dari hasil menjadi tukang becak, kini Suleha mampu membeli rumah petak. Meski harus berdesakan dengan Juli, putrinya, dan menantunya, Suleha bersyukur bisa berteduh di rumah sendiri.
Saat ini pelanggan Suleha semakin bertambah. Permintaan mencuci pakaian juga meningkat. Begitu juga hasil dari barang bekas atau rongsokan juga sangat membantu dalam mengarungi kehidupan ini.
Suleha mengaku tidak tahu kapan akan berhenti menjadi tukang becak. Ia hanya mengatakan akan terus mengayuh pedal becak hingga benar-benar tidak kuat dan tidak mampu lagi.
Jika nanti pensiun sebagai pengayuh becak, Suleha ingin membuka warung kecil-kecilan. Saat ini ia terus mengumpulkan modal, meski tak tahu sampai kapan modal itu cukup untuk membuka usaha seperti yang dimpikan. (Habis)
BANYAK duka sebagai tukang becak. Apalagi bagi seorang perempuan. Suleha sering menjadi korban keusilan dan perlakuan tidak senonoh dari sesama tukang becak sampai aparat kepolisian.
Seperti pengalaman pada tahun 2001. Saat itu Suleha usai mengantarkan penumpang ke kawasan Pegirian. Sesampai di depan pos polisi di jalan tersebut, dia dicegat seorang polisi. Merasa tidak bersalah, Suleha bertanya mengapa dihentikan. Alangkah kagetnya, saat polisi itu menuduh dirinya pekerja seks komersial yang menyamar tukang becak.
Suleha mencoba menerangkan tentang dirinya dan mengapa menjadi tukang becak. Namun polisi itu tetap tidak percaya dan menuduh keterangannya sebagai alasan agar terbebas dari razia. Karena kehabisan akal, Suleha berjalan meninggalkan becak yang disewanya Rp 2.000 per hari. Ia memilih berjalan sejauh tujuh kilometer ke rumahnya.
“Sejak saat itu saya trauma jika ada polisi yang mendekat. Bagi saya, lebih baik meninggalkan becak di kantor polisi daripada urusan panjang. Apalagi dengan tuduhan yang tidak jelas macam itu,” kata Suleha.
Selain dianggap sebagai PSK, tak jarang Suleha diomeli dan harus bersitegang dengan tukang becak laki-laki. Hal ini terjadi karena Suleha dianggap menyerobot penumpang mereka. Tidak itu saja, onderdil becaknya sering dicuri. Bangku dan ban becaknya pernah hilang. Peristiwa semacam itu sudah sering terjadi, namun Suleha tidak mau berburuk sangka dan menuduh siapa pencurinya.
Saat ini beban kehidupan Suleha sedikit lebih ringan. Berkat keuletannya, kini dia mampu membeli becak sendiri. Ihwal pembelian becak itu cukup unik. Mulanya seorang rekan tukang becak tidak mampu membayar utang Rp 100 ribu kepadanya. Akhirnya teman itu memilih menyerahkan becaknya kepada Suleha untuk membayar utang.
Dari hasil menjadi tukang becak, kini Suleha mampu membeli rumah petak. Meski harus berdesakan dengan Juli, putrinya, dan menantunya, Suleha bersyukur bisa berteduh di rumah sendiri.
Saat ini pelanggan Suleha semakin bertambah. Permintaan mencuci pakaian juga meningkat. Begitu juga hasil dari barang bekas atau rongsokan juga sangat membantu dalam mengarungi kehidupan ini.
Suleha mengaku tidak tahu kapan akan berhenti menjadi tukang becak. Ia hanya mengatakan akan terus mengayuh pedal becak hingga benar-benar tidak kuat dan tidak mampu lagi.
Jika nanti pensiun sebagai pengayuh becak, Suleha ingin membuka warung kecil-kecilan. Saat ini ia terus mengumpulkan modal, meski tak tahu sampai kapan modal itu cukup untuk membuka usaha seperti yang dimpikan. (Habis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar