Warta Jatim, Surabaya - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya meminta masyarakat mewaspadai modus baru penghilangan paksa.
Koordinator Kontras Surabaya, Andi Irfan mengatakan, penghilangan paksa dan aksi kekerasan yang terjadi saat ini, berbeda dengan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa Orde Baru, pelaku penghilangan paksa didominasi militer dan polisi, sedangkan saat ini juga mlibatkan masyarakat sipil.
Menurut Andi, masyarakat sipil yang terlibat penghilangan paksa sebagian besar adalah preman atau suruhan pengusaha atau tokoh politik. “Kasus tewasnya dua jurnalis di Papua dan Sulawesi adalah contoh nyata, bagaimana kuatnya tekanan politik di Indonesia,” kata Andi Irfan, Senin (30/8).
Untuk menimimalkan terjadinya penghilangan paksa, Kontras Surabaya meminta kepada pemerintah dan DPR agar segera membentuk Pengadilan HAM ad-hoc, pemerintah harus merehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa, dan melakukan pencairan kepada 13 aktivis yang masih hilang sejak tahun 1998.(red)
Koordinator Kontras Surabaya, Andi Irfan mengatakan, penghilangan paksa dan aksi kekerasan yang terjadi saat ini, berbeda dengan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa Orde Baru, pelaku penghilangan paksa didominasi militer dan polisi, sedangkan saat ini juga mlibatkan masyarakat sipil.
Menurut Andi, masyarakat sipil yang terlibat penghilangan paksa sebagian besar adalah preman atau suruhan pengusaha atau tokoh politik. “Kasus tewasnya dua jurnalis di Papua dan Sulawesi adalah contoh nyata, bagaimana kuatnya tekanan politik di Indonesia,” kata Andi Irfan, Senin (30/8).
Untuk menimimalkan terjadinya penghilangan paksa, Kontras Surabaya meminta kepada pemerintah dan DPR agar segera membentuk Pengadilan HAM ad-hoc, pemerintah harus merehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa, dan melakukan pencairan kepada 13 aktivis yang masih hilang sejak tahun 1998.(red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar