Mau UANG???... Buruan GRATIS Registrasi KLIK DISINI

Kamis, 28 Januari 2010

Pengemis Profesional


Siapa bilang pengemis itu miskin? Hasan membeli rumah, mobil dan menyekolahkan anak dari derma orang.

SEORANG lelaki separuh baya duduk di dekat pintu masuk lapangan parkir bus di Masjid Sunan Ampel Surabaya. Dengan memakai peci lusuh berwarna hitam, ia mengharapkan belas kasihan para peziarah yang mengunjungi masjid keramat itu. Tak lama kemudian, sebuah kaleng yang dibawanya berisi recehan-recehan rupiah yang diberikan para peziarah.

Sebut saja nama lelaki itu Hasan. Ia menjalani pekerjaan sebagai pengemis profesional selama 15 tahun di tempat yang sama. Sebelumsebelum ada lapangan parker, ia mengemis di sepanjang gang Ampel Mulia yang menghubungkan Jalan Nyamplungan dan Masjid Ampel.

Hasan mengatakan, setiap hari ia berangkat dari rumah yang terletak di kawasan Rungkut, Surabaya, sekitar jam 6 pagi. Dengan pakaian layaknya pekerja kantoran, Hasan naik sepeda motor menuju terminal Pasar Pabean. Sesampainya di pasar tersebut, ia memakirkan sepeda motornya dan berjalan menuju ke toilet untuk berganti kostum pengemis.

Setelah berganti seragam dinas, Hasan berjalan kaki menuju tempat kerjanya di pintu masuk parkir bus. Dengan mengambil posisi di tempat strategis, Hasan mulai menghiba dan memancing belas kasihan dari para peziarah yang melintas di kawasan tersebut.

“Tidak ada trik khusus dalam mengemis. Yang penting adalah bagaimana kita bisa menarik masyarakat agar iba kepada kita,” kata Hasan.

Pria yang sudah memiliki tiga putra ini menuturkan ia mengemis mulai pukul delapan pagi hingga lima sore. Dari ketrja selama 9 jam itu, ia bisa mengantongi recehan antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu.

Penghasilannya per bulan, tentu sekitar tiga sampai semnbilan juta. Besar kecilnya, pendapatan tergantung pada ramai tidaknya peziarah yang datang.

“Pernah juga sih, saya hanya memperoleh Rp 75 ribu. Namun, kalau dirata-rata, hasilnya antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 Rrbu,” ungkapnya.

Hasan menjelaskan, dari hasil mengemisnya ia bisa membeli sebuah rumah di kawasan Rungkut. Ia juga bisa membeli sebuah mobil, serta tiga buah sepeda motor yang digunakan anaknya untuk kuliah dan sekolah.

Menurut dia, selama ini tidak ada satupun anggota keluarga dan tetangga di kampungnya yang mengetahui profesinya. Hasan mengaku kalau bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kontruksi.

“Hingga kini, belum pernah terpikirkan dalam benak saya kalau sampai keluarga tahu. Kalaupun tahu, nanti akan saya jelaskan kepada mereka,” kata Hasan dengan enteng.

Ia pun mengisahkan awal mula menjalani profesi ini. Pada 1994, perusahaan konveksi tempat Hasan bekerja dinyatakan pailit. Selain Hasan, sekitar 100 karyawan lainnya, dirumahkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Hasan pun tidak berani memberitahukan hal itu kepada sang istri. Bahkan, seperti biasanya, ia tetap pamit untuk pura-pura berangkat bekerja.

Entah karena sebab apa, Hasan memilih kawasan Masjid Sunan Ampel sebagai tempat kerjanya. Sepanjang hari ia menghabiskan waktunya hingga sore di masjid, kompleks makam, serta warung yang ada di kawasan religi itu.

Dari hasil pindah “kantor” itu, ia akhirnya mendapatkan ide untuk mengemis, setelah melihat banyaknya pengemis dan pengunjung di kawasan tersebut.

Meski menikmati hasilnya sebagai pengemis, Hasan tidak ingin menjadi bos pengemis seperti yang dilakukan beberapa teman seprofesinya dahulu. “Saya juga tahu diri kok, apa yang saya lakukan telah membohongi masyarakat. Karena itu, biar saya saja yang menanggung dosa ini, bukan orang lain termasuk keluarga saya,” kata Hasan. (Selesai).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar