Warta Jatim, Surabaya - Serikat Buruh Migran Indonesia menyatakan kasus-kasus pelanggaran terhadap buruh migran akibatnya berkembangnya tiga hal pokok. Irosnisnya, ketiga penyebab pokok itu dilakukan pemerintah dan agen pengirim.
Ketiga hal pokok itu adalah kesengajaan skenario pemerintah mengenai sistem informasi migrasi buruh migran. Buruknya pengawasan pemerintah terhadap proses perekrutan BMI hingga penempatan di negara tujuan. Terakhir, sistem pendidikan yang membodohi calon BMI oleh agen penampung dengan hanya mengajarkan tata cara bekerja dan tidak boleh melawan majikan. Mereka tak mengajarkan cara membela hak.
Pemerintah juga terkesan kurang tegas dalam mengawasi agen buruh migran. Banyak agen justru berperan sebagai calo dan berlama-lama menahan buruh migran di penampungan. “Modus seperti ini sering terjadi. Namun, pemerintah tidak bersikap tegas terhadap masalah,” kata Ketua SBMI Jawa Timur Mochamad Cholily, Selasa (5/1).
Menurut Cholily, pemerintah hanya berambisi meningkatkan devisa negara, namun tidak pernah peduli terhadap permasalahan buruh migran. Salah satu bukti riil adalah kedatangan jenazah BMI di Bandara Juanda Surabaya hampir setiap hari.
SBMI mendesak pemerintah memperbaiki atau membuat kerja sama dengan negara tujuan buruh migran. Kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) juga harus dievaluasi dan diperbaiki, karena kinerjanya sangat buruk.
SBMI mencatat terdapat 11.390 BMI asal Jawa Timur, 80 persen perempuan, menjadi korban pelanggaran hukum oleh agen dan majikan. Mulai dari penyelundupan orang, eksploitasi, hingga trafficking. Jumlah korban terbanyak asal Sampang, Sumenep, Pamekasan, dan Jember. (red)
Ketiga hal pokok itu adalah kesengajaan skenario pemerintah mengenai sistem informasi migrasi buruh migran. Buruknya pengawasan pemerintah terhadap proses perekrutan BMI hingga penempatan di negara tujuan. Terakhir, sistem pendidikan yang membodohi calon BMI oleh agen penampung dengan hanya mengajarkan tata cara bekerja dan tidak boleh melawan majikan. Mereka tak mengajarkan cara membela hak.
Pemerintah juga terkesan kurang tegas dalam mengawasi agen buruh migran. Banyak agen justru berperan sebagai calo dan berlama-lama menahan buruh migran di penampungan. “Modus seperti ini sering terjadi. Namun, pemerintah tidak bersikap tegas terhadap masalah,” kata Ketua SBMI Jawa Timur Mochamad Cholily, Selasa (5/1).
Menurut Cholily, pemerintah hanya berambisi meningkatkan devisa negara, namun tidak pernah peduli terhadap permasalahan buruh migran. Salah satu bukti riil adalah kedatangan jenazah BMI di Bandara Juanda Surabaya hampir setiap hari.
SBMI mendesak pemerintah memperbaiki atau membuat kerja sama dengan negara tujuan buruh migran. Kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) juga harus dievaluasi dan diperbaiki, karena kinerjanya sangat buruk.
SBMI mencatat terdapat 11.390 BMI asal Jawa Timur, 80 persen perempuan, menjadi korban pelanggaran hukum oleh agen dan majikan. Mulai dari penyelundupan orang, eksploitasi, hingga trafficking. Jumlah korban terbanyak asal Sampang, Sumenep, Pamekasan, dan Jember. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar